Ketum PBNU sebut Megawati bangun masjid untuk kenang Taufik Kiemas
Said Aqil mengatakan, ada beberapa hal yang dibahas saat bertemu dengan Megawati. Salah satu yang dibahas yaitu soal pembangunan masjid yang akan dibangun oleh Megawati di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati melakukan pertemuan di kediamannya dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Pertemuan tersebut dilakukan kurang lebih selama satu jam.
Said Aqil mengatakan, ada beberapa hal yang dibahas saat bertemu dengan Megawati. Salah satu yang dibahas yaitu soal pembangunan masjid yang akan dibangun oleh Megawati di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
"Pertama sudah agak lama saya tidak berjumpa dengan Bu Mega, yang notabene sudah dekat sekali saat umroh dan haji bareng dengan saya. Kedua kita tukar pikiran, PDIP akan membangun masjid besar di depan kantor di Lenteng Agung," kata Said Aqil usai lakukan pertemuan di kediaman Megawati, Jakarta Pusat, Sabtu (14/10).
Ketika membahas soal pembangunan masjid yang akan dibangun oleh Megawati, dirinya sempat menanyakan terkait bangunan masjid tersebut yang menyerupai bangunan khas Sumatera.
"Saya tanya gambarnya, terus dijawab sama Bu Mega itu mengenang Pak Taufik Kiemas yang dari Sumatera," ujarnya.
Saat mendengar alasan Megawati, Said Aqil langsung memberikan saran kepada Megawati untuk nama masjid yang akan dibangunnya itu. Rencana pembangunan masjid itupun juga untuk menepis kalau PDIP kurang perhatian terhadap Islam.
"Saya saran kalau begitu nama masjidnya Taufiqul Khair yang artinya kebaikan taufiq. Ini juga untuk menepis PDIP kurang perhatian sama umat Islam. Di kantor DPP PDIP Diponegoro juga ada masjid di lantai bawah," ucapnya.
Selain itu, Said Aqil mengaku, jika selama ini hubungan antara NU dengan PDIP sudah berjalan cukup lama, bahkan hubungan itu terjalin sejak zaman perjuangan bangsa Indonesia pada saat penjajahan Belanda maupun Jepang dulu.
"Ketiga pemetaan situasi nasional, kita semua NU dengan PDIP atau ulama dengan Nasionalis selalu merapatkan barisan, selalu sama pemikiran dengan keberadaan NKRI ini. Kalau tidak sama, berarti mengingkari sejarah," ngakunya.
Lebih lanjut, Said Aqil menuturkan, jika para kiai pendiri NU juga selalu dekat dengan para tokoh nasionalis termasuk Presiden pertama RI Soekarno.
"Dulu Bung Karno dekat dengan KH Wahab Hasbulloh, Islam NU selalu bergandengan tangan dengan nasionalis. Kalau sedikit saja tidak sama, berarti mengingkari sejarah," tandasnya.