Kelanjutan Kasus Emirsyah Satar Usai Dituntut 12 Tahun Penjara
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar pidana penjara 12 tahun denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar pidana penjara 12 tahun denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan. Tuntutan itu diberikan JPU setelah Emirsyah Satar dinilai menerima suap terkait pengadaan sejumlah pesawat di Garuda Indonesia, Kamis (23/4).
Selain menjatuhkan pidana penjara, jaksa juga menuntut Emirsyah membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Uang pengganti harus dibayar Emir selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Emirsyah tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
-
Kenapa Garuda Indonesia sering telat dalam mengangkut jemaah haji? Komisi sudah memanggil pihak Garuda Indonesia, Direktur Jenderal Perhubungan Udara dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Apalagi, sejak insiden kerusakan mesin pesawat Garuda yang ditumpangi Kloter 5 Embarkasi Makassar."Kami minta agar diberikan perhatian khusus, karena haji ini adalah misi yang sangat vital dan penting. Sehingga seluruh transportasi, baik udara maupun darat harus dipastikan keamanannya. Itu sudah kami sampaikan," tuturnya.
-
Siapa yang pernah menjabat sebagai Komisaris Garuda Indonesia? Anggota Global Council on Faith itu pernah ditunjuk sebagai Komisaris Garuda Indonesia. Ia menduduki jabatan ini sejak 2020, kemudian mengundurkan diri pada Agustus 2021.
-
Apa yang diresmikan oleh Etihad Airways di Bali? Pendaratan ini menandai peluncuran layanan reguler antara Abu Dhabi dengan Bali.
-
Apa yang didapat Muhammad John Garuda Putra dari Garuda Indonesia karena lahir di pesawat? Lahir di pesawat ternyata membawa keberuntungan bagi Muhammad John Garuda Putra. Berkat kejadian unik tersebut, John bisa menikmati penerbangan gratis seumur hidup ke mana pun dia pergi.
-
Kapan Garuda Indonesia dijadwalkan untuk mengangkut jemaah haji kloter 15 Makassar? Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi menyorot kinerja maskapai Garuda Indonesia terkait banyaknya keberangkatan jemaah haji yang terlambat.Terbaru kelompok terbang (kloter) 15 Embarkasi Makassar yang mengalami delay atau keterlambatan hingga tujuh jam.
-
Bagaimana Garuda Indonesia mengatasi masalah keterlambatan penerbangan jemaah haji? Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi menyorot kinerja maskapai Garuda Indonesia terkait banyaknya keberangkatan jemaah haji yang terlambat.Terbaru kelompok terbang (kloter) 15 Embarkasi Makassar yang mengalami delay atau keterlambatan hingga tujuh jam. Komisi sudah memanggil pihak Garuda Indonesia, Direktur Jenderal Perhubungan Udara dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Apalagi, sejak insiden kerusakan mesin pesawat Garuda yang ditumpangi Kloter 5 Embarkasi Makassar."Kami minta agar diberikan perhatian khusus, karena haji ini adalah misi yang sangat vital dan penting. Sehingga seluruh transportasi, baik udara maupun darat harus dipastikan keamanannya. Itu sudah kami sampaikan," tuturnya.
Dalam sidang selanjutnya digelar dengan agenda nota pembelaan (pledoi), Kamis (30/4) lalu via video conference. Dalam pembacaan nota pembelaan, Emirsyah Satar mengaku dirinya tidak pernah bermaksud untuk melakukan pencucian uang.
"Saya sama sekali tidak mengetahui dan tidak pernah bermaksud untuk melakukan pencucian uang," kata Emirsyah di gedung KPK Jakarta.
Majelis hakim berada di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK berada di gedung Merah Putih KPK sementara penasihat hukum dan Emirsyah ada di gedung KPK.
"Saya juga hendak mengklarifikasi bahwa saya tidak mengetahui dan tidak pernah bermaksud menyembunyikan atau menyamarkan uang yang dari Soetikno Soedarjo, semuanya sudah saya kembalikan dan tidak ada yang saya titipkan," tambah Emirsyah.
Ia mengaku tidak memegang otorisasi penggunaan rekening mertuanya, tidak pernah membuat back to back loan sebagaimana dikatakan JPU KPK.
"Rumah yang dulu saya miliki di Blok G No. 46 Permata Hijau bukan hasil tukar tanah dengan rumah milik almarhum Ibu mertua dan tidak saya beli menggunakan 'fee' dari pengadaan di Garuda. Rumah itu saya beli pada 2004 sebelum saya menjabat Direktur Utama di Garuda dengan menggunakan penghasilan sendiri sehingga penempatan rumah tersebut sebagai jaminan atas kredit yang saya ajukan bukan perbuatan pidana," ungkap Emirsyah.
Emirsyah juga mengaku bahwa pemberian-pemberian yang ia terima dari pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) dan Connaught International Pte.Ltd. Soetikno Soedarjo semata-mata karena Soetikno adalah temannya.
"Baru pada saat kasus ini muncul, saya tahu kalau hal itu dilarang menurut Undang-Undang. Saya mengakui saya hanya manusia biasa yang tidak lepas dari kekhilafan dan saya sudah siap untuk mempertanggungjawabkan perbuatan saya. Namun saya juga ingin menyampaikan tidak semua hal yang disebutkan di dalam surat tuntutan adalah benar," tambah Emirsyah.
Ia juga mengaku tidak pernah mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia dan bahkan tidak ingin menjabat sebagai Direktur Utama Garuda.
"Karena kekhilafan yang saya lakukan telah mengecewakan seluruh rakyat Indonesia dan khususnya keluarga serta kerabat saya, serta harus kehilangan istri tercinta. Pada 2005 saya diminta oleh Menteri BUMN, Bapak Soegiharto untuk kembali ke Garuda dan menyelamatkannya dari ambang kebangkrutan," ungkap Emirsyah.
Padahal saat itu ia mengaku sudah nyaman dengan kedudukan saya sebagai Wakil Direktur Utama Bank Danamon. Setelah 3 kali diminta oleh Menteri BUMN, maka dengan semangat ingin berbakti kepada negara dan mengembangkan Garuda menjadi perusahaan kelas dunia, ia akhirnya menerima tawaran tersebut.
"Demi mewujudkan Garuda yang besar, sebagai Direktur Utama saya menggunakan diskresi agar Garuda bisa mendapatkan keuntungan dan harga yang terbaik, dalam hal ini melalui komunikasi dengan Soetikno Soedarjo yang adalah Commercial Adviser dan konsultan untuk pabrikan besar di dunia seperti Rolls Royce dan Airbus," jelas Emirsyah.
Garuda menurut Emirsyah sering dipandang kecil dan tidak memiliki masa depan yang jelas, sehingga mendapatkan harga yang mahal.
Beberapa keuntungan yang didapatkan Garuda yakni cashback Engine Concession dari Rolls Royce senilai 26,6 juta dolar AS per pesawat yang dibeli dan menggunakan mesin Rolls Royce serta diskon dari Airbus sebesar 54 persen dan dari Rolls Royce sebesar 72 persen untuk tiap unit pesawat Airbus A-330, sehingga harga pesawat A-330 yang didapatkan Garuda adalah 81.326.317 dolar AS jauh di bawah harga tanpa diskon senilai 173.949.317 dolar AS.
"Saya kaget ketika Soetikno Soedarjo mengirimkan uang ke rekening perusahaan Woodlake International milik saya dan almarhum mertua di Singapura yang dahulu dibuka untuk berinvestasi," tambah Emirsyah.
Uang yang dikirimkannya yaitu 500 ribu dolar AS, 180 ribu dolar AS dan 1.020.975 euro.
"Ketika saya tanya kepada Soetikno Soedarjo apa maksud pemberian itu, dia bilang uang itu adalah ucapan terima kasih. Saya tidak paham maksudnya, yang saya sesali saya tidak bertanya lebih lanjut, tetapi menerima uang tersebut karena saya tidak enak menolak pemberian dari teman dan hanya sampaikan kalau uang itu saya anggap pinjaman," ungkap Emirsyah.
Uang itu lalu ia gunakan membeli bonds sesuai saran Bank Account Officer di Singapura agar mendapatkan "yield" yang lebih baik dan hasilnya ketika dijual pun masuk ke rekening Woodlake, diberikan ke almarhum ibu mertuanya Mia Suhodo dan dipergunakan sendiri.
Namun saat uang itu menjadi perhatian dari Tim AML Bank UBS Singapura, Emirsyah mengaku sudah mengembalikan uang itu kepada Soetikno Soedarjo dan selanjutnya tidak pernah menanyakan lagi mengenai uang tersebut.
"Perlu saya tegaskan meskipun ada hubungan komunikasi dan kemudian pemberian uang dari Soetikno Soedarjo, seluruh proses pengadaan di Garuda tetap berjalan sesuai prosedur dan saya tidak pernah sama sekali mengintervensi atau mengarahkan pengadaan untuk keuntungan pihak manapun selain Garuda," tegas Emirsyah.
Keputusan pengadaan selalu diambil Dewan Direksi berdasarkan usulan tim dalam forum rapat resmi, serta juga diminta persetujuan Dewan Komisaris.
"Saya sama sekali tidak pernah mengintervensi maupun mengarahkan pengadaan, tidak benar bahwa pengadaan sudah merugikan Garuda karena inefisien sebab seluruh proses pengadaan yang dilakukan, justru membuat Garuda selalu mendapatkan harga yang lebih murah dan keuntungan sehingga dapat dipastikan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini," tambah Emirsyah.
"JPU telah menuntut saya dengan hukuman pidana penjara selama 12 tahun tahun dikurangi selama dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp10 milyar dan uang pengganti 2.117.315 dolar Singapura juga perampasan rumah warisan milik almarhumah istri saya dan adik ipar di Jalan Pinang Merah II Blok SK No 7-8. Tuntutan tersebut sangat memberatkan bagi saya, karena selama menjabat sebagai Direktur Utama Garuda saya tidak pernah mementingkan keuntungan pribadi atau kelompok," tegas Emirsyah.
Ia kembali menegaskan bahwa semua pemberian yang ia terima sudah saya kembalikan kepada Soetikno Soedarjo dan tidak ada yang diitipkan ke Soetikno Soedarjo.
"Juga tidak benar jika jual-beli apartemen Silversea adalah modus pencucian uang karena jual beli itu adalah transaksi riil, kepemilikan apartemen sudah beralih ke Soetikno Soedarjo sejak saya jual. Perkara menyangkut Rolls Royce telah di investigasi oleh Serious Fraud Office di Inggris (SFO) dan telah ditutup karena tidak terdapat cukup bukti dan tidak sesuai kepentingan publik," ungkap Emirsyah.
Ia pun berjanji kasus tersebut merupakan "yang pertama dan terakhir".
"Pengalaman selama 4 tahun terakhir menyandang status tersangka dan kini sebagai terdakwa benar-benar merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Sepanjang perjalanan saya kehilangan orang-orang yang saya cintai mulai dari istri saya Sandrina Abubakar yang meninggal pada 1 Agustus 2018 karena kanker pankreas dan kemudian ibu saya Rosdinar Satar pada 1 Maret 2020 setelah berbulan-bulan sakit dan harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU)" ungkap Emirsyah.
Ia pun hanya berkesempatan menjenguknya sekali dan setelah itu harus melepas kepergiannya ketika melayat karena ia sedang ditahan.
Baca juga:
Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Dituntut 12 Tahun Penjara
Sidang Tuntutan Emirsyah Satar Digelar Online
PN Jakpus Gelar Sidang Kasus Suap Eks Dirut Garuda, Agenda Keterangan Saksi
Dalam Sidang, Saksi Sebut Rumah di Pondok Indah Milik Ibu Mertua Emirsyah Satar
Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo Jalani Sidang Lanjutan