Kejaksaan Terima SPDP Kasus Penganiayaan Balita di Daycare Wensen, Kuasa Hukum Bawa Bukti Baru
Tersangka dalam kasus ini adalah Meita Irianty alias Tata yang merupakan pemilik sekaligus pengasuh di daycare tersebut. Dia menganiaya dua balita.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus penganiayaan balita di daycare Wensen School Indonesia (WSI). Tersangka dalam kasus ini adalah Meita Irianty alias Tata yang merupakan pemilik sekaligus pengasuh di daycare tersebut.
“Kami telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan,” kata Kasie Intelejen Kejari Depok, M. Arief Ubaidillah, Selasa (20/8).
- 2 Balita jadi Korban Kekerasan di Daycare Wensen School Milik Meita Irianty, Ini Reaksi Wali Kota Depok
- Ternyata, Hal Ini yang Buat Saksi Berani Bongkar Penganiayaan Meita Irianty ke Balita di Daycare
- Berbaju Tahanan, Ini Tampang Meita Irianty Tersangka Penganiaya Balita di Daycare Kini Tertunduk
- Sosok Meita Irianty, Pemilik Daycare yang Tega Aniaya Dua Balita Hingga Lebam
Tata dilaporkan telah melakukan penganiayaan terhadap bayi berusia 8 bulan dan balita berusia 2 tahun. Tata diamankan dan ditahan di Polres Depok.
Kejari Depok masih menunggu sejumlah berkas hingga dinyatakan lengkap atau P21. Pihaknya sudah menunjuk dua jaksa untuk menangani perkara ini.
“Saat ini kami menunggu pengiriman berkas perkara yang sedang diselesaikan oleh teman-teman penyidik,” ujarnya.
Sementara itu, tim kuasa hukum dan orang tua korban hari ini mendatangi Kejari Depok untuk membawa bukti baru. Yaitu berupa hasil rontgen K (2) yang mengalami skoliosis (tulang belakang melengkung).
Irfan Maulana, kuasa hukum K mengatakan kedatangannya ke Kejari Depok untuk melakukan monitoring proses atas kasus penganiyaan.
“Kami ada menambahkan bukti tambahan terhadap anak korban. Karena dari bukti awal itu hanya didapet buktibukti luka memar dan dikarenakan anak korban ini mengalami batuk-batuk, kami memutuskan orang tua untuk melakukan ronsen untuk pemeriksan luka dalam. Jadi berdasarkan hasil ronsen itu kami sudah mendapatkan informasi bahwa anak korban khususnya yang berusia 2 tahun mengalami pneumonia dan skoliosis,” katanya.
Sebelumnya, K tidak mengalami skoliosis. Diduga kuat, kondisi itu terjadi akibat korban mengalami penganiayaan di daycare.
“Jadi ada tulang belakang di punggung nya ini luka melekung dan pneumonia itu ada radang paru-paru di anak korban ini. Jadi atas bukti itu kami koordinasi dengan jaksa untuk ditambahkan sebagai barang bukti. Skoliosis karena ada tendangan dan bantingan dari si pelaku,” ujarnya.
Sedangkan untuk pneumonia diduga ada pukulan terhadap korban yang mengakibatkan radang paru-paru. K sebelumnya tidak mengalami keluhan apapun sebelum dititipkan di daycare tersebut. Kondisi luka dalam tersebut dialami K seumur hidup. Keluarga korban meminta agar pelaku dijatuhkan hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Sebelumnya tidak ada, semenjak kejadian ini karena yang bersangkutan batuk selama satu bulan tidak kunjung reda, maka dari pihak keluarga berinisiatif untuk mengajukan pemeriksaan luka dalam dari pihak kedokteran. Dan hasilnya memang terbukti ada luka dalam. Lukanya bisa mengakibatkan cidera seunur hidup,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Leon, tim kuasa hukum lainnya mengatakan kedatangan hari ini ke Kejari Depok untuk menindaklanjuti pelimpahan berkas tahap satu.
Pelimpahan berkas tahap satu diterima Kejari Depok pada 13 Agustus. Pada 16 Agustus orangtua korban memberikan hasil rontgen K yang baru keluar.
“Yang mana di hasil rontgen mandiri ini hasilnya tidak ada di hasil visum sebelumnya. Makanya kita merasa sangat perlu bahwa hasil rontgen ini dijadikan bukti tambahan agar kejaksaan menjadikan ini sebagai alat bukti untuk memberatkan perilaku tersangka," kata Leon.