Komisi III DPR jamin tidak beri BIN kewenangan menangkap teroris
Dalam menjalankan tugasnya, BIN seharusnya bisa menjaga jarak dengan subjeknya.
Anggota Komisi III DPR Asrul Sani menyatakan tidak akan memberikan kewenangan penangkapan paksa kepada BIN. Dia pun menegaskan, semua fraksi di DPR satu suara menolak memberikan kewenangan tersebut dalam revisi UU Terorisme.
Wacana perluasan kewenangan BIN itu mengemukakan pasca terjadinya bom Sarinah pada Januari 2016 silam. Menurutnya, lembaga negara di bidang intelijen itu harus sesuai dengan tupoksinya, yakni memberikan data kepada kepolisian.
"BIN sudah pada tupoksinya. Itu di DPR sudah final. Tidak ada fraksi yang berbeda pendapat. Gak mau kita memberikan upaya paksa kepada BIN dalam bentuk apa pun," kata Asrul dalam diskusi yang digelar KontraS, Minggu (28/2).
Lebih lanjut, politikus PPP itu menambahkan, dalam menjalankan tugasnya, BIN seharusnya bisa menjaga jarak dengan subjeknya. Jika badan pemerintah itu meminta kewenangan penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan, itu bukan tupoksinya.
"BIN harus pada tupoksinya, melakukan operasi intelijen, itu pasti menjaga jarak dari subjek yang diintainya, bukan malah menyatu dengan subjeknya," ujarnya.
Asrul menambahkan, jika BIN diberikan kewenangan menangkap, itu berarti Indonesia kembali ke zaman Orde Baru. Menurutnya, di zaman Orba yang dipimpin Presiden Soeharto, BIN dapat menangkap dan menginterogasi orang yang diduga melakukan makar.
"Kita gak mau juga kan kembali lagi ke zaman orde baru," ujarnya.