Mengenal Embun Upas, Fenomena yang Kembali Muncul di Wisata Gunung Bromo
Kepala Bagian Tata Usaha TN BTS, Septi Eka Wardhani menjelaskan soal fenomena embun upas.
Penurunan suhu udara secara ekstrem terjadi di Pulau Jawa, termasuk di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
- Sempat Bikin Heboh Warga Grobogan, Ini Fakta Fenomena Kemunculan "Gunung Api" di tengah Sawah Bledug Kramesan
- Heboh Fenomena Awan Berlubang di Langit Jember, Ini Penjelasan BMKG
- Melihat Lebih Dekat Fenomena Gugurnya Lava Pijar Merapi, Bikin Merinding
- Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Indonesia, Catat Waktu dan Lokasinya
Mengenal Embun Upas, Fenomena yang Kembali Muncul di Wisata Gunung Bromo
Penurunan suhu udara secara ekstrem terjadi di Pulau Jawa, termasuk di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Penurunan suhu ekstrem menyebabkan munculnya fenomena embun es atau masyarakat lokal sering menyebutnya dengan embun upas di sejumlah titik.
Kepala Bagian Tata Usaha TN BTS, Septi Eka Wardhani menjelaskan soal fenomena embun upas. Dia mengatakan, embun upas atau frost merupakan fenomena yang sering terjadi di kawasan TN BTS, khususnya saat musim kemarau.
“Embun upas terjadi karena udara dingin akibat angin munson timur yang berembus dari benua Australia," jelas dia, Senin (15/7).
Fenomena ini terjadi ketika suhu udara cukup dingin berkisar antara 5 - 9 derajat Celsius dan hanya dijumpai pada pagi hari, atau sebelum matahari terbit dengan sempurna. Embun upas akan menghilang saat matahari mulai meninggi.
Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik.
Septi mengimbau pengunjung kawasan wisata Bromo untuk waspada dan menyiapkan diri saat berwisata ke kawasan tersebut menyusul fenomena embun upas.
"Calon pengunjung yang akan mengunjungi kawasan wisata Bromo diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan menggunakan pakaian dan jaket tebal, memakai sarung tangan. kupluk atau kerpus. Serta bagi yang memiliki riwayat penyakit asma, harap berhati-hati dan menjaga kondisi sebaik mungkin," ujar dia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus.
BMKG juga menghimbau kepada Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya).
Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.