Kisah Nenek Marsiyatim kembali bertemu anak usai 50 tahun lebih berpisah
Marsiyatim bercerita, perjalanannya dimulai dari Surabaya hingga tiba ke Jakarta. Ia mengaku dahulu tinggal bersama anak-anaknya di sebuah rumah kontrakan di Ambengan Batu, Gang 1 Nomor 33, Surabaya, Jawa Timur.
Marsiyatim (80) seorang penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, Margaguna, Jakarta Selatan, bertemu kembali dengan putra putrinya. Dirinya saat itu terpisah dengan buah hatinya selama hampir 55 tahun.
Marsiyatim yang berasal dari Surabaya ini mengaku memiliki suami dan empat orang anak. Namun, suami yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia. Kondisi single parent membuatnya harus banting tulang menghidupi anak-anaknya.
"Waktu itu tahun 1963. Saya ditinggalin suami. Anak-anak sama saya," ujar Marsiyatim saat ditemui di panti, Jumat (3/11).
Marsiyatim bercerita, perjalanannya dimulai dari Surabaya hingga tiba ke Jakarta. Ia mengaku dahulu tinggal bersama anak-anaknya di sebuah rumah kontrakan di Ambengan Batu, Gang 1 Nomor 33, Surabaya, Jawa Timur. Karena kebutuhan ekonomi yang mencekiknya pada saat itu, ia akhirnya memutuskan pergi meninggalkan anak-anaknya untuk mencari pekerjaan.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Mengapa harta karun itu di kubur? Hipotesis mereka saat ini adalah koin-koin ini mungkin adalah uang tunai milik orang kaya raya dari ratusan tahun lalu, sebagai alat pembayaran untuk pengeluaran dengan nominal kecil, kata arkeolog dalam rilis tersebut.
-
Bagaimana Heru Budi Hartono ingin menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta? Menurut Heru, kondisi ini perlu dievaluasi bersama. Hal itu disampaikan Heru saat membuka focus group discussion (FGD) terkait penanganan kemacetan di Ibu Kota di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Kamis (6/7). "Hari ini kita kumpul karena tuntutan dari masyarakat untuk diskusikan bagaimana salah satunya mengatasi kemacetan. Banyak masukan-masukan bagaimana kalau jam kerja dibagi. Terutama pada saat saya diskusi dengan Pak Kapolda, Pak dirlantas. Kalau jam 6 itu seperti air bah. Dari bekasi, Tangerang, Depok, jam yang sama menuju Jakarta."
-
Kapan Harun Kabir meninggal? Tanggal 13 November 1947, jadi hari terakhir Harun Kabir dalam menentang kekuasaan Belanda yang kembali datang ke Indonesia.
Kepergian dirinya, hanya diketahui oleh pamannya. Ia pergi bersama dengan ke enam orang temannya untuk menjadi asisten rumah tangga di Ambengan, Surabaya selama dua tahun. Karena rindu dengan anak-anaknya, ia berniat untuk pulang ke tempat anak-anaknya berada. Namun sayang, anak-anaknya sudah pindah dari kontrakan yang ia tinggali dulu.
"Saya tanya sama tetangga, anak saya ke mana? Enggak ada yang tahu. Paman juga saya tanya nggak tahu anak saya di mana," katanya.
Karena tak kunjung bertemu dengan anak-anaknya, Marsiyatim memutuskan untuk tinggal sementara dengan pamannya. Namun setelah itu, ia kembali mencari pekerjaan menjadi asisten rumah tangga.
Nasib berkata berbeda, dirinya justru menjadi kuli di sebuah proyek pembangunan. Pekerjaannya memindahkan besi dari satu tempat ke tempat lainnya. Saat bekerja, nasib buruk menimpanya.
"Saya lagi pindahin besi, tiba-tiba ada besi jatuh dari atas. Kaki kiri saya kena. Terus saya dibawa ke rumah sakit," ujar Marsiyatim.
Setelah dirawat di rumah sakit beberapa lama di rumah sakit, ia justru tak diantar pulang. Ia malah dibawa ke salah satu yayasan di daerah Surabaya. Ia berpindah-pindah menghuni di yayasan, hingga akhirnya ke yayasan yang ada di Jakarta, tepatnya di sekitar daerah Petojo, Gambir, Jakarta Pusat.
Dalam hal ini, dirinya tak mengingat nama yayasan tersebut. Yang ia tahu hanya yayasan itu bukan cuma terdiri dari lanjut usia saja, tetapi ada anak-anak remaja yang dirawat di sana.
Meskipun sudah lanjut usia, dirinya masih ingin bekerja dan meminta kepada yayasan agar ia bisa tinggal dengan temannya di daerah Manggarai, Bukit Duri, Jakarta Selatan. Pihak yayasan pun mengizinkan. Akhirnya, Marsiyatim bekerja kembali sebagai asisten rumah tangga. Rutinitasnya mencuci dan menyetrika di empat rumah dalam sehari secara bergantian, dengan upah sebesar Rp 35.000 per bulan untuk setiap rumahnya.
Singkat cerita, Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, Marjito menjelaskan, Marsiyatim hingga dapat menghuni di tempatnya karena laporan dari masyarakat.
"Mereka berinisiatif untuk membantu terkait administrasi agar dapat dirawat di Panti Sosial. Marsiyatim menuruti perkataan dari tokoh masyarakat untuk ikut dengan petugas demi kesembuhan kaki kirinya akibat kecelakaan kerja sebelumnya dan masih belum pulih. Kami terima di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna pada 29 Oktober 2015. Selama di panti, Marsiyatim sangat mandiri dalam beraktivitas," ujar Marjito.
Saat menghuni, lagi-lagi nasib buruk menimpa Marsiyatim. Ia terjatuh ke dalam selokan hingga membuatnya tidak dapat beraktivitas seperti biasanya.
"Saat itu kami rujuk ke Rumah Sakit Tarakan. Ia dirawat beberapa hari di sana," kata Marjito.
Di rumah sakit, Marsiyatim kerap berbincang dengan pasien lain tentang perjalanannya. Mendengar kisah perjalanannya, salah satu pasien ternyata secara kebetulan memiliki saudara di Surabaya. Mula-mula pasien itu mencoba menghubungi saudaranya yang tinggal di Surabaya untuk membantu mencarikan keberadaan anak Marsiyatim, hingga akhirnya berhasil.
"Pada hari Kamis 2 November kemarin, anak Marsiyatim yang bernama Sukarman datang bersama dengan Pak RW juga ditemani anggota organisasi MUI datang ke Jakarta untuk bertemu sekaligus membawa Marsiyatim kembali ke Surabaya," ungkap Marjito.