KPK Tetapkan Tujuh Tersangka Kasus Korupsi LPEI, Kerugian Negara Rp3,4 Triliun
Salah satu pihak ditetapkan menjadi tersangka kasus LPEI adalah penyelenggara negara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh tersangka kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dari kasus tersebut, negara mengalami kerugian mencapai Rp3,4 triliun.
- Deretan Kekalahan KPK Lawan Tersangka Kasus Korupsi di Sidang Praperadilan
- KPK Sita Rp36 Miliar Atas Kasus Korupsi Eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin
- KPK Ungkap Negara Rugi Rp5,2 Triliun dan 2,7 Juta USD dari 13 Perkara Korupsi
- Sudah Naik Penyidikan, KPK Beberkan Modus Korupsi LPEI Rugikan Negara Rp3,4 Triliun
"Untuk diketahui per tanggal 26 juli 2024, KPK telah menetapkan 7 orang tersangka," kata Juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto melalui keterangan tertulisnya, Rabu (30/7).
Tessa mengatakan, salah satu pihak ditetapkan menjadi tersangka kasus LPEI adalah penyelenggara negara. Hanya saja, KPK belum membeberkan indentitas penyelenggara dan enam tersangka lainnya tersebut.
Proses penyitaan barang bukti juga telah dilakukan tim penyidik KPK. Untuk selanjutnya, KPK bakal memeriksa saksi tersebut.
"Proses penyidikan saat ini sedang berjalan dengan pemeriksaan saksi-saksi serta penyitaan barbuk," ucap Tessa.
Dari kasus tersebut, telah terjadi fraud atau kecurangan dilakukan tiga perusahaan sehingga mengakibatkan negara rugi hingga Rp3,451 triliun.
"Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp800 miliar, PT RII sebesar Rp1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp1,051 triliun," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada wartawan Selasa (19/3).
Di saat bersamaan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut dugaan terjadinya fraud tersebut semula adanya penyimpangan pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI.
"Secara umum sebetulnya terkait dengan pembiayaan sebagaimana perbankan, kenapa kemudian kredit itu macet umumnya terjadi karena kurang hati-hatinya komite kredit atau pihak lembaga yang memberikan kredit itu terhadap kondisi dari debitur," ujar Alexander.
KMKE dalam hal ini diduga mengabaikan jaminan kelayakan pengajuan pembiayaan serta adanya indikasi ketidakwajaran dari berdasarkan laporan keuangan tentang waktu Juni 2015. Dimana laporan ketidakwajaran tersebut dijadikan rujukan analisa pembiayaan ke PT PE.
"Jadi laporan keuangan PT PE diduga itu tidak mengandung kebenaran. Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiayaan ke PT PE," ucap Alex.
Pada saat pengajuan jaminan aset tetap oleh PT PE, kata Alex terdapat tiga ruangan kantor yang berpotensi gagal. Sebab belum diterbitkan sertifikat kepemilikan atas aset tersebut.
"Secara keseluruhan jaminan-jaminan yang diberikan PTPE itu lebih kurangnya tidak bisa menutup fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada PT PE. Jadi jaminannya rendah, tidak menutup kredit yang diberikan," imbuh dia.
Bahkan kata Alex terdapat dugaan penggelembungan nilai piutang PT. PE diantaranya peningkatan aset hingga dua kali lipat dikarenakan naiknya piutang dan pencatatan semu atas akuisisi.
"Ini beberapa dugaan fraud yang dilakukan disebabkan tidak telitinya dari eks Komite Kredit dari LPEI dalam menganalisis laporan-laporan keuangan yang disampaikan PT PE," kata Alex.