Kemendikbud Kecam Pelecehan Seksual Dilakukan Pelatih Pramuka di Jatim
Kemendikbud akan berkoordinasi dengan pelbagai pihak guna mencegah kasus serupa tak lagi terulang di lingkungan sekolah maupun rumah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) resah dengan kasus paedofil sesama jenis di lingkungan sekolah. Kasus paedofil itu sebelumnya dilakukan seorang pelatih pramuka di sekolah Jawa Timur.
"Kami merasa prihatin atas kejadian ini. Dan kami mengucapkan terima kasih kepada Mabes Polri yang berhasil mengungkap paedofil menggunakan jaringan internet," kata Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (21/2).
-
Bagaimana pelaku melakukan pelecehan seksual? Korban penyandang disabilitas tidak bisa berteriak atau menolak. Dia merasa takut dan ketergantungan," katanya.
-
Kapan pelecehan seksual terhadap korban terjadi? Menurutnya, korban mengalami pelecehan seksual oleh pelaku selama kurun waktu enam bulan.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan seksual? Video itu berisikan pengakuan dan permintaan maaf seorang pria atas pelecehan seksual yang dilakukannya.
-
Siapa pelaku pelecehan seksual terhadap korban penyandang disabilitas? Satuan Reserse Kriminal Polres Cimahi Kota Provinsi Jawa Barat meringkus pelaku berinisial AR (62) yang melakukan pelecehan seksual kepada penyandang disabilitas yang merupakan keponakanya sendiri.
-
Mengapa para pemijat difabel netra di Yogyakarta rentan terhadap pelecehan seksual? Arya sendiri tidak tinggal di losmen, melainkan di asrama sekolah dengan biaya yang cukup murah. Rawan terkena pelecehan Di tahun yang sama, Arya pertama kali memperoleh pengalaman tak menyenangkan dilecehkan oleh salah seorang pasiennya. Hari sudah hampir malam ketika ia sedang bersiap memulai kerja lepasnya sebagai pemijat di losmen itu. Tak lama kemudian, datanglah seorang pasien. Dari suaranya, Arya menduga kalau ia adalah seorang lelaki paruh baya.
-
Apa bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa filsafat UGM? Dalam video itu, si pria mengaku ada delapan orang korbannya. Pria itu juga meminta maaf atas kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal yang telah dilakukannya.
Menurut Erlangga, Kemendikbud akan berkoordinasi dengan pelbagai pihak guna mencegah kasus serupa tak lagi terulang di lingkungan sekolah maupun rumah.
"Kami akan koordinasi terus dan merumuskan berbagai macam hal yang mungkin perlu kita lakukan. Bukan hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di rumah," ujar dia.
Lebih jauh Erlangga menegaskan bahwa kejadian ini merupakan kejahatan yang begitu luar biasa karena menjadikan anak sebagai korban kejahatan.
"Oleh karena itu kami mengimbau kepada para guru, para orang tua untuk lebih sadar bahwa anak kita bisa menjadi korban kapan pun juga," tegasnya.
Kemendikbud mengimbau kepada jajaran di bawah lingkungan Kemendikbud untuk melakukan memperketat pengawasan atas aktivitas anak di lingkungan sekolah.
"Tetapi yang mesti dibangun adalah kesadaran bahwa setiap anak kita bisa menjadi korban kejahatan apapun itu. Jadi jangan terlalu percaya dengan orang lain yang Anda percaya dan harus bisa melakukan langkah-langkah antisipatif," ujarnya.
Sekolah Berpotensi Terjadi Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut bahwa semua pihak di lingkungan sekolah memiliki potensi melakukan kekerasan seksual terhadap anak.
"Kasus-kasus kekerasan seksual ini pelakunya bermacam-macam, ada guru, ada kepala sekolah, ada juga petugas-petugas atau penjaga sekolah. Seluruh tenaga yang ada di sekolah bisa punya potensi menjadi pelaku kekerasan seksual," ucap Komisioner KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah di Gedung Bareskrim Polri.
Menurut dia, aksi kekerasan seksual tersebut bahkan bisa dilakukan di mana pun di dalam lingkungan sekolah.
"Sebenarnya di semua ruangan, di semua sekolah juga menjadi potensi ruang kekerasan seksual. Baik itu perpustakaan, ruang kelas, laboratorium, ruang ganti pakaian itu semua punya potensi untuk dijadikan sebagai tempat melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak," ucapnya.
Dia mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2019 lalu, terdapat 321 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada KPAI. Baik itu kekerasan fisik, seksual, maupun perundungan.
"Untuk kasus kekerasan seksual saya perlu mengingatkan kepada masyarakat bahwa korban bukan hanya perempuan. Mungkin kita berpikir perempuan harus kita protect, tapi sekarang kondisinya tidak seperti itu. Hari ini anak laki-laki pun juga banyak yang menjadi korban kekerasan seksual oleh kaum paedofil," beber dia.
Imbauan Kepada Kemdikbud
Dalam kesempatan itu Margaret juga mengimbau kepada pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud untuk bisa selektif melakukan perekrutan tenaga pendidik di lingkungan instansinya.
"Maka perlu adanya pengetatan kaitannya dengan tenaga yang akan di-handle untuk menjadi petugas di sekolah. Apakah pernah ada riwayat prilaku sosial yang menyimpang dan sebagainya. Itu bisa dilakukan dengan asesmen," pinta dia.
Margaret juga meminta supaya perlu adanya penguatan akan kesadaran terhadap fenomena kekerasan seksual di lingkungan sekolah.
"Kemudian sekolah untuk ramah anak saya kira suatu hal yang sangat urgen untuk diterapkan di sekolah. Karena ini bisa strategi untuk menghindari kasus-kasus kekerasan di sekolah," ucapnya.
Di samping itu, Margaret meminta supaya pihak sekolah memberikan edukasi atau pemahaman mengenai perlindungan anak di sekolah lewat komite sekolah. Selain juga edukasi terhadap anak itu sendiri.
"Terkait dengan apa? Misalnya anak harus tahu bahwa ada bagian-bagian penting dari tubuhnya yang tidak bisa dipegang oleh orang lain. Kalau itu dilakukan anal bisa berteriak," ucap dia.
Terakhir, kata Margaret sekolah-sekolah perlu memasang CCTV di setiap sudut sekolah. Fungsinya sebagai kontrol supaya para pelaku sedikit memiliki ruang gerak.
Paedofil Sesama Jenis
Sebelumnya, Subdit 1 Dittipidsiber Bareskrim Polri bekerjasama dengan The US Immigration and Customs Enforcement (US ICE) mengungkap jaringan pedofil sesama jenis di media sosial.
Menurut Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Argo Yuwono, polisi juga telah menangkap satu pelaku atas inisial PS (44) pada Rabu, 12 Februari 2020 di daerah Jawa Timur.
PS sendiri merupakan seorang pelatih pramuka, pelatih pelajaran ekstrakulikuler beladiri serta penjaga sekolah.
"Komunitas tersebut disinyalir telah melakukan kekerasan dan mengeksploitasi seksual terhadap anak, karena telah menyasar anak laki-laki sebagai sarana pemuas nafsu untuk dicabuli dan disodomi di lingkungan sekolah," kata Argo di Bareskrim Polri.
Tak hanya itu, Argo menerangkan bahwa pelaku juga merekam aksi bejadnya untuk didistribusikan atau disebarkan di media sosial yaitu Twitter yang berisi sesama pedofil untuk bertukar koleksi.
Argo menerangkan, modus operandi pelaku adalah dengan memanfaatkan profesinya di sekolah yang dekat dengan anak-anak. Diketahui ada tujuh anak yang telah menjadi korban PS dengan usia berkisar 6-15 tahun. Mereka telah menjadi korban selama tiga hingga delapan tahun.
"Korban dibujuk dengan diberikan uang, minuman keras, rokok, kopi dan akses internet oleh tersangka serta diancam tidak diikutkan dalam kegiatan-kegiatan sekolah yang melibatkan tersangka, apabila para korban menolak ajakan tersangka untuk dicabuli dan disodomi," jelasnya.
Menurut Argo, PS melakukan aksinya di Ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Perbuatannya direkam melalui handphone yang bersangkutan kemudian diunggah ke media sosial twitter dg nama akun @PelXXX dan @KonXXX yang berisi komunitas pedofil sekitar 350 akun.
"Akun tersangka di-suspend oleh platform dan ditangkap oleh sistem aplikasi The National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC) Cybertipline kemudian dilaporkan ke Siber Bareskrim Polri," jelasnya.
Diketahui, tersangka mempunyai penyimpangan seksual karena telah disodomi oleh pamannya sejak usia lima hingga delapan tahun. Di samping itu, PS terstimulasi juga oleh kebiasaannya yang kerap menonton video porno pedofil.
"Pamannya yang saat ini telah meninggal dunia," ungkap Argo.
Atas penangkapan tersebut, polisi telah mengamankan beberapa barang bukti berupa satu unit handphone, dua unit SIM card dengan provider Telkomsel dan Indosat, satu buah celana dalam, dan beberapa barang lainnya miliki tersangka.
Atas tindakannya itu, polisi menjerat tersangka dengan Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E dan/atau Pasal 88 Jo Pasal 76I UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) Jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp6 miliar," ucap Argo.
Reporter: Yopi Makdori
(mdk/gil)