Kisah-kisah tim SAR cari AirAsia ini sangat menyentuh hati
Perjuangan mereka hingga meninggalkan sanak keluarga demi menemukan korban maupun sisa-sisa pesawat tidak sia-sia.
Titik jatuhnya pesawat AirAsia penerbangan QZ8501 telah ditemukan. Posisinya berada di Laut Jawa, atau tepatnya mendekati perairan Pangkalanbun, Kalimantan Tengah.
Temuan itu menjadi seakan membuahkan titik terang dari misteri hilangnya pesawat milik maskapai penerbangan asal Malaysia tersebut. Operasi pencarian pun berganti menjadi operasi evakuasi, dan pusat pencarian difokuskan di Pangkalanbun.
Di tengah beratnya medan dan panjangnya pencarian pesawat yang hilang, banyak kisah-kisah mengharukan yang dialami para relawan maupun anggota tim SAR. Perjuangan mereka hingga meninggalkan sanak keluarga demi menemukan korban maupun sisa-sisa pesawat tidak sia-sia.
Seperti apa kisahnya, berikut cerita yang dirangkum merdeka.com:
-
Kapan AirAsia QZ8501 jatuh? Pada 28 Desember 2014, pesawat AirAsia QZ8501 lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura.
-
Apa yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501? Selain kesalahan dalam manajemen penerbangan, kurangnya pemahaman awak pesawat terhadap sistem kontrol penerbangan juga menjadi penyebab jatuhnya pesawat.
-
Kenapa AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata? AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata pada 28 Desember 2014 karena penyebab utamanya adalah kesalahan dalam manajemen penerbangan.
-
Bagaimana kondisi cuaca saat AirAsia QZ8501 jatuh? Kondisi cuaca yang buruk, termasuk awan tebal dan hujan deras, menjadi faktor yang sangat memengaruhi kejadian tersebut.
-
Apa saja yang rusak di Air Panas Citando? Saat ini, sejumlah fasilitas di sana sudah banyak yang rusak. Bahkan, tempat selfie atau swafoto yang dibangun sudah dalam kondisi rubuh.
-
Dimana pesawat AirAsia QZ8501 jatuh? Pada 30 Desember 2014, badan pesawat dan puing-puing lainnya ditemukan di dasar laut Selat Karimata.
Salat di atas Hercules
Sejak dilaksanakannya operasi besar-besaran demi menemukan pesawat AirAsia QZ8501 yang hilang, Basarnas menerjunkan tim SAR gabungan yang melibatkan TNI, Polri dan relawan. Pencarian pun dilaksanakan selama dua hari, hingga akhirnya menemukan titik terang.
Proses pencarian pesawat tersebut memakan waktu cukup panjang, baik kapal maupun pesawat harus berputar-putar hingga berjam-jam demi menemukan pesawat yang hilang. Termasuk tim yang menumpangi pesawat Hercules C-130 yang terbang sampai 10 jam mengarungi luasnya lautan di Selat Karimata maupun Laut Jawa.
Meski sedang bekerja keras mencari jejak pesawat yang hilang, ternyata tidak semua lupa terhadap perintah Tuhan. Salah satu anggota tim SAR menyempatkan diri untuk salat di atas pesawat.
Setidaknya, itulah yang tergambarkan dari foto bidikan wartawan merdeka.com, Arie Basuki, Senin (29/12). Di tengah kesulitan, namun ibadah tetap dilaksanakan.
Berdoa di moncong pesawat
Sebuah foto lain di tengah proses pencarian yang sempat menjadi perbincangan publik salah satunya seperti bidikan kamera milik jurnalis asing. Salah seorang pilot menyempatkan diri untuk berdoa di depan moncong pesawatnya sebelum melaksanakan tugas ke medan yang lebih berat.
Foto tersebut mendapat apresiasi langsung dari Presiden Joko Widodo. Dia pun meminta agar semua pihak mendoakan proses evakuasi yang kini sedang berlangsung.
"Seorang pilot tim SAR berdoa untuk kelancaran proses pencarian pesawat, kita bergerak bersama. Seluruh rakyat saling mendoakan, agar proses evakuasi pesawat Air Asia QZ8501 berlangsung lancar. Untuk keluarga korban, kalian tidak sendiri... karena seluruh bangsa Indonesia bersama kalian untuk saling menguatkan," tulis Jokowi dalam akun Facebooknya, Rabu (31/12).
Berjuang menerobos cuaca ekstrem
Tim Basarnas mengaku kesulitan saat mengevakuasi jenazah penumpang Pesawat Air Asia QZ 8501 yang berada di KRI Bung Tomo. Salah satu Tim Basarnas Kapten Laut (P) Pangops Skuadron 400 Wings Udara 2 Candra Budiarjo menceritakan ketika kondisi evakuasi jenazah penumpang Air Asia QZ 8501 di KRI Bung Tomo pada Rabu (31/12) siang tadi.
"Iya kita tadi waktu menuju ke KRI Bung Tomo untuk melaksanakan evakuasi terkendala cuaca ekstrem," kata Candra saat berbincang dengan Merdeka.com usai mengevakuasi jenazah di Pangkalanbun, Kalimantan Tengah, Rabu (31/12).
Namun kondisi cuaca yang masih ekstrem, Tim Basarnas terus menerjang awan gelap pekat dengan menggunakan helikopter Dolphin yang mempunyai radar cuaca dan auto pilot yang canggih.
"Tapi untungnya saat ini heli kita tercanggih dilengkapi dengan radar cuaca untuk auto pilot-nya proaksis. Jadi kita bisa kesana, kita dipandu juga dengan radar dari KRI Bung Tomo," ujarnya.
Dia menceritakan saat kondisi di atas ketinggian 5000 kaki yang cuaca sangat ekstrem. Tim Basarnas diarahkan oleh radar KRI Bung Tomo untuk bisa mendarat.
"Tadi digaet dengan KRI Bung Tomo. Ya kita ikuti prosedur pendekatan dengan cuaca buruk. Ya tadi kita menggunakan radar KRI Bung Tomo untuk lending," jelasnya.
Ketika mendarat di KRI Bung Tomo, menurut dia helikopter Dolphin bergoyang lantaran cuaca buruk dengan curah hujan yang sangat deras.
"Ya pastinya goyang karena cuaca ekstrem," katanya.
Dia menambahkan, ketika mengevakuasi jenazah di KRI Bung Tomo, pihaknya langsung membawa 2 jenazah sekaligus dengan menggunakan tandu. Selain itu, jenazah sudah dibungkus oleh kantong mayat.
"Sudah dikantongi. Kita ambil yang sudah dievakuasi di KRI Tom jadi kita tinggal ambil saja. Langsung ambil dua jenazah, tapi kita sebenarnya ada tiga tapi karena tempat terbatas."
Tak hanya itu, Tim Basarnas yang melakukan evakuasi juga mengajak Pasukan Katak TNI AL untuk membantu proses evakuasi di bawah laut.
"Tadi crew 3 dan rescue 1 dan membawa 3 Kopaska untuk tinggal di KRI Tomo."