Mahasiswi Diperkosa Anggota Polresta Banjarmasin, Pelaku Divonis 2 Tahun 6 Bulan Bui
Peristiwa itu dialami korban saat menjalani program magang resmi dari Fakultas Hukum ULM selama satu bulan pada Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin. Magang dilaksanakan tanggal 5 Juli sampai 4 Agustus 2021.
Seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menjadi korban perkosaan anggota Polresta Banjarmasin. Mahasiswi berinisial VDPS itu diperkosa anggota Polresta Banjarmasin Bripka BT.
Peristiwa itu dialami korban saat menjalani program magang resmi dari Fakultas Hukum ULM selama satu bulan pada Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin. Magang dilaksanakan tanggal 5 Juli sampai 4 Agustus 2021.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Pesut Mahakam melahirkan? Pada musim kawin yakni antara bulan Desember hingga Juni, Pesut jantan akan bersaing dengan pejantan lainnya untuk mendapatkan betina. Lalu, masa kehamilan Pesut kurang lebih 9 sampai 14 bulan lamanya.
-
Apa pasal yang menjerat pelaku pembunuhan siswi di Palembang? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Apa yang dimaksud dengan kesepian? Kesepian adalah perasaan kesepian, terisolasi, dan tidak terhubung dengan orang lain.
-
Apa keistimewaan yang dimiliki oleh perkutut katuranggan? Mengutip Instagram @madiuntoday.id, konon perkutut katuranggan adalah jelmaan dewa. Favorit Bangsawan Ada keyakinan dalam masyarakat Jawa bahwa barangsiapa memelihara perkutut katuranggan, maka ia akan mendapatkan rezeki melimpah. Tak heran jika sejak dulu kala banyak bangsawan yang memelihara burung ini.Salah satunya, Pangeran Diponegoro.
-
Apa itu Pesut Mahakam? Pesut Mahakam merupakan satwa asli Indonesia yang berhabitat di Provinsi Kalimantan Timur.
Korban kemudian berkenalan dengan pelaku. Dalam kesempatan itu, pelaku berulangkali mengajak kencan korban.
"Pelaku berulangkali mengajak korban keluar bersama, namun selalu ditolak korban," kata kuasa hukum korban, Erlina dalam keterangan tertulis diterima Liputan6.com, Selasa (25/1).
Erlina mengatakan, kemudian pada 18 Agustus 2021, Bripka BT kembali mengajak korban jalan-jalan. Ajakan itu lalu dituruti korban. Pelaku lantas menjemput korban menggunakan mobil.
"Dalam perjalanan pelaku mengajak korban untuk ke hotel, namun ditolak oleh korban," ujar dia.
Erlina menambahkan, Bripka BT kemudian memberikan minuman suplemen yang dicampur dengan minuman beralkohol. Setelah korban meminumnya, seketika tubuhnya terasa lemas dan tidak berdaya.
Melihat korban tidak berdaya, Bripka BT kemudian membawa korban ke sebuah hotel yang berada di sekitar KM 6 Banjarmasin. Sesampainya di sana, dia memesan kamar dan menurunkan korban dari mobil menggunakan kursi roda.
"Pada saat berada di dalam kamar terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban sebanyak dua kali," kata Erlina.
Pelaku Divonis 2 Tahun dan 6 Bulan Penjara
Erlina menyebut, dalam proses hukum kasus tersebut, pelaku didakwa dengan Pasal 286 dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun atau Pasal 290 Ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun. Sementara menurutnya, dengan melihat pada fakta atas perbuatan pelaku tersebut seharusnya lebih tepat diterapkan Pasal 285 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun.
Kemudian Jaksa Penuntut Umum menuntut pelaku dengan dakwaan Pasal 286 KUHP dengan tuntutan pidana Penjara paling lama 3 tahun 6 nulan atau di bawah separuh ancaman maksimum.
"Selanjutnya, Majelis Hakim menyatakan pelaku bersalah melanggar Pasal 286 KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan sebagaimana yang tercantum pada Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No. 892/Pid.B/2021/PN BJM," tutur Erlina.
JPU Dinilai Sengaja Melewatkan Kesempatan Banding
Erlina menyampaikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai sengaja melewatkan kesempatan banding atas vonis tersebut. Pasalnya, masih ada waktu sehari untuk melayangkan gugatan tersebut.
"Kalau kejaksaan bilang justru JPU-nya sudah menyatakan menerima putusan tanpa konfirmasi. Jadi kan nggak inkracht sebelum batas waktu berakhir. Kami kaget juga kemarin, karena kan masih ada waktu satu hari ya untuk menekan jaksa untuk banding. Ternyata info dari JPU-nya mereka sudah menyatakan menerima. Itu dia kita kecewanya di situ, tanpa konfirmasi ke korban," tutur Erlina saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (25/1).
"Korban masih nanya kapan sidang, korban sangat percaya nih sama jaksanya. Ternyata begitu. Waktu ditanya kapan sidang lanjutan, jaksanya bilang sudah putus kok. Nah itu kaget sekali, itu yang memicu dia speak up (di sosial media)," sambungnya.
Menurut Erlina, sidang putusan berjalan tanpa kehadiran korban lantaran dianggap sudah diwakilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dengan kondisi tersebut, satu-satunya jalan adalah dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Sepertinya. Kecuali ada tekanan publik kali ya. Kejati misalnya mengarahkan, siapa tahu. Tapi secara hukum acara nggak ada, nggak bisa lagi banding. Walaupun PK itu kan harus dari jaksanya ya. Cuman kan bandingnya saja nggak mau, gimana PK," kata Erlina.
Kejanggalan Vonis
Hal senada dikatakan tim advokasi keadilan untuk VDS. Tim advokasi itu terdiri dari Pimpinan ULM, Pimpinan Fakultas Hukum ULM, BEM Fakultas Hukum ULM, dan Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS.
Tim advokasi menyatakan pada Hari Minggu (23/1), pimpinan Fakultas Hukum ULM mendapat laporan dari mahasiswa tentang kasus pemerkosaan dialami VDPS. Informasi itu diterima pimpinan Fakultas Hukum ULM setelah korban mencurahkan pemerkosaan dialaminya di media sosial.
"Pimpinan bertindak cepat dengan menghubungi korban dan membentuk Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS guna memberikan pendampingan korban," tulis keterangan pers yang diberikan kepada wartawan, Selasa (25/1).
Kemudian pada Senin (24/1), Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS bersama Wakil Rektor 3 ULM, Dekan FH ULM, dan jajaran pimpinan FH ULM melakukan audiensi dengan Kejaksaan Tinggi, Polresta Banjarmasin, dan Bidang Propam Polda Kalsel. Pembahasan sejumlah fakta pun dilakukan.
Berdasarkan fakta dan audiensi yang dilakukan, Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS menemukan berbagai kejanggalan, antara lain kasus telah berlangsung sejak Agustus 2021, namun tidak satu pun ada pemberitahuan dari pihak berwenang kepada Universitas maupun Fakultas sebagai Penyelenggara Program Magang, mengingat kenalnya pelaku dan korban adalah dalam kegiatan magang di Lembaga Kepolisian.
Kemudian, tidak ada pendampingan hukum terhadap korban dan hanya ada pendampingan secara psikologis oleh dinas terkait. Hal itu mengakibatkan tidak adanya pengawalan terhadap proses hukum.
Proses sidang juga berlangsung sangat cepat, yakni dari sidang pertama tanggal 30 November 2021 dan sidang putusan atau vonis tanggal 11 Januari 2022, artinya persidangan dilakukan dalam waktu 31 hari kerja atau 43 hari kalender.
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencantumkan Pasal 286 tentang persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya, sedangkan diketahuinya perempuan itu pingsan atau tidak berdaya. JPU juga tidak menggunakan ketentuan Pasal 89 KUHP yang merupakan perluasan makna 'kekerasan' dalam Pasal 285 KUHP, sementara harusnya mencantumkan Pasal 285 KUHP tentang perkosaan dengan ancaman hukuman yang lebih berat.
"JPU langsung menyatakan menerima pada saat pembacaan putusan tanpa dihadiri oleh korban, dan menolak saat Tim Advokasi Keadilan meminta agar dilakukan upaya banding yang akan berakhir besok, 25 Januari 2022. Artinya dari waktu audiensi masih ada waktu satu hari untuk melakukan upaya hukum Banding," tulis keterangan pers.
Majelis Hakim pun menjatuhkan hukuman yang sangat ringan, yakni pidana penjara 2 tahun 6 bulan dari 7 tahun ancaman maksimum dalam Pasal 286 KUHP atau kurang lebih 1/4 dari ancaman maksimum. Atas dasar itu, Tim Advokasi Keadilan untuk DVPS bersama Pimpinan ULM, Pimpinan Fakultas Hukum ULM, dan BEM FH ULM, mendesak agar pihak kepolisian khususnya Kapolda Kalimantan Selatan menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Bripka Bayu Tamtomo.
"Lembaga yang berwenang dapat melakukan pengusutan terhadap proses pengadilan Kasus perkosaan terhadap VDPS, dan menindak para pihak yang terlibat. Sebagai ungkapan keprihatinan dan salah satu bentuk protes, Fakultas Hukum ULM menyatakan menarik semua mahasiswa yang sedang magang di Polresta Banjarmasin dan mengevaluasi kerjasama magang dengan Polresta Banjarmasin dan tempat- tempat magang lainnya," tutup keterangan pers tersebut.
Pelaku Dipecat
Kasus pemerkosaan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) oleh anggota Polresta Banjarmasin mendapat perhatian dari Kapolresta Banjarmasin yang baru, Kombes Sabana Atmojo Martosumito. Melalui sosial media pribadinya, dia menyampaikan permohonan maaf.
Sabana menjelaskan bahwa pelaku sudah dipecat sejak Desember 2021. Sementara untuk masalah pidana diserahkan kepada sidang peradilan umum.
"Untuk adek jika perlu penjelasan bisa ke kantor beraudiensi dengan saya. Sekali lagi saya atas nama instansi saya dan pribadi meminta maaf kepada adek dan kami tidak main-main terhadap anggota yang melanggar aturan," tulis Sabana seperti dikutip Liputan6.com, Selasa (25/1).
Kuasa hukum korban, Erlina mengatakan bahwa sudah ada pertemuan bersama dengan pihak Polresta Banjarmasin, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, dan Propam Polda Kalimantan Selatan.
"Kemarin Kapolresnya nggak datang, jadi yang kita temui itu wakilnya. Dan masih bilang akan konfirmasi dulu dan melihat kembali kasusnya, karena dia juga baru dipindah. Intinya sebenarnya belum ada tanggapan dari Polres. Mereka menyatakan penyesalan akan kejadian itu. Dan kalau di media sosial korban ada Kapolres bilang permohonan maaf," kata Erlina saat dihubungi terkait kasus tersebut.
Reporter: Nanda Perdana Putra/Liputan6.com
(mdk/gil)