Membaca 7 lencana kerajaan kuno di era Kediri
Lencana milik masing-masing raja memiliki ciri khas sendiri, termasuk penggambaran simbol tertentu.
Setiap kerajaan di Nusantara hingga ke negara kesatuan Republik Indonesia selalu memiliki lancana atau lencana sebagai lambang atas sebuah kekuasaan. Menariknya di zaman kerajaan kuno era Kediri, setiap raja memiliki lencana berbeda yang memiliki arti dan pesan siapa jati diri sang penguasa.
Merdeka.com menelusuri beberapa lencana di masing-masing penguasa di era kerajaan Kediri, yang terdapat di Museum Airlangga Kota Kediri dan tempat-tempat lain. Penelusuran ini dibantu seorang peneliti sejarah Novi Bahrul Munib S.HUM dari Pelestari Sejarah Kadiri (PASAK).
"Ada tujuh lencana yang terdeteksi di mana masing-masing mewakili kekuasaan para rajanya. Dan lencana-lencana era Kediri ini salah satunya menginspirasi Indonesia yakni Garudamukhalancana," kata Novi pada merdeka.com
Lencana pertama adalah Garudmukhalancana yang bergambar burung garuda. Sebelum NKRI menggunakan lambang garuda, Raja Airlangga pendiri kerajaan Panjalu yang nantinya menjadi Khadiri/Kediri sudah menggunakan garuda sebagai lancana/lencana.
Dalam Prasasti Pamwatan (19 Desember 1042 M) disebutkan lokasi ibu kota pernah di negara Dhaha. Setiap prasasti yang dikeluarkan olehnya selalu diberi stempel/lancana kerajaan yang disebut "garudmukhalancana". Di salah satu mulut Gua Selomangleng Kediri hingga sekarang masih masih terlihat jelas relief Garudhamukha tersebut.
Yang kedua Bamecwaralancana, tanda tengkorak menggigit bulan sabit ini digunakan sebagai lancana Cri Maharaja Cri Bamecwara Sakalabuanatustijarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewa.
Bamecwara atau Bameswara memerintah Kerajaan Panjalu di bumi Khadiri hingga tahun 1057 Caka / 1135 Masehi. Lancana itu sering disebut dengan Ardhacandrakapalalancana (Prasasasti Gneng I).
Ketiga, Jayabhayalancana, atau lancana Cri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Cri Warmecwara Madhusudanawataranandita Sukktsingha Parakrama Digjayotunggadewanama, yang memerintah sekitar tahun 1057-1080 Caka (1135-1158).
Tandannya digambarkan satu avatara Dewa Wisnu, yaitu Narasinghavatara. Wujudnya digambarkan sebagai manusia berkepala singa sedang mencabik perut Hiranyakasipu (Raja Raksasa).
Lancana Narasinghavatara dari Jayabaya dapat dilihat pada Prasasti Hantang (1057 Caka/ 1135 M) yang ditemukan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang.
Namun gambar lancana yang dibubuhi tulisan 'Panjalu Jayati' tersebut telah aus dan bentuk narasinghavatara kini sulit dikenali. Ini bisa dilihat di Museum Nasional Jakarta.
Dalam prasasti Hantang dengan slogan Panjalu Jayati ini pula adalah wujud kemenangan Panjalu atas Jenggala yang berhasil disatukan kembali setelah sebelumnya kerajaan dibagi dua oleh Prabu Airlangga, pascapenolakan Dewi Kilisuci sebagai putri mahkota dan lebih memilih sebagai pertapa.
Keempat Sarwwecwaralancana. Lancana ini digunakan oleh Cri Maharaja Rakai Sirikan Cri Sarwwecwara Janarddhanawatara Wijayagrajasama Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatungga-dewanama.
Cri Sarwwecwara mengeluarkan Prasasti Pandlegan II tahun 1081 Caka (1159 M) di Desa Pikatan Kecamatan Wonodadi Blitar, dan Prasastin Kahyunan (1082 Caka/1160 Masehi) dari Desa Kayonan Kecamatan Plosoklate Kabupaten Kediri.
Namun sayang hingga kini belum ada keterangan yang jelas misteri lancana Raja Sarweswara ini. Jika diperhatikan lancana tersebut mirip dengan sayap yang berjumlah sembilan dan ujungnya terdapat lingkaran berjambul. Di mana semuanya dikelilingi tiga lingkaran bergaris.
"Sayang sekali bagian tengah sudah rusak sehingga tidak terlihat jelas," ujar Novi.
Kelima, Aryyecwaralancana. Lancana bergambar Ganesha ini digunakan Cri Maharaja Rakai Hino Cri Aryyecwara Madhusudanawatarijaya Mukha, Sakalanhuana tustikarana niwaryya Parakramotunggadewanama. Beliau mengeluarkan prasasti Mleri berangka tahun 1091 Caka (1169 Masehi) dari Desa Mleri Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar, dan Prasasti Angin berangka tahun 1093 Caka (1171) dari Desa Jemekan Kecamatan Ringinrejo Kediri yang kini menjadi koleksi Museum Airlangga Kota Kediri.
Keenam, Kamecwaralancana. Lancana bergambar kerang bersayap ini digunakan oleh Cri Maharaja Cri Kamecwara Triwikramawatara Aniwaryyawirya Parakrama Digjayotunggadewanama.
Cri Kamecwara mengeluarkan prasasti Semanding 1104 Caka / 1182 Masehi dari Desa Bangle Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar, dan Prasasti Cker (1107 Caka / 1185 Masehi) dari Dukuh Ceker Desa Sukoanyar Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Prasasti ini saat ini berada di Museum Airlangga Kota Kediri.
Pada masa pemerintahan Cri Kamecwara di Kerajaan Panjalu, Mpu Darmaja menciptakan mahakarya Kakawin Smaradahana (Asmaradahana) yang didedikasikan untuk Cri Kamecwara dan permaisurinya Cri Kirana Ratu, putri dari Kerajaan Jenggala.
"Kakawin Smaradahana (Asmaradahana) inilah kemudian hari berkembang menjadi cerita-cerita panji. Yang menceritakan kisah cinta Panji Inukertopati dengan Dewi Galuh Candrakirana," ungkap Novi.
Ketujuh, Crnggalancana. Cri Maharaja Cri Carwwecwara Triwikamawatara Nindita Cringgalancana Digjayotunggadewa atau yang lebih dikenal dengan Cri Kertajaya adalah raja terakhir Kerajaan Panjalu.
Awal pemerintahannya mengeluarkan Prasasti Sapu Angin (1112 Caka / 1190 Masehi) dengan Lancana bergambar cangka diapit dua tanduk dan bersambung dengan tulisan "Krtajaya" di atas.
"Namun dalam prasasti berikutnya, lancana yang digunakan berubah bergambar sebuah benda kotak miring berlipat-lipat yang diapit oleh tanduk serta dikelilingi sayap. Adanya tanduk yang dominan tersebut kemudian lancana ini disebut Crnggalancana atau lencana bertanduk," pungkas Novi yang juga lulusan ilmu sejarah Universitas Negeri Malang ini.