Komisi VIII DPR Minta Bansos Tak Jadi Alat Politik di Pilkada 2024
Menurut DPR, momentum pelaksanaan pilkada seperti saat ini berpotensi memunculkan kasus politisasi bansos.
Anggota Komisi VIII DPR RI, I Ketut Kariyasa Adnyana mengingatkan Kementerian Sosial (Kemensos) mencegah bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh kementerian tersebut dimanfaatkan sebagai alat politik oleh oknum tertentu.
- Sebelum Pengesahan RUU Pilkada, DPR Pertimbangkan Suara Rakyat
- Politisi PDIP Sebut Pembagian Bansos Dimanfaatkan untuk Kepentingan Elektoral
- Dipanggil Komisi VI DPR soal Politisasi Bansos, Mendag Zulkifli Hasan: Saya Senang!
- PDIP: Mensos Risma Janji Bantu Pastikan Tidak Ada Politisasi Bansos saat Pilpres 2024
"Jangan sampai program-program yang pada intinya untuk mengentaskan kemiskinan itu dipakai kepada unsur politik, apalagi sekarang pilkada," ujar Kariyasa dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR bersama Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/11).
Menurut dia, momentum pelaksanaan pilkada seperti saat ini berpotensi memunculkan kasus politisasi bansos, agar oknum-oknum tertentu dapat memenangi pilkada.
"Karena kita tahu sekarang lagi pilkada sangat ramai-ramai, ujung-ujungnya kalau itu dikasih sembako dan sebagainya itu berpengaruh terhadap bagaimana memilih memimpin yang terbaik di masing-masing daerah, baik bupati, kemudian gubernur," ucap dia, dikutip dari Antara.
Sejalan dengan itu, Kariyasa mengingatkan Kemensos bahwa penyaluran bansos harus berdasarkan data yang dimiliki oleh kementerian tersebut. Bukan data-data dari tokoh politik tertentu.
Sebelumnya, Mensos Saifullah mengatakan, integrasi data tunggal terpadu terkait penerima bantuan sosial (bansos) menjadi solusi untuk mengurangi bias penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran.
Saifullah mengakui usulan terkait Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang selama ini menjadi rujukan untuk penyaluran berbagai bansos dari Kemensos memang masih memiliki bias, antara data di dalam sistem dengan informasi di lapangan, mengingat usulan data tersebut datang dari bermacam latar belakang.
"Bukan tidak tepat sasaran, jadi ya ada biasnya lah karena kan ada yang meninggal, kadang belum dilaporkan. Ada yang sudah pindah tempat, belum melapor sehingga bantuannya tetap ke situ kan gak boleh. Maka itulah, Presiden meminta supaya kami bisa mewujudkan data tunggal itu," katanya usai kegiatan Penyerahan Bantuan Hasil Respon Kasus bersama KitaBisa di Jakarta Timur.
Dia berharap dengan data tunggal yang dihimpun dan distandardisasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bias tersebut dapat dikurangi hingga nol persen, mengingat semua kementerian, lembaga, dan perusahaan terkait dengan penyaluran bansos (PLN dan Pertamina) nantinya menggunakan data yang sama.