Kisah dua wanita pemberani berjuang menolak air dikelola swasta
Warga Rawa Badak, Jakarta Utara itu, sejak 1997 sudah berjuang menolak PT Aetra dan PT Pelija.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mensinyalir negara mengalami kerugian Rp 1 triliun lebih per tahun karena air dikuasai PT Aetra dan PT Palija di wilayah Jakarta Utara. Jika dibiarkan, kemungkinan negara akan mengalami kerugian hingga Rp 179 triliun pada tahun 2023.
Zubaidah dan Nur Hidayah, warga Rawa Badak, Jakarta Utara, sejak 1997 sudah berjuang menolak PT Aetra dan PT Pelija yang menguasai industri air di wilayahnya. Untuk mendapatkan air, tak jarang dia harus menunggu hingga larut malam.
Parahnya, air yang keluar kerap kali keruh bahkan kadang macet. Hal itu terjadi bertahun-tahun lamanya. Dia lantas memutuskan bergabung dengan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Perjuangannya pun berbuah hasil. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima gugatan mereka dalam sidang putusan Selasa (24/3) kemarin.
"Kami minum air keruh dan bau. Jika terlambat bayar meteran air, kami didenda lima belas ribu rupiah," tutur Zubaidah kepada merdeka.com, Rabu (25/3).
Perjuangan mereka sudah lama dilakukan. Semenjak Gubernur DKI Fauzi Bowo hingga Gubernur DKI Jokowi, mereka sudah berkali-kali menyatakan keinginan agar pemerintah mengelola air sendiri.
"Awalnya kami melakukan penguatan dengan ibu-ibu atas situasi yang kami alami. Kami juga sudah mengadakan pendekatan dengan Pak Fauzi dan Pak Jokowi tapi belum ada tanggapan nyata. Hanya Pak Jokowi pernah dukung kami dalam proses di pengadilan," tutur Nur Hidayah.
Menurutnya, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga pernah mendukung mereka dalam gugatan di MK. Ahok kala itu mengatakan kepada mereka akan mendukung pengambilalihan air untuk dikelola oleh negara.
"Pak Ahok support kami untuk gugatan di MK. Dia katakan pada kami, kita ambil kembali jangan oleh swasta." lanjut Nur menirukan ucapan Ahok kala itu.
Atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menerima gugatan mereka, Zubaidah dan Nur mengaku puas dan berharap pemerintah segera mengambil alih pengelolaan air dari PT Pelija dan PT Aetra. Mereka meminta air di wilayah mereka dikelola oleh PDAM.
"Kami gugat pemerintah didampingi LBH agar negara yang ambil kelola air. Kembali ke PDAM seperti dulu. Sudah bertahun-tahun kami minum air keruh," ujar Zubaidah.
Baca juga:
Negara rugi Rp 179 triliun jika air tetap dikelola swasta
Jokowi didesak ambil alih pengelolaan air dari Aetra dan Palyja
Perjanjian kerja sama dibatalkan, Palyja lawan putusan PN Pusat
Meski senang, Ahok siapkan tim antisipasi Palyja & Aetra banding
Aetra dan Palyja dilarang, PAM Jaya siap kelola sendiri air Jakarta
Hakim putuskan swastanisasi air Jakarta langgar hukum
Tolak swastanisasi air, aktivis berkostum gelas plastik keliling HI
-
Apa yang dimaksud dengan "air putih" di Indonesia? Meskipun tidak memiliki warna sama sekali alias bening, namun air minum di Indonesia selalu disebut dengan istilah ‘air putih’.
-
Kapan Air Terjun Nyarai terbentuk? Di sini, kamu bisa menikmati gemuruh air dan kolamnya yang terbentuk sejak ratusan tahun lalu.
-
Di mana letak Air Terjun Grenjengan Kembar? Air Terjun Grenjengan Kembar merupakan surga tersembunyi di lereng Gunung Merbabu. Air terjun ini letaknya berada di tengah kawasan hutan pinus Dusun Citran, Desa Muneng, Kecamatan Pakis, Magelang.
-
Kapan air liur anjing dianggap najis? Air liur anjing tergolong sebagai najis berat atau mughaladhah, yang artinya harus dibersihkan dengan cara yang khusus agar suci kembali.
-
Apa yang dimaksud dengan air? Pengertian air adalah suatu zat yang tersusun dari unsur kimia hidrogen dan oksigen dan berada dalam bentuk gas, cair, dan padat.
-
Kapan Hari Air Sedunia diperingati? Hari Air Sedunia adalah peringatan global yang diadakan setiap tahun pada tanggal 22 Maret untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya air bersih dan keberlanjutannya.