Kompol Legimo tak mau bicara soal simulator SIM
Perwira menengah ini tersenyum di atas jok empuk Toyota Alphard yang mewah dan mahal.
Bendahara Korlantas Polri, Kompol Legimo Pudjosumarto, menutupi soal dugaan aliran dana proyek pengadaan simulator SIM ke beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengelak cuma ditanya soal tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh Djoko Susilo.
"Ditanya 28 pertanyaan. Soal TPPU aja. Soal Primkoppol. Aliran dana ke DPR nggak ada," kata Legimo kepada wartawan usai diperiksa 10 jam lebih di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/3).
Legimo sembari dikawal beberapa orang tidak mau bicara banyak soal adanya dugaan aliran dana simulator. Dia hanya mengumbar senyum sembari duduk manis di mobil Toyota Vellfire hitam bernomor B 161 NU.
Beberapa waktu lalu, terpidana kasus suap Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin, menuding politikus Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan di Komisi III DPR terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas Polri.
Politikus asal partai berlambang pohon beringin yang disebut Nazaruddin terlibat perkara simulator adalah Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo. Sementara politikus asal PDIP yang juga dituding bermain dalam proyek simulator adalah Herman Heri.
Namun, Nazaruddin enggan berkomentar sejauh mana keterlibatan ketiga politikus itu. Dia juga enggan mengungkap bukti apa yang dia miliki, dan berani menuding tiga politikus itu terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan simulator.
Nama Herman Heri juga disebut-sebut dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan Solar Home System, di Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2007 dan 2008.
Dalam persidangan, terpidana Kosasih Abbas memaparkan data, Herman Heri meminta jatah proyek itu di beberapa daerah. Menurut Kosasih, Herman Heri tidak sendiri meminta jatah proyek SHS. Dia mengatakan beberapa politikus lain, yakni Gusti Iskandar dan Teuku Rifki Harsya, diduga juga bermain dalam proyek itu. Selain itu, nama adik Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Dony Yusgiantoro, serta mantan Kepala Badan Narkotika Nasional, Gories Mere, diduga ikut ambil bagian dalam proyek itu. Bahkan, seorang anggota Badan Intelijen Negara bernama Rachman Pelu juga turut ambil bagian menggarap proyek itu.
Menurut Kosasih, Herman Heri memiliki anak buah bernama Anang yang menjadi perpanjangan tangan buat mengurusi proyek itu.
Sesuai peraturan pemerintah No 50 tahun 2010, Polri selaku lembaga negara berhak menggunakan 90 persen Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)yang disetorkan ke negara untuk membiayai kegiatan-kegiatan di Polri. Pada 2010, Polri menyetor PNBP Rp 3 triliun.
Namun, biaya dikeluarkan buat kegiatan-kegiatan di Polri itu tidak serta merta langsung mencomot dari PNBP. Melainkan harus berdasarkan pada penetapan pagu anggaran, yang dibahas terlebih dulu antara Kementerian Keuangan dengan Polri. Hasil pembahasan pagu itu kemudian dimasukkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011, yang diusulkan pemerintah, dalam hal ini Polri, ke DPR.
Usulan pagu anggaran itu kemudian dibahas di Komisi III DPR, dengan Polri sebagai mitra kerja, melalui nota keuangan. Kemudian juga dilakukan pembahasan dalam rapat kerja anggaran melibatkan tiga unsur, yakni Kementerian Keuangan, Komisi III DPR, dan Polri. Hasilnya dinamakan Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian dan Lembaga (RKA-KL).
Hasil pembahasan oleh DPR dan Polri dalam bentuk RKA-KL, kemudian disodorkan lagi ke Kemenkeu. Kemenkeu kemudian menelaah RKA-KL dan hasil akhirnya menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Konon, salah satu pimpinan Komisi III yakni Benny Kabur Harman, dan tiga anggota komisi lainnya, Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, dan Herman Heri, diduga melihat peluang buat ikut bermain dan meminta bagian dari anggaran PNBP proyek simulator, saat usulan DIPA sudah disetujui dan diteken. Dari empat orang itu, Benny diduga hanya menunggu penyerahan uang.
Kabarnya, Bambang, Aziz, dan Herman diduga sempat beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak Korlantas. Mereka diduga meminta jatah (fee) miliaran rupiah buat memuluskan pembahasan DIPA simulator. Dalam salah satu pertemuan, ketiganya bertemu dengan Ketua Panitia Lelang dan Pengadaan Simulator, AKBP Teddy Rusmawan, dan mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo, di Restoran Jepang Nippon-Kan di dalam Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, sekitar 2010.
Semua anggota dewan tersebut membantah mentah-mentah tudingan korupsi tersebut.
Sebagai tindak lanjut pertemuan itu, Bendahara Korlantas dan Sekretaris Panitia Pengadaan Simulator, Kompol Legimo Pudjo Sumarto, telah memberikan permintaan keempat anggota DPR itu.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus proyek pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi roda dua dan empat, di Korps Lalu Lintas Polri tahun anggaran 2011. Mereka adalah mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo, Wakil Kepala Korlantas Polri non-aktif Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang, dan Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto. Sukotjo S. Bambang sudah dibui di Rumah Tahanan Kebon Waru, Bandung, lantaran terjerat kasus penggelapan.
Sukotjo S. Bambang adalah 'peniup peluit' (whistleblower) yang mengungkap kasus dugaan korupsi senilai Rp 198,6 miliar itu. Sukotjo juga menyatakan punya setumpuk data lain soal dugaan korupsi pengadaan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (pelat nomor) di Korlantas Polri. Menurut dia, ada beberapa petinggi Polri terlibat dalam permainan proyek itu. Sukotjo saat ini ada dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).
KPK menganggap Irjen Pol Djoko Susilo sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, dan Brigjen Pol Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, menyalahgunakan wewenang dalam proyek pengadaan simulator SIM roda dua dan empat pada 2011.
Akibat ulah Djoko, Didik, Budi, dan Sukotjo, negara merugi Rp 198,6 miliar dalam proyek pengadaan simulator SIM 2011. Djoko dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
-
Apa yang diubah oleh Korlantas Polri terkait ujian praktik SIM? Korlantas Polri resmi mengubah sirkuit untuk ujian praktik pembuatan surat izin mengemudi (SIM).
-
Bagaimana konsep baru ujian praktik SIM akan diterapkan? Ini baru konsep. Kami ajukan dahulu mudah-mudahan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya bisa berlaku secara nasional
-
Kapan perubahan konsep ujian praktik SIM ini akan diterapkan? Ini baru konsep. Kami ajukan dahulu mudah-mudahan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya bisa berlaku secara nasional
-
Siapa yang mengajukan konsep baru ujian praktik SIM? Ide konsep ini berasal dari Polres Bantul.
-
Kapan eSIM Kuota S diluncurkan? Smartfren memberikan pilihan eSIM terbaru dengan harga yang jauh lebih kompetitif, yaitu eSIM Kuota S seharga Rp25.000.
-
Kapan SIM Keliling beroperasi? Cara perpanjang SIM di SIM keliling cukup mudah dan praktis. Selain bisa datang langsung ke kantor Samsat, pemohon bisa perpanjang SIM di SIM keliling. Biasanya, petugas akan mengunjungi tempat-tempat umum terdekat yang memudahkan para pemohon.