LPSK Lapor Mahfud MD: Kasus Kerangkeng di Langkat Libatkan Anggota TNI
LPSK mendapatkan 25 temuan yaitu pengondisian masyarakat untuk mendukung keberadaan sel, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba, tidak semua tahanan berasal dari Kabupaten Langkat, tidak ada aktivitas rehabilitasi.
Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bertemu dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, pada Rabu (2/3). Dalam pertemuan itu, Pimpinan LPSK menyampaikan perkembangan kasus kerangkeng manusia di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, ada tiga hal pokok yang disampaikan kepada Menko Polhukam. Pertama, mempertimbangkan peristiwa yang telah berlangsung selama 10 tahun terakhir dengan banyaknya korban, serta diduga kuat melibatkan banyak pihak.
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Apa pesan Mahfud MD kepada Pangdam, Bupati, dan Wali Kota? Untuk itu Mahfud berpesan kepada Pangdam, Bupati, Wali Kota agar tidak menjemput dan menjamunya setiap ke daerah.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Kapan Lukman Hakim meninggal? Lukman Hakim meninggal di Bonn pada 20 Agustus 1966.
-
Kapan Dokter Lo dirawat di rumah sakit? Namun hari berikutnya Jumat, (22/12) Sumartono mendapat kabar dari drg. Haryani, Supervisor Marketing RS Kasih Ibu Solo, bahwa Dokter Lo di rawat di RSKI.
-
Apa yang dilakukan Mahfud Md selama menjadi Menko Polhukam? Selama menjabat sebagai Menko Polhukam, ada sejumlah gebrakan yang pernah dilakukan oleh Mahfud Md. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud Md membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Intan Jaya, Papua yang menewaskan empat orang, yakni warga sipil dan pendeta serta dua anggota TNI.
Hendaknya, dia menambahkan, Kemenko Polhukam dapat mendorong proses penegakan hukum yang berorientasi pemenuhan hak-hak korban.
"LPSK menyampaikan informasi kepada Kemenkopolhukam, temuan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat Terbit Rencana Paranginangin pada 18 Januari 2022 ketika KPK hendak melakukan penangkapan kepada yang bersangkutan. Namun hingga saat ini belum didapat informasi tentang tindak pidana dan tersangka atas peristiwa temuan kerangkeng tersebut," kata Edwin seusai bertemu Menko Polhukam di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Kedua, atas proses hukum yang berjalan, Kemenko Polhukam perlu mengoordinasikan dan melakukan pemantauan. Termasuk juga asistensi terhadap pihak-pihak terkait atas kepastian hukum dan pasal yang akan dikenakan.
"Dengan demikian segenap pihak yang terlibat diharap dapat diminta pertanggungjawaban hukum, dengan tetap mengedepankan dan mengakomodir hak-hak korban khususnya saksi dan korban serta siapapun yang memiliki informasi penting guna pengungkapan perkara," ujarnya.
"Perlu didalami dugaan terjadinya penganiayaan, perampasan kemerdekaan dan perdagangan orang, serta pembiaran terhadap peristiwa yang diduga telah berlangsung selama 10 tahun ini," sambung Edwin.
Ketiga, Kemenko Polhukam perlu mendorong ketegasan dan percepatan penegakan hukum dalam pengungkapan perkara. Hal itu agar masyarakat kembali optimistis dan berani menyampaikan kebenaran dan menuntut hak sesuai ketentuan yang berlaku.
"Semua korban kerangkeng berhak atas restituti," tegasnya.
LPSK mendapatkan 25 temuan yaitu pengondisian masyarakat untuk mendukung keberadaan sel, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba, tidak semua tahanan berasal dari Kabupaten Langkat, tidak ada aktivitas rehabilitasi.
Tempat tinggal tidak layak, pembatasan kunjungan, tidak diperbolehkannya membawa alat komunikasi, perlakuan orang dalam kerangkeng sebagai tahanan, mereka tinggal di kerangkeng dalam keadaan terkunci dan kegiatan peribadatan dibatasi.
Selain itu, tim LPSK juga menemukan para tahanan dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit, ada dugaan pungutan, ada batas waktu penahanan selama 1,5 tahun, ada yang ditahan sampai dengan empat tahun, pembiaran yang terstruktur.
Adanya pernyataan tertulis tidak akan menuntut bila sakit atau meninggal, ada informasi dugaan korban tewas tidak wajar, dugaan adanya kereng III (sel ketiga), adanya keterlibatan anak bupati dan orang-orang dari organisasi tertentu, dan adanya keterlibatan oknum TNI.
"Setidaknya ada lima oknum TNI yang terlibat. Nama, pangkat dan kesatuan sudah ada di tangan LPSK," paparnya.
Temuan lain, adanya tim pemburu bagi mereka yang melarikan diri, hukuman badan, dugaan adanya kekerasan seksual terhadap mereka yang ditempatkan dalam kerangkeng.
LPSK berharap temuan dan informasi yang disampaikan para korban, tidak hanya berakhir sebagai konsumsi publik. Namun peristiwa ini seharusnya berujung kepada proses hukum untuk menindak siapa pun pelakunya dan menghadirkan keadilan bagi para korbannya, termasuk pemenuhan ganti rugi.
Selain Edwin, turut hadir dalam pertemuan dengan Menko Polhukam, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo bersama para wakil ketua LPSK lainnya, seperti Achmadi dan Susilaningtias, serta Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta.
Keterlibatan TNI-Polri
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, ada sejumlah anggota TNI-Polri yang terlibat dalam kerangkeng kasus kerangkeng eks Bupati Langkat. Dia menyatakan, ada penyiksaan yang dilakukan oknum tersebut.
"Kita mendapatkan keterangan ada beberapa ada beberapa oknum anggota TNI dan Polri terlibat dalam proses kerangkeng tersebut," katanya saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (2/3).
Komnas HAM mengetahui jumlah dan nama anggota TNI-Polri itu, termasuk pangkat dan lain sebagainya.
"Terdapat tindakan penyiksaan atau merendahkan martabat oleh oknum-oknum tersebut," ucapnya.
"Ada salah satu oknum anggota TNI yang juga melakukan kekerasan ini ada anggota TNI dan anggota kepolisian," tambah Choirul.
Menurutnya, peran anggota kepolisian adalah menyarankan pelaku kriminal untuk menjadi penghuni kerangkeng. Saat di kerangkeng ada pelatihan fisik.
"Jadi oknum yang terlibat dalam proses kerangkeng ini ada oknum TNI dan Kepolisian, jadi kalau dikatakan melatih fisik terus sharing metodologi latihan fisik gantung monyet misalnya setelah itu masuk di sini," ucapnya.
"Tapi kami juga mendapatkan informasi, disamping saran kalau ini kepolisian ya tapi kalau ada orang melakukan tindakan kriminal terus diminta malah ditaro di kerangkeng," tutup Choirul.
(mdk/fik)