Kisah Miris Warga Kukar, Penghasilan Rp 200 Ribu/Bulan & Anak Tak Bisa Sekolah
Burhanudin (43), bersama istrinya, Erna (35), jadi salah satu potret warga miskin di Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang kaya akan sumber minyak dan gas bumi. Hasil memulung sampah di sungai, cuma cukup untuk makan sehari-hari.
Burhanudin (43), bersama istrinya, Erna (35), jadi salah satu potret warga miskin di Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang kaya akan sumber minyak dan gas bumi. Hasil memulung sampah di sungai, cuma cukup untuk makan sehari-hari.
Sementara, ketiga anak perempuannya, satupun tidak ada yang bersekolah. Merdeka.com, Minggu (27/1), menyambangi kediaman Burhanudin.
-
Apa yang menjadi ciri khas kerajinan di daerah Karet Tengsin? Di wilayah Karet Tengsin, kerajinan yang jadi andalan adalah industri kulit dan batik Betawi.Perkembangannya mulai melesat pada 1950-an, dan ditandai dengan tingginya permintaan pasar dan hadirnya berbagai motif.
-
Kapan KEK Singhasari diresmikan? KEK Singhasari berlokasi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, wilayah ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus sejak 27 September 2019.
-
Apa yang terkenal dari Kampung Kemasan? Tak jauh dari pusat Kabupaten Gresik, ada sebuah kampung yang terkenal dihuni oleh para crazy rich sejak ratusan tahun lalu. Namanya Kampung Kemasan.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Apa yang ditemukan di Kalimantan Utara? Lempeng tektonik berumur 120 juta tahun dengan ukuran seperempat dari Samudera Pasifik terungkap berada di Kalimantan Utara setelah sebagian besar bagian kerak Bumi masuk ke dalam lapisan dalam Bumi.
-
Apa yang ditemukan di Kalimantan? Sisa-sisa kuno bagian bumi yang telah lama hilang ditemukan di Kalimantan. Penemuan lempeng Bumi yang diyakini berusia 120 juta tahun.
Dari Samarinda, perjalanan darat ditembus 40 menit hingga ke kantor Satuan Polair Polres Kukar, di Desa Sungai Meriam, Anggana. Menggunakan speedboat, lalu menyeberangi Sungai Mahakam sekira 20 menit, menuju ke sebuah daratan atau pulau, di tengah lebarnya alur Sungai Mahakam. Ada tiga bangunan rumah di situ, tempat Burhanudin tinggal.
Keluarga Burhanudin di Anggana Kukar ©2019 Merdeka.com/Saud Rosadi
Burhanudin dan istrinya, juga tiga anak gadisnya Siti Hajijah (11), Aisyah (9) dan Albayah (4), menyambut dengan senyum. Wajar saja, kedatangan tamu bagi mereka adalah hal yang sangat langka. Karena, tempat tinggal mereka berada di tempat terpencil.
"Silakan masuk Pak. Anak-anak saya senang kalau ada tamu. Seperti inilah tempat tinggal kami," kata Burhanudin, mengawali perbincangan.
Awalnya, Burhanudin tinggal di bibir sungai. Kekhawatiran dia kejadian angin kencang di malam hari, memaksa harus membangun rumah lagi agak masuk ke darat, dari kayu, seng dan papan bekas yang dipungutnya di sungai.
"Khawatir ambruk Pak, kalau malam angin kencang," ujar dia.
Untuk ditinggali Burhanudin bersama empat anggota keluarganya selama 18 tahun terakhir ini, rumah itu terbilang sangat sempit. Cuma ada satu bola lampu, menerangi seisi rumahnya kala malam hari. Sumber listriknya, dari mesin genset. Hawa udara terasa cukup pengap. Tidak ada radio, televisi, apalagi ponsel.
Keseharian Burhanudin, hidup dari hasil memulung sampah di kolong rumah warga di bantaran sungai di Anggana. Modal dia, hanya perahu kecil, yang dia gunakan menyeberangi lebarnya sungai Mahakam.
"Dulu, saya pencari kayu bakar. Karena sekarang sudah sakit-sakitan, jadi sekarang memulung saja, saya jual di Samarinda. Buat makan istri dan anak saya. Ada juga ibu saya," ungkapnya.
Keluarga Burhanudin di Anggana Kukar ©2019 Merdeka.com/Saud Rosadi
Penghasilannya pun tidak menentu. Sebulan, paling banyak hanya dapat Rp 200 ribu. Itupun, sekarang ini tidak setiap hari dia pergi memulung. "Kalau ombak sungai besar dan pasang, saya tidak pergi memulung," terangnya.
Penghasilannya selama ini, membuat dia urung menyekolahkan ketiga anaknya. Padahal, dia sangat ingin menyekolahkan anaknya. Terutama, Siti Hajijah, yang kini beranjak remaja.
"Kalau hitungan sebulan itu, Alhamdulillah cukup buat makan, juga beli minyak perahu kalau lagi mulung Pak," sebutnya.
"Kalau anak saya sekolah, saya harus pulang pergi mengantar ke sekolah, dan itu perlu biaya. Bingung saya, dapat uang darimana? Semoga saja anak saya bisa bersekolah," ungkapnya lagi.
Setiap hari, Burhanudin dan anak-anaknya, cuma jadi penonton lalu lalang kapal ponton memuat batubara dan kapal minyak, melintas di hadapan mereka. Padahal, perairan kecamatan Anggana hingga muara laut, jadi kecamatan terkaya di Kutai Kartanegara, tempat beroperasinya perusahaan minyak dan gas bumi.
"Saya punya keluarga di Samarinda. Kalau sudah jadi orang besar, mana mau jenguk keluarganya yang hidup seperti ini. Tidak apa-apa Pak. Sudah 18 tahun tinggal, tidak ada Pemkab (Kutai Kartanegara) datang mendata, menjenguk. Cuma baru-baru ini, dari Bapak Polair yang datang menengok ke sini," sebut Burhanudin.
Burhanudin, memang jadi perhatian Satpolair Polres Kukar. Mereka sebelumnya menyisir daratan, untuk melakukan pengecekan warga yang tinggal di areal terpencil.
Keluarga Burhanudin di Anggana Kukar ©2019 Merdeka.com/Saud Rosadi
"Iya, kami kemarin saat patroli, kami tengok, ternyata ada yang tinggal di sini, warga kurang mampu," kata Kasat Polair Polres Kutai Kartanegara, Iptu Arya Novandi.
"Kami menjembatani keluarga, dan orangtua, agar tiga anaknya bisa bersekolah. Karena belum bersekolah sama sekali. Tujuan pendidikan kan ke depan untuk perbaikan hidup keluarganya," ujar Arya.
Soal biaya, Arya sudah menyampaikan kepada Burhanudin dan istrinya agar tidak perlu pusing memikirkan.
"Kita kan izin orangtua dulu, ajak anaknya untuk bersekolah. Rencana, pengenalan awal, bisa ke panti dulu, atau ke pesantren supaya tidak kaget dengan lingkungan, dan bertemu orang banyak. Soal biaya, kita tanggung sendiri," demikian Arya.
Baca juga:
Strategi Bappenas Kejar Target Indeks Pembangunan Manusia 71,98 persen di 2019
Ini Program Kerja Pemerintah Tekan Kemiskinan di 2019
Strategi Wapres JK Kurangi Ketimpangan di Indonesia
Potret Kemiskinan di Samarinda, 3 Warga Terlantar Hingga Meninggal Dunia
Ganjar Sarankan Santunan Orang Miskin dan Pengemis Lewat Lembaga Resmi
Tekan Gini Ratio ke 0,38, Pemerintah Dorong Industri 4.0 dan Ekonomi Digital