Kuasa Hukum Menyayangkan Korban Pelecehan Seksual Malah Dicibir Politisasi Kampus
Amanda menuturkan selama kasusnya berjalan di kepolisian, korban sama sekali tidak mendapat perlindungan dari pihak kampus.
Mengenai pihak terlapor yaitu ETH yang akan membuat laporan balik, Amanda menuturkan itu sah saja dilakukan.
- Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan
- Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Pegawai UP Naik ke Penyidikan, Pengacara Harap Eks Rektor Segera Tersangka
- Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Rektor UP Nonaktif, Korban Mengaku Diminta Kampus Cabut Laporan di Polisi
- Dituduh Melakukan Kekerasan Seksual, Ketua BEM UI Dinonaktifkan
Kuasa Hukum Menyayangkan Korban Pelecehan Seksual Malah Dicibir Politisasi Kampus
Kuasa hukum RZ, korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan Rektor Universitas Pancasila (UP) non aktif Prof. Edie Toet Hendratno (ETH), Amanda Manthovani mengatakan, hingga saat ini kondisi korban belum stabil.
Rasa cemas yang dialami RZ makin hari makin tinggi.
“Kondisi kedua korban belum stabil, mereka makin cemas terutama RZ karena khawatir akibat banyak narasi di luaran bukan pada kasus pelecehan seksual. Tapi mereka (pihak lain) membangun narasi yang menyesatkan kasus yang sebenarnya,” kata Amanda, Sabtu (9/3).
Kecemasan yang dialami kedua korban terutama RZ yang masih berstatus pegawai tetap di kampus UP yaitu cibiran dan tudingan mengenai politisasi kampus.
Sehingga ketika berada di tempat kerja, RZ merasa terintimidasi karena ETH adalah orang yang berpengaruh dan berkuasa, Amanda meminta semua pihak ikut mengawal kasus ini sehingga kebenaran bisa terungkap.
“Iya masih ada cemas karena memang yang dilaporkan adalah orang yang berkuasa punya banyak uang dan kenalan petinggi-petinggi. Saya mengajak semua pihak untuk kawal kasus ini sampai terang, jangan sampai korban yang adalah karyawan biasa yang sudah dilecehkan yang awalnya ingin memperjuangkan keadilan malah berbalik diadili. Kawal kasusnya dan keadilan ditegakkan,” tegasnya.
Mengenai pihak terlapor yaitu ETH yang akan membuat laporan balik, Amanda menuturkan itu sah saja dilakukan. Namun ETH perlu bijak karena kasus yang menjeratnya saat ini masih berlangsung prosesnya.
“Sah-sah saja mau buat laporan balik, tapikan kasus masih berproses. Kalau memang sekiranya ada SP3 atau novum baru sah saja kuasa hukum melindungi klien,” ujarnya.
Amanda yang merupakan alumni Fakultas Hukum (FH) UP itu mengatakan dirinya sempat menjadi mahasiswa ETH di kampus. Namun dia menyayangkan perilaku ETH justru tidak mencerminkan sebagai pendidik yang baik. Terlebih, ETH adalah praktisi hukum dan bergelar guru besar yang seharusnya paham mengenai aturan hukum tapi justru melakukan tindak pelecehan seksual.
“Sangat disayangkan seseorang petinggi di kampus dan seorang profesor harusnya paham. Itu perhatian bagi kita bukan cuma sekedar gelar setinggi langit tapi juga jaga moral apalagi di instansi pendidikan,” katanya.
Amanda menuturkan selama kasusnya berjalan di kepolisian, korban sama sekali tidak mendapat perlindungan dari pihak kampus. Korban berjuang kesana kemari hanya didampingi kuasa hukum. Bahkan saat awal kasus terjadi, korban sudah berupaya membuat laporan ke yayasan namun tidak digubris.
“Tidak ada perlindungan pada para korban. tidak ada komunikasi. Korban gerak sendiri dengan kuasa hukum. Kami bersurat pada Komnas Perempuan dan LPSK. Dari pihak korban sudah bersurat pada yayasan meminta pertanggungjawaban yayasan untuk diselesaikan, tapi sampai saat ini bergulir pun pihak yayasan, ngga ada respon apapun,” pungkasnya.