Mabes TNI Buka Suara soal Usulan Prajurit Boleh Berbisnis
Penghapusan aturan larangan bisnis, tidak akan mengganggu tugas pokok dari fungsi TNI.
Penghapusan aturan larangan bisnis, tidak akan mengganggu tugas pokok dari fungsi TNI.
Mabes TNI Buka Suara soal Usulan Prajurit Boleh Berbisnis
TNI turut mengusulkan beberapa pasal agar menjadi bahan pertimbangan dalam revisi UU No. 34 Tahun 2004 yang akan dilakukan DPR. Salah satunya yakni usulan untuk menghapus larangan prajurit berbisnis.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen), Brigjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan, penghapusan pasal 39 poin C itu terkait dengan larangan untuk prajurit berbisnis.
“Usulan penghapusan pasal 39 point c, dengan pertimbangan ada prajurit yang punya usaha pertanian, peternakan, perkebunan, warung kelontong dan lain-lain,” kata Gumilar saat dihubungi, Selasa (16/7).
Menurutnya, apabila aturan larangan bisnis dihapuskan, tidak akan mengganggu tugas pokok dari fungsi TNI. Karena sebagai prajurit TNI tetap harus mengutamakan tugas utamanya.
“Prajurit yang memiliki usaha tidak menjalankan usahanya seorang sendiri sehingga tidak mengganggu tugas sebagai prajurit,” tuturnya.
Sebab sesuai UU No. 34 Tahun 2004, TNI akan tetap profesional dan melaksanakan tugas pokoknya sesuai yang tercantum dalam UU TNI yaitu; 1. Menjaga kedaulatan; 2. Menjaga keutuhan wilayah; 3. Melindungi segenap bangsa dan negara
“Setiap prajurit yang memiliki usaha wajib mengikuti aturan yang berlaku sehingga tidak terjadi konflik dengan statusnya sebagai prajurit,” jelasnya.
Alasan Penghapusan Larangan Berbisnis
Permintaan penambahan pasal tersebut diungkap Kababinkum TNI, Laksamana Muda Kresno Buntoro dalam dengar pendapat publik RUU Perubahan TNI yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, di Jakarta Kamis (11/7)
Kresno mengusulkan agar prajurit diizinkan untuk berbisnis. Artinya TNI meminta ada revisi Pasal 39 yang saat ini melarang anggota TNI terlibat dalam kegiatan bisnis.
Kresno menilai, larangan ini terlalu ketat. Ia mencontohkan istri atau keluarga prajurit membuka warung kecil, yang secara teknis melibatkan prajurit tersebut dalam kegiatan bisnis, meskipun hanya membantu.
“Pasal 39 ini mungkin kontroversial, tapi bapak ibu, istri saya itu punya warung di rumah, buka warung. Kalau ini diterapkan maka saya kena hukuman prajurit dilarang terlibat di dalam kegiatan bisnis,” ujarnya seperti dikutip, Senin (15/7).
“Pasti mau enggak mau terlibat, wong aku nganter belanja dan sebagainya kan. Apakah kemudian ini eksis kan. Sekarang ini kalau saya diperiksa saya bisa kena. Oleh karena itu kita sarankan ini dibuang,” tambah Kresno.
Menurutnya, yang seharusnya dilarang adalah prajurit menggunakan institusi TNI untuk berbisnis. Namun, ketika prajurit ingin memiliki penghasilan tambahan seharusnya diperbolehkan,
“Mestinya adalah yang dilarang adalah institusi TNI untuk berbisnis, tapi kalau prajurit mau buka warung kelontong aja,” terangnya.
Kresno menceritakan, sopirnya setiap akhir pekan mengisi waktu luangnya untuk mencari pendapatan tambahan. Oleh karena itu, Pasal 39 seharusnya direvisi.
“Kebetulan saya dapat driver sopir sekarang ini dia selesai magrib itu kadang-kadang atau sabtu minggu itu dia ngojek. Dia melakukan bisnis masak enggak boleh kayak gitu Nah ini salah satunya,” tutupnya.