Modus Guru Perkosa 12 Santri di Bandung hingga Hamil dan Melahirkan
Guru salah satu pondok pesantren di Bandung, berinisial HW (36) memperkosa 12 santri. Aksi bejat ini mengakibatkan 7 korban hamil dan melahirkan 9 bayi.
Guru salah satu pondok pesantren di Bandung, berinisial HW (36) memerkosa 12 santri. Aksi bejat ini mengakibatkan 7 korban hamil dan melahirkan 9 bayi.
Sidang perdana kasus pemerkosaan itu digelar tertutup di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (7/12) kemarin. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Y Purnomo Surya Adi. Sejumlah saksi dihadirkan dalam sidang yang umumnya merupakan santri korban kebiadaban HW.
-
Kenapa keluarga korban meminta pelaku dipenjarakan? “Kalau misal ada undang-undangnya saya minta untuk dipenjarakan saja. Biar ada efek jera. Karena itu anak telah melakukan kejadian yang sangat brutal,”
-
Kenapa orang tua rela berkorban demi anak? Dalam setiap langkah yang orang tua ambil, baik itu dalam mencari nafkah, memberikan pendidikan, atau memberikan dukungan emosional, orang tua selalu berfokus pada kepentingan di atas diri mereka sendiri.
-
Siapa yang bergantian mengasuh anak? Di sinilah peran Irfan Bachdim sebagai suami terlihat jelas. Ia tak segan untuk bergantian menggendong anak bungsu mereka yang masih membutuhkan banyak perhatian, memberikan Jennifer ruang untuk fokus pada pekerjaannya.
-
Apa yang dilakukan pelaku terhadap korban? Pelaku melakukan aksinya tersebut saat kondisi rumah korban dalam keadaan sepi."Pamannya melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak empat kali kali sehingga korban hamil dan sudah melahirkan," kata Tri.
-
Apa yang dilakukan anak tersebut kepada ibunya? Korban bernama Sufni (74) warga Jalan Nelayan Kelurahan Sri Meranti Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru. Sedangkan pelaku Hendri (52), dan istrinya N (51). Setelah mendapat video tersebut Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra bersama anak buahnya langsung datang ke rumah pelaku.
Pelaku Beraksi Sejak 2016
Plt Asisten Pidana Umum Kejati Jawa Barat Riyono mengatakan, aksi tak terpuji itu diduga sudah HW lakukan sejak tahun 2016. Dalam aksinya tersebut, ada sebanyak 12 orang santriwati yang menjadi korban yang pada saat itu masih di bawah umur.
Semua korban, kata dia, merupakan peserta didik di pesantren yang ada di Kota Bandung. Para santriwati yang menjadi korban sudah melahirkan delapan bayi dan tiga yang masih dalam kandungan.
"Mereka ini kan masih kategori anak-anak sehingga tentu saja ada trauma itu, pasti," kata Riyono di Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/12).
Pemerkosaan Dilakukan di Hotel hingga Apartemen
Sementara itu, Kasipenkum Kejati Jawa Barat Dodi Gazali mengatakan aksi tak terpuji HW itu dilakukan di berbagai tempat mulai dari di pesantrennya hingga di beberapa hotel dan apartemen.
Dalam aksinya, kata Dodi, HW diduga melakukan pemaksaan dengan ancaman kekerasan. HW juga diduga memberikan sejumlah iming-iming kepada para korban.
"Sehingga perbuatannya harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri," kata Dodi.
Gelapkan Dana Buat Aksi Asusila
Terdakwa diduga juga dana bantuan siswa dari pemerintah untuk menyewa penginapan guna melakukan perbuatan asusila. Dugaan pidana penggelapan dana bantuan itu sedang diselidiki Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar).
Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana mengatakan dugaan-dugaan tersebut didapat setelah pihaknya melakukan penyelidikan dan pengumpulan data. Namun, kata dia, kini pihaknya pun masih fokus terhadap perkara HW yang tengah ditangani dan masuk ke ranah pidana umum. Sehingga dugaan penggelapan dana untuk asusila itu perlu didalami lebih lanjut.
"Kemudian juga terdakwa menggunakan dana, menyalahgunakan yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk kemudian digunakan misalnya katakanlah menyewa apartemen," kata Asep, di Bandung, Kamis (9/12).
Anak Korban Dieksploitasi untuk Kebutuhan Ekonomi
Selain itu, terdakwa juga diduga mengeksploitasi anak korban untuk kebutuhan ekonomi. Fakta itu diungkap
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang mendampingi ke-12 korban dalam persidangan yang digelar sejak 17 November 2021 dan hingga kini masih berjalan.
"Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," kata Wakil Ketua LPSK Livia Istania DF Iskandar dalam keterangannya, Kamis (9/12).
Dana BOS Korban Diambil Pelaku
Terdakwa juga diduga mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik para korban. Bahkan, salah satu saksi memberikan keterangan jika dana BOS yang didapat Ponpes tersebut tidak jelas dalam penggunaannya.
"Para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ujarnya.
LPSK telah memberikan perlindungan sebanyak 29 anak. Anak yang masih berusia di bawah umur. Terdiri pelapor, korban dan saksi saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang dilakukan Herry. Saat memberikan kesaksian di persidangan, Korban yang masih berusia di bawah umur didampingi orangtua atau walinya.
"LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi Psikologis bagi korban serta fasilitasi Penghitungan Restitusi yang berkasnya siap disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Negeri Bandung. LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di RS," ungkapnya.
HW terancam hukuman 20 tahun penjara akibat perbuatannya. HW kini berstatus sebagai terdakwa karena sudah menjalani persidangan terjerat Pasal 81 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
(mdk/gil)