Mengungkap sejarah Kampung Tugu
Sejarah Jakarta tidak mengenal istilah perkampungan Portugis, seperti yang terjadi di Maluku dan Nusa Tenggara.
Untuk warga Jakarta yang sudah lama menetap di Ibu Kota, nama Kampung Tugu pasti sudah tidak asing lagi. Saat ini, pemahaman yang berkembang di masyarakat, warga Kampung Tugu merupakan keturunan asli bangsa Portugis. Namun, pendapat ini sepenuhnya tidak terbukti pada tataran sejarah.
Peneliti Paramita Rahayu Abdurachman menerangkan jika sejarah Jakarta tidak mengenal istilah perkampungan Portugis, seperti yang terjadi di Maluku dan Nusa Tenggara. Namun bukan berarti Portugis tidak memiliki pengaruh kuat di Jakarta, pada abad ke-16 kata-kata Portugis dan orang Portugis sudah fasih diucapkan di Jakarta.
"Kiranya istilah ini mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16, pada waktu kegiatan bangsa Portugis di lapangan perdagangan, penginjilan, dan memperluas kekuasaan politiknya sedang memuncak," kata Paramita dalam bukunya, Bunga angin Portugis di Nusantara.
Namun nyatanya kata 'Portugis' untuk rakyat pribumi, tidak khusus ditujukan kepada bangsa Portugis yang berlabuh di Nusantara. Warga pribumi juga menyebut saudagar atau orang asing yang tidak memiliki keterikatan dengan Portugis, sebagai bangsa Portugis. Termasuk budak-budak yang dibawa oleh kapal Portugis.
Dari sinilah sejarah Kampung Tugu itu berasal. Sebagai bangsa penjajah, keberadaan Portugis di suatu wilayah sering menjadikan penduduk asli wilayah itu sebagai budak. Seperti saat Portugis menjajah beberapa wilayah di Afrika dan Asia.
umumnya, para budak-budak itu dibawa berlayar ke perairan Asia Tenggara, termasuk Nusantara. Mereka dijadikan pembantu rumah tangga, kemudian di baptis dan dimerdekakan.
"Karenanya mereka (para budak) disebut orang Mardika, yang berasal dari kata sanskrit mahardhika yang berarti bebas," tulis Paramita.
Golongan ini kemudian menetap di pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi Portugis. Karen jumlahnya yang banyak, tidak jarang mereka mendirikan kampung sendiri dengan kepala kampung yang dipilih berdasarkan kesepakatan, dan hidup menurut kebiasaan yang dibawa dari tanah asalnya.
"Golongan Mardika ini sering disebut 'orang Portugis' oleh pihak pribumi untuk menjelaskan perbedaan dengan mereka sendiri, juga karena orang Portugis bernaung di bawah kewibawaan Portugis. Salah satu contoh dari perkampungan itu adalah kampung Tugu," lanjut Paramita.
Penduduk kampung Tugu berasal dari masyarakat Mardika yang keberadaannya sudah terekam sejak abad 17, tepatnya ketika benteng Jayakarta jatuh ke tangan Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC).
Awalnya VOC tidak mengindahkan keberadaan masyarakat Mardika ini, namun karena mereka memihak kepada VOC, akhirnya perserikatan sepakat untuk memberikan tanah sebagai balas budi. Saat ini, tanah itu disebut sebagai Kampung Tugu.
"Di tanah tugulah mereka menetap, dan hidup dengan kebiasaan yang lahir dari pencampuran darah dan budaya. Walau demikian, mereka tetap menganggap diri tetap Portugis," pungkasnya.