Menteri Yasonna klaim KPK setuju remisi untuk koruptor
"Secara prinsip itu ada KPK, yang mewakili KPK ada. Prinsip setuju draf itu," kata Yasonna.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetujui kemudahan pemberian remisi bagi koruptor. Diklaim dia, dalam setiap rapat yang membahas hal ini perwakilan KPK pun selalu hadir.
Maka dari itu, ia membantah bahwa lembaga antirasuah itu tidak setuju dengan wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut.
"Itu rapat di Kementerian ada KPK Jaksa, Polisi ada semua draf setuju ada perbaikan prosedur. Secara prinsip itu ada KPK, yang mewakili KPK ada. Prinsip setuju draf itu," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/8).
Yasonna membantah revisi tersebut bertujuan untuk memberikan keistimewaan bagi para koruptor. Dia tetap menegaskan korupsi masih akan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.
"Ini kita harus koreksi jangan kita biasakan buat sesuatu yang tak benar tetap koruptor itu memang tetap kejahatan luar biasa, teroris bandar narkoba punya perbedaan dalam hal remisi dan pembebasan bersyarat itu prinsip hanya yang datang ke publik nggak tau masalahnya sudah heboh," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menolak pemberian remisi kepada koruptor. Agus berpandangan, pemberian remisi dapat menghilangkan efek jera yang ingin ditanamkan lembaga antirasuah tersebut.
Kalau koruptor harapan kami jangan ada remisi," kata Agus di Gedung Lembaga Administrasi Negara, seperti dilansir dari Antara, Jakarta, Rabu (10/8).
Ia menjelaskan pertimbangan KPK menolak wacana Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut.
Menurut Agus, muncul kekhawatiran akan adanya tindak pidana korupsi yang diulang oleh koruptor. Bahkan, tegas dia, kini lembaganya sedang merancang hukuman bagi koruptor dengan efek jera yang lebih besar dibandingkan produk hukum yang ada saat ini.
"Selain hukuman badan, kami juga sedang memikirkan langkah agar kerugian negara dikembalikan, beserta denda," ujar Agus.