KPK Tolak Permintaan Polda Metro Supervisi Kasus Pemerasan SYL, Ini Alasannya
KPK menolak permintaan Polda Metro Jaya untuk melakukan supervisi kasus dugaan pemerasaan Firli terhadap SYL.
Keputusan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dan Rakor bersama Polda Metro Jaya yang digelar pada hari ini, Jumat (17/11).
KPK Tolak Permintaan Polda Metro Supervisi Kasus Pemerasan SYL, Ini Alasannya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan Polda Metro Jaya untuk melakukan supervisi kasus dugaan pemerasaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Keputusan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dan Rakor bersama Polda Metro Jaya yang digelar pada hari ini, Jumat (17/11).
"Dalam rapat tersebut diputuskan untuk mengoptimalkan fungsi koordinasi dan tidak sampai ke langkah supervisi," kata Ade di Polda Metro Jaya.
- KPK dan Polda Metro Jaya Batal Bertemu Bahas Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri, Ini Penyebabnya
- Polda Metro Jaya Sebut KPK Sudah Terima Supervisi Penyidikan Kasus Pemerasan SYL
- KPK Belum Terima Surat Supervisi Kasus Pemerasan Syahrul Yasin Limpo dari Polda Metro
- Kapolda Metro Jaya Surati KPK, Ajukan Supervisi Usut Kasus Dugaan Pemerasan Syahrul Yasin Limpo
Ade mengatakan, dalam rapat, penyidik KPK menyampaikan tidak menemukan kendala maupun hambatan selama proses penyidikan kasus dugaan pemerasan Firli terhadap SYL.
Sehingga, diiputuskan untuk mengoptimalkan fungsi koordinasi dari Deputi Korsup KPK RI dalam bentuk tukar menukar informasi, maupun perbantuan lainnya dalam rangka mendukung penyidikan yang saat ini sedang dilakukan oleh tim penyidik Dirreskrimsus Polda Metro Jaya.
"Jadi penyidikan kasus tetap, penyidik gabung dari Dirreskrimsus PMJ dan Dittipidkor Bareskrim Polri ya. Jadi fungsi dari Deputi Korsup di sana adalah untuk mengoptimalkan fungsi koordinasi tidak sampai ke supervisi karena dari hasil pemaparan penyidik tadi bahwa yang berjalan sidiknya kemarin penyidik belum menemukan kendala maupun hambatan yang berarti,"
ujar dia.
merdeka.com
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, supervisi dilaksanakan didasarkan pada Perpres 102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam aturan tersebut, KPK baru bisa melaksanakan supervisi jika perkara tidak berjalan dalam waktu 2 tahun atau lebih.
"Sementara perkara yang dimintakan supervisi oleh Polda Metro Jaya mulai Agustus 2023. Artinya baru tiga bulan," ujar Ghufron.
Maka dari itu, Ghufron menyebut pihaknya masih mempertimbangkan supervisi tersebut agar bisa sesuai dengan prosedur hukum, mengingat kasus ini menjadi sorotan di masyarakat.
"Kami memahami Polda Metro Jaya meminta supervisi dalam kasus ini sebagai itikad transparansi agar proses hukum perkara ini akuntabel. Untuk itu masih kami pertimbangkan karena kamipun memahami segenap masyarakat memperhatikan perkara ini dan menunggu proses hukum yang akuntable namun kami harus tetap dalam prosedur hukum sesuai peraturan perundangan,"
tandasnya.
merdeka.com