Mendagri imbau DPR hormati putusan MK soal UU MD3
Ada pun pasal yang dibatalkan mengenai kewenangan DPR untuk memanggil paksa seseorang, penghinaan terhadap parlemen dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam pemeriksaan anggota dewan yang terlibat pidana.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo ikut menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa kewenangan DPR dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2028 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3.
Ada pun pasal yang dibatalkan mengenai kewenangan DPR untuk memanggil paksa seseorang, penghinaan terhadap parlemen dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam pemeriksaan anggota dewan yang terlibat pidana.
-
Siapa yang memberi Prabowo pangkat Jenderal Kehormatan? Presiden Joko Widodo atau Jokowi merespons soal munculnya pro dan kontra dalam kenaikan pangkat Menteri Pertahanan sekaligus capres nomor urut 02, Prabowo Subianto menjadi Jenderal Kehormatan TNI.
-
Bagaimana Tirto Adhi Soerjo menyuarakan kecamannya pada pemerintah kolonial? Melalui surat kabarnya, Tirto melakukan propaganda berisi kecaman-kecaman pada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
-
Kapan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.
-
Siapa yang menentang usulan DKJ menjadi ibu kota legislasi? Menanggapi usulan tersebut, Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menghormati atas perbedaan pendapat itu. Namun, dia menegaskan, pemerintah tak sepakat atas usulan yang disampaikan Awiek.
-
Mengapa KH. Abdurochim Syadzily membentuk majelis pembacaan maulid simthuduror? Dia kemudian membentuk majelis pembacaan maulid simthuduror yang dikarang oleh al Habib Ali bin Muhammad bin Husin al Habsy yang dirangkai dengan majelis ta'lim.
-
Siapa yang memberikan jawaban lucu tentang kepanjangan KUHP dalam kelas Fakultas Hukum? Pertanyaan itu pun dijawab oleh Arif, seorang mahasiswa yang tidak terlalu pintar, tetapi suka bergurau. Arif: "Kasih Uang Habis Perkara."
"Sudah diputuskan hukum, iya kita sebagai negara hukum, ikut dan taat apa yang telah diputuskan MK yang final dan mengikat," kata Tjahjo di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (29/6).
Tak hanya itu, politisi PDI Perjuangan ini menyebut anggota dewan dapat memahami apa yang telah diputuskan oleh lembaga pimpinan Anwar Usman tersebut.
"Saya kira teman-teman juga paham itu," tutup Tjahjo.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU Nomor 2 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD, DPRD atau UU MD3.
"Sebagaimana diuraikan, Mahkamah berkesimpulan mengabulkan permohonan para pemohon, untuk sebagian," kata Ketua Hakim Majelis Anwar Usman di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).
Terkait pasal 73, MK berpendapat hal tersebut telah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Pasal 73 ayat 3 ayat 4 ayat 5 dan ayat 6, UU No 2 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas UU No 17 tahun 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD, lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2018 No. 29, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187, dianggap bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Anwar Usman.
Mengenai Pasal 122, disebutkan MKD dapat bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan (menghina) kehormatan DPR dan anggota DPR. Lewat gugatan pemohon yang mencemaskan degradasi kebebasan bersuara, maka dengan itu, MK memutus untuk menolak karena juga dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
"Pasal 122 huruf l UU no 2 tahun 2018 tentang kedua atas UU no 17 th 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD, lembaran negara RI tahun 2018 no 29, tambahan lembaran negara RI no 6187 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," baca Hakim Anwar.
Terakhir, mengenai pasal 245 terkait pertimbangan MKD dalam pemeriksaan anggota DPR yang terlibat pidana. MK tidak memutus untuk menolak hal tersebut seluruhnya.
Melainkan, hanya membenahi frasa 'Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden'.
MK melihat hal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai dalam konteks semata-mata pemanggilan dan permintaan keterangan (saksi) kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang diduga melakukan tindak pidana.
Reporter: Ika Defianti
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Fahri Hamzah sebut putusan MK soal UU MD3 bisa perlemah fungsi pengawasan DPR
MKD sayangkan putusan MK soal pasal pemanggilan anggota DPR
MK kabulkan sebagian gugatan soal UU MD3, PSI sebut kemenangan rakyat
MK kabulkan sebagian gugatan soal UU MD3, ini rinciannya
DPD tunda pelantikan wakil ketua tambahan