Lebih dari Satu Abad, Gereja di Kupang Akhirnya Punya Sertifikat Tanah
Pemberian sertifikat tersebut membuat jemaah merasa aman saat melaksanakan ibadah.
Pemberian sertifikat tersebut membuat jemaah merasa aman saat melaksanakan ibadah.
Lebih dari Satu Abad, Gereja di Kupang Akhirnya Punya Sertifikat Tanah
Gerakan Sertifikasi Rumah Ibadah dan Pesantren menjadi program yang mengakselerasi pendaftaran tanah di Indonesia. Manfaat dari gerakan tersebut mulai terlihat dengan tersertipikasinya tanah-tanah rumah ibadah, seperti yang terjadi pada salah satu gereja tertua di Kelurahan Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, yaitu Gereja Masehi Injili di Timor.
- Menteri Hadi Tjahjanto Jamin Perlindungan Hak Atas Tanah Ulayat Suku Sawoi Hnya Papua
- Wamen ATR: Sertifikasi Tanah Wakaf dan Rumah Ibadah Naik 587 Persen di Era Jokowi
- Wamen ATR Serahkan Sertifikat Masjid NU: Kami Ingin Tanah Umat Dapat Perlindungan Hukum
- Wamen ATR/BPN Serahkan Sertifikat Tanah Masjid Berusia Ratusan Tahun di Magelang
Rumah ibadah yang memiliki luas 3.792 meter persegi ini sertifikatnya diserahkan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ditemui usai menerima sertifikat, Pendeta Sinta Waang menceritakan, tanah tempat berdirinya gereja tersebut sudah lebih dari satu abad belum memiliki kepastian hukum.
"Lebih dari 100 tahun, usia (tanahnya) lebih tua dari Gereja Masehi Injili di Timor," ujarnya.
Sinta Waang kemudian mengungkapkan alasan kenapa gereja tersebut lama tidak memiliki sertifikat. Usut punya usut, sulitnya pembuatan sertipikat disebabkan adanya permasalahan waris dari pemilik tanah terdahulu.
"Bisa lama karena memang proses juga agak sedikit rumit, karena tentang kepemilikan hak warisnya dan terlalu lama ditunda untuk pengurusan. Setelah orang tuanya meninggal, hak waris masih dalam pembicaraan cukup lama," ungkapnya.
Tak hanya hal tersebut yang menyebabkan lamanya gereja tidak bersertifikat. Para pengurus gereja juga masih merasa alas hak atas tanah bukanlah hal yang penting. Hingga akhirnya, belakangan terdapat konflik pertanahan yang melibatkan gereja-gereja di sekitarnya.
"Mungkin juga dulu tidak terlalu merasa penting untuk pengurusan sertifikasi. Namun, ketika sudah banyak kasus gereja mulai melihat memang ini adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi," jelas Sinta Waang.
Gayung bersambut, di waktu para pengurus tergerak untuk mengurus alas hak dari tanah gereja, Kementerian ATR/BPN menyediakan program yang mempercepat proses sertipikasi rumah ibadah. Sinta Waang pun merasa, kini para jemaat yang beribadah bisa lebih tenang dengan adanya sertifikat.