Menkum Supratman Minta Maaf soal Pernyataan Denda Damai Koruptor
Supratman menjelaskan, urusan pengampunan di dalam hukum pidana bukanlah barang baru.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas meminta maaf usai membuat heboh soal pernyataan denda damai kepada koruptor. Dia menegaskan, tidak ada maksud membuat persepsi terbalik soal pengampunan untuk sebuah tindak pidana korupsi.
“Kalau pun nanti ada yang salah mengerti dengan apa yang saya ucapkan, saya menyatakan saya mohon maaf. Tetapi sekali lagi, itu hanya contoh atau komparasi terhadap penyelesaian tindak pidana yang terkait dengan merugikan perekonomian negara di bidang tindak pidana ekonomi dengan tindak pidana korupsi,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (27/12).
- Bantah Menkum Supratman, Kejagung Jelaskan Denda Damai Tak Bisa Diterapkan ke Kasus Korupsi
- Supratman Bocorkan Struktur di Kementerian Hukum
- Alasan Rapat Paripurna, Mbak Ita Absen Panggilan Penyidik KPK
- Usut Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp60 Miliar, Kejari Periksa Ketua KONI dan Mantan Kadispora Makassar
Supratman menjelaskan, urusan pengampunan di dalam hukum pidana bukanlah barang baru. Termasuk untuk tindak pidana korupsi, dia menyebut ada metode restorative justice yang sudah diterapkan oleh aparat penegak hukum tergantung jumlah kerugian negaranya.
“Saya ingin luruskan menyangkut soal denda damai, yang saya maksudkan itu adalah meng-compare (membandingkan), karena Undang-Undang tindak pidana korupsi ataupun juga Undang-Undang Kejaksaan yang khusus kepada tindak pidana ekonomi, dua-duanya adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara, merugikan perekonomian negara. Karena itu ada ruang yang diberikan dan ini bukan hal baru, terkait dengan proses pengampunan,” terangnya.
Samakan Dengan Tax Amnesty
Supratman pun mencontohkan tax amnesty saat negara memberi pengampunan pajak. Kemudian di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, soal denda keterlanjuran untuk tindak pidana di bidang perhutanan yang juga dimungkinkan untuk dilakukan sebuah proses penyelesaian di luar pengadilan.
“Jadi itu hanya compare bahwa ada aturan yang mengatur, tetapi bukan berarti presiden akan menempuh itu, sama sekali tidak!,” Karena bukan domain presiden kalau menyangkut soal denda damai, itu adalah kewenangan yang diberikan kepada Jaksa Agung,” jelas kader Gerindra ini.
“Jadi sekali lagi, untuk tindak pidana korupsi itu hanya sebagai pembanding bahwa ada aturan yang mengatur soal itu, penyelesaian suatu tindak pidana di luar peradilan bahwa punya contoh-contohnya,” tutup Supratman.
Wacana Denda Damai Koruptor
Sebagai informasi, permintaan maaf dan penjelasan Supratman disampaikan untuk meluruskan pernyataan sebelumnya soal pengampunan koruptor melalui denda damai yang berkaca dengan payung hukum dimiliki pihak Kejaksaan.
“Saya beritahu bahwa apakah memungkinkan? Memungkinkan. Apakah lewat Presiden? Tanpa lewat Presiden pun sekarang memungkinkan. Karena Undang-Undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai terhadap perkara seperti itu,” tutur Supratman di kantornya, Senin (23/12).
Menurut Supratman, Presiden memiliki hak prerogatif menerapkan grasi, amnesti, ataupun abolisi untuk pelaku tindak pidana. Hal itu pun tidak bertentangan dengan Undang-Undang.
“Nah karena itu saya hanya sampaikan bahwa apakah Presiden memiliki dasar untuk itu? Saya katakan iya. Apakah Presiden mau menggunakan itu? Tergantung Presiden. Tapi Undang-Undang Dasar, jangan benturkan antara Undang-Undang dengan Undang-Undang Dasar,” ujarnya.
Meski demikian hal itu masih sebatas wacana karena peraturan turunannya belum ada.