Kementerian PU didesak tanggung jawab soal tragedi Brexit
"Lebih konkret diatur pada UU tentang Jalan dan PP tentang Jalan Tol, plus Peraturan Menteri Pekerjaan Umum."
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, kemacetan parah hingga merenggut korban jiwa di tol Brebes Timur atau dikenal Brebes Exit (Brexit) merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak konsumen sebagai pengguna jasa tol.
Kata dia, hal ini mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di mana mereka berhak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan saat menggunakan barang dan atau jasa.
"Lebih konkret diatur pada UU tentang Jalan dan PP tentang Jalan Tol, plus Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Standar Pelayanan Minin Jalan Tol," tegasnya.
Tulus berpendapat, masyarakat sebagai pengguna jasa tol ketika itu secara jelas mengalami kerugian materiil mulai dari pembayaran tarif tol, hingga bahan bakar yang terbuang. Tak hanya itu, mereka juga mengalami kerugian immateriil berupa stres, kelelahan dan waktu yang terbuang.
Dalam konteks kebijakan, lanjut dia, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bisa menjadi pihak yang perlu dimintai pertanggungjawaban. Lantaran semestinya, Kementerian PU bisa memprediksi berapa jumlah kendaraan yang akan melintas di kawasan itu saat mudik Lebaran.
"Seharusnya Menteri PU sudah mempunyai kalkulasi atau simulasi teknis berapa kapasitas ruang Brebes Exit," terangnya.
Selain itu, Tulus juga melihat adanya kesalahan ketika pemerintah menyambungkan ruas tol Brebes Timur dengan Tol Cikampek, Cipali, Cipularang tanpa adanya akses untuk tempat beristirahat (rest area), SPBU maupun jalan arteri.
Padahal ketika itu, bisa diprediksi jumlah volume kendaraan yang melintas akan begitu tinggi. Ditambah adanya imbauan agar pemudik melewati jalur baru tersebut.
"Sebagai pengguna tol yang sudah membayar tarif sebagai kewajiban, maka konsumen berhak mendapatkan prestasi atas tarif yang dibayarkan itu berupa kenyamanan, keamanan dan keselamatan," pungkasnya.