KPK Ungkap Praktik Jual Beli Suara di Pemilihan Kepala Daerah
Pihak lembaga antirasuah tak bisa menangkapnya. Lantaran KPK dibentuk untuk menangani perkara dengan kerugian yang besar dan dengan nama besar.
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono menceritakan masa kecilnya di desa. Saat kecil, dirinya sudah melihat adanya suap menyuap dalam pemilihan kepala desa.
"Menjelang pemilihan suara ada pembelian suara yang lumayan besar, zaman saya kecil nilainya itu Rp25 ribu per orang," ujar Giri dalam pembukaan Sekolah Pemuda Desa 2020 'Menyemai Kemandirian Desa', Jumat (23/10).
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Apa yang ditemukan oleh KPK di kantor PT Hutama Karya? Penyidik, kata Ali, mendapatkan sejumlah dokumen terkait pengadaan yang diduga berhubungan dengan korupsi PT HK. "Temuan dokumen tersebut diantaranya berisi item-item pengadaan yang didug dilakukan secara melawan hukum," kata Ali.
-
Apa yang tertulis di karangan bunga yang diterima oleh KPK? Dalam karangan bunga tertulis 'selamat atas keberhasilan anda memasuki pekarangan tetangga'. Tertulis pengirimnya adalah Tetangga.
Giri mengaku tempat tinggal masa kecilnya sekitar 30 kilometer dari kota. Menurut Giri, bahkan jika ingin memenangkan ajang pemilihan kepala desa, sang calon bisa memberikan uang lebih banyak.
"Walaupun kepala desa enggak punya gaji. Dia hanya punya (tanah) bengkok, bengkoknya kalau enggak salah 8 hektare, kalau saya hitung pendapatannya hanya beberapa," kata dia.
Itu saat dirinya masih kecil, kini, kata Giri, untuk menjadi seorang kepala desa bisa mengeluarkan uang jauh lebih banyak. Berdasarkan informasi yang dia terima, seorang calon kepala desa berani mengeluarkan uang Rp1 juta untuk satu suara.
"Sekarang, kepala desa sudah berani menawar suara itu bisa sampai Rp1 juta. Di Luwu itu orang sudah berani bayar Rp1 juta jadi kepala desa. Di Grobogan Rp1 juta juga, di Sumenep harganya Rp1 juta. Gede ya. Ini ongkos politik di desa," kata dia.
Meski terjadi suap di desa, Giri mengatakan pihak lembaga antirasuah tak bisa menangkapnya. Lantaran KPK dibentuk untuk menangani perkara dengan kerugian yang besar dan dengan nama besar.
"Jangan semuanya berharap ini ke KPK, karena KPK menangani kasus yang besar-besar. Kalau di kabupaten yang bisa ditangkap KPK itu Bupati, Wakil Bupati, DPRD, pimpinan proyek, kepala proyek, polisi, jaksa, hakim, pengacara, sipir penjara, atau pemeriksa atau penyidik pajak," kata dia.
"Kalau kepala desa korupsi tidak bisa ditangkap KPK langsung, bisanya polisi dan Jaksa. Kecuali, kepala desa ditangkap, kasus ditangani polisi atau jaksa, kemudian kepala desa tersebut terlepas dari kasus terus dia bayar Rp10 juta ke polisi atau jaksa. KPK tangkap polisi dan jaksanya, bisa. Baru kepala desanya ditangkap," Giri menambahkan.
Reporter: Fachrur Rozie
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Harun Masiku Masih Buron, KPK Singgung Penangkapan Djoko Tjandra yang Bertahun-tahun
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman Resmi Ditahan KPK
ICW Soal Buronan Harun Masiku: KPK Bukan Tak Mampu Tapi Tak Mau Meringkus
KPK Tetapkan Dirut PT PAL Budiman Saleh Tersangka Korupsi PT Dirgantara Indonesia
Nurhadi Pakai Duit Suap Untuk Berlibur, Renovasi Rumah dan Beli Barang Mewah