Kompolnas Minta Klarifikasi Kapolda Sulsel soal Dugaan Intimidasi Wartawan Buntut Berita Pungli Pembuatan SIM
Kompolnas sudah melayangkan surat klarifikasi kepada Kapolda Sulsel. Namun belum direspons.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti meminta Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Andi Rian Djajadi untuk memenuhi undangan klarifikasi terkait dugaan sikap intimidasi ke seorang wartawan media online di wilayah hukumnya.
“Belum (direspons). Kompolnas sudah mengirimkan surat klarifikasi ke Polda Sulsel dengan Surat Kompolnas No.B-325/Kompolnas/9/2024, tanggal 10 September 2024,” tutur Poengky saat dikonfirmasi, Sabtu (14/9).
- Tegas, Kapolda Instruksikan Propam Periksa Dirlantas Polda Sulteng Ogah Diwawancara Jurnalis SCTV Pakai Handphone
- Dirlantas Polda Sulteng Ogah Diwawancara Wartawan SCTV Pakai Handphone, Begini Respons Kompolnas
- Kompolnas Minta Polisi Tak Buru-Buru Keluarkan Sprindik Baru untuk Pegi Setiawan, Ini Alasannya
- Kompolnas Minta Komika Diduga Jadi Korban Salah Tangkap di Pasuruan Segera Lapor
Poengky menyebut, pihaknya masih menunggu sikap kooperatif dari Andi Rian untuk memenuhi undangan klarifikasi tersebut.
“Kami menunggu. Mudah-mudahan segera direspons. Jika belum direspons juga, kami akan mengirimkan surat klarifikasi kedua,” jelas dia.
Adapun batas waktu pemanggilan pertama itu tergantung kecepatan proses surat menyurat Polda yang diminta untuk klarifikasi. Sejauh ini, Kompolnas mencatat rekam jejak Polda yang paling cepat merespons, salah satunya Polda Sumatera Utara.
“Kalau sampai klarifikasi kedua belum direspons, maka kami akan hadir ke Polda Sulsel,” Poengky menandaskan.
Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turun tangan soal insiden Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Pol Andi Rian R Djajadi yang memarahi jurnalis, Heri Siswanto. Insiden itu terjadi karena pemberitaan adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan SIM di Polres Bone.
Perwakilan Kompolnas, Poengky Indarti menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengirimkan surat klarifikasi terkait insiden tersebut.
"Kompolnas akan mengirimkan surat klarifikasi ke Polda Sulawesi Selatan terkait dengan pemberitaan media ini," ujar Poengky dalam keterangan yang diterima Minggu (8/9).
Sebelumnya, Heri Siswanto mengaku diintimidasi oleh Irjen Pol Andi Rian R Djajadi melalui sambungan telepon setelah dia memberitakan adanya pungli di Polres Bone. Menurut Heri, Kapolda Sulsel marah besar dan menuduhnya menyudutkan institusi kepolisian.
"Dia (Andi Rian) marah-marah dan mengatakan, 'apa masalahmu dengan polisi, mengapa kamu sering memberitakan hal-hal miring tentang polisi. Kamu tahu nggak kalau kamu memberitakan polisi, itu kamu menghajar institusi’,” ungkap Heri, menirukan ucapan Kapolda pada Selasa (3/9).
Bukan hanya itu, Heri menyebut juga bahwa Andi Rian menyinggung istri Heri Siswanto yakni Gustina Bahri yang bekerja sebagai ASN Polri di Polres Sidrap jajaran Polda Sulsel. Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, Gustina Bahri dimutasi ke Polres Kepulauan Selayar yang terletak di ujung Sulawesi Selatan.
Mutasi ini diduga kuat sebagai bentuk balas dendam dari Kapolda Sulsel atas pemberitaan yang dibuat Heri mengenai pungli SIM. Kasus ini kini menjadi perhatian serius di kalangan publik dan mengundang reaksi dari berbagai pihak.
Dengan adanya langkah dari Kompolnas, diharapkan ada kejelasan dan tindakan yang adil terkait insiden ini, yang menyangkut kebebasan pers dan integritas institusi kepolisian.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan, Farid Mamma menyesalkan tindakan Kapolda Sulsel Irjen Pol Andi Rian R Djajadi yang diduga memarahi wartawan, Heri Siswanto, setelah memberitakan dugaan pungutan liar (pungli) di Polres Bone.
"Sangat disayangkan jika memang benar intervensi dan intimidasi itu dilakukan oleh Pak Kapolda Sulsel. Padahal tanpa peran media, kelakuan anggotanya yang mencoreng nama baik institusi Polri tidak akan terungkap," ujar Farid Mamma, SH, MH, kepada wartawan, Rabu (4/9).
Menurut dia, peran media dalam mengungkap praktik korupsi dan penyimpangan lainnya sangat penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Farid mengatakan tindakan intimidasi terhadap wartawan justru akan memperburuk citra kepolisian di mata masyarakat.
Adik kandung mantan Waka Bareskrim Polri, Irjen Pol (Purn) Syahrul Mamma, itu juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengevaluasi Kapolda Sulsel terkait insiden tersebut. Dia menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Kapolda Sulsel dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri.
Hal senada diungkap Ketua Umum Serikat Wartawan Media Online Republik Indonesia (SEKAT-RI), Ibhe Ananda, mengecam keras tindakan Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Andi Rian R Djajadi, yang memarahi seorang wartawan media online setelah memberitakan dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) Polres Bone.
Menurut Ibhe, tindakan yang dilakukan oleh Kapolda Sulsel tersebut mencerminkan sikap yang tidak terpuji dari seorang pimpinan kepolisian.
"Sebagai seorang pemimpin, Pak Kapolda seharusnya merasa senang jika ada wartawan yang berani mengungkap tindakan oknum polisi yang mencoreng nama baik institusi Polri. Bukan malah memarahi wartawan," ujar Ibhe, pada Rabu (4/9).
Ibhe menambahkan bahwa sikap Irjen Pol Andi Rian bertentangan dengan prinsip Presisi yang selama ini didengungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, Berkeadilan) seharusnya menjadi landasan dalam bertindak dan merespons segala bentuk kritik dan masukan, termasuk dari media.
"Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi di tubuh Polri. Tindakan memarahi wartawan karena memberitakan kebenaran adalah bukti nyata bahwa prinsip ini belum sepenuhnya diinternalisasi oleh pimpinan di tingkat daerah," tambah Ibhe.