Napak Tilas Veteran Seroja pejuang integrasi Timor Timur tahun 1974
Awalnya Da Costa memilih ke hutan karena kota Dili sudah dikuasai Fretelin di mana terjadi pertempuran Apodete dengan Fretelin, namun teman-teman pejuang lain berlari menyeberang batas ke Indonesia untuk meminta bantuan.
Seorang Veteran Seroja Perang Timor Timur, Simplisio Da Costa ikut terjun pertama pada Operasi Seroja tahun 1974, yang adalah operasi militer pertama untuk mempertahankan Timor-Timur tetap di bawah Ibu Pertiwi atau yang kita kenal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menjelang moment Hari Pahlawan, kami bertemu dengan sesosok Putra Timor -Timur yang sekarang menjadi veteran pejuang integrasi NKRI , "Awal mulanya ada banyak partai salah satunya Fretelin sebuah organisasi partai politik yang tidak menghendaki adanya penyatuan Timor Timur dengan Indonesia , sehingga Fretelin merasa tidak punya pengaruh terhadap masyarakat. Lalu kemudian mereka mengangkat senjata untuk melakukan perlawanan kepada pihak yang tidak mengikutinya," cerita Da Costa saat ditemui di rumahnya Oebelo, Kabupaten Kupang NTT.
"Di sisi lain ada Partai Apodete yang ideologinya ingin menyatukan bukan menghancurkan , di sinilah saya merasakan kesadaran Putra-Putri Timor Timur yang merasa terancam akibat perang saudara yang terus berkepanjangan yang dikenal dengan peperangan Timor Timur," lanjutnya.
Awalnya Da Costa memilih ke hutan karena kota Dili sudah dikuasai Fretelin di mana terjadi pertempuran Apodete dengan Fretelin, namun teman-teman pejuang lain berlari menyeberang batas ke Indonesia untuk meminta bantuan menyelesaikan perang di Timor-Timur kala itu.
"Saya melihat kegigihan teman seperjuangan saya, dari situ saya melihat militer indonesia datang memperbantukan dan mempersenjatai kami secara baik-baik, di sini kami terjun berperang, karena saya ketahuan memihak apodete (perjuangan integrasi) akhirnya saya ditangkap dan ditahan selama empat bulan pertama,disiksa lalu keluar dua bulan bebas, ditangkap lagi dalam kurun waktu 3 tahun dengan tuduhan pengkhianat terhadap daerah asal yang dikenal dengan traidor (di sini dalam arti saya tidak ingin dijajah/di bawah intimidasi).
"Saya bisa dikasih makan hanya dengan sagu, tapi minum tidak/ atau dikasih minum tetapi tidak dikasih makan, saya pelihara ayam namun semua harus diserahkan, di sini saya merasa terjajah dan di sinilah Kami Harus bertindak," ungkap Da Costa sambil mengepalkan tangan.
Dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1999 Da Costa masih bertahan memilih Bangsa Indonesia sebagai Bangsa yang beradab dan menghargai dan tidak melupakan sejarah Integrasi Timor-Timur (sekarang Timor Leste) ke dalam NKRI.
"Pada Tahun 1981, saya diberi kesempatan sekolah penginjilan kurang lebih dua tahun di mana dulu saya berbahasa portugis dan dari sekolah tersebut saya bisa baca dan Berbahasa Indonesia," pungkasnya
Kesempatan ini diberikan oleh Pendeta yang Komandan Militer Indonesia ke Jawa Timur untuk bersekolah, lalu Da Costa balik menjadi penginjil di Wilayah Lospalos Timor-Timur sekaligus menjadi Kepala Dusun Lore II dan mempunyai warga sebanyak 700 KK.
Da Costa menambahkan, "Masyarakat semakin banyak dan di sana saya punya tanah dari leluhur/ tanah suku yang saya jadikan transmigrasi lokal secara gratis sekitar 60ha lalu saya bagikan ke 300 KK yang mengikuti saya dan 400 tetap di dusun yang Lama," imbuhnya.
Hingga akhirnya tahun 1999 warga Timor -Timur diberikan dua opsi yaitu memilih Kemerdekaan Fretelin atau Otonomi khusus yang tetap berada di bawah NKRI.
"Keputusan saya tetap dengan teguh memilih NKRI dan diungsikan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia, tidak hanya saya, total sekitar puluhan ribu orang yang mempertahankan kedaulatan NKRI," ucapnya sambil memejamkan mata mengingat momen tersebut
"Bagi saya baik atau buruk sejarah suatu bangsa hendaknya tidak pernah dilupakan karena di dalamnya ada suatu pembelajaran untuk kebaikan Bangsa di masa depan dan sampai saat Ini apa yang Indonesia buat kepada saya , saya rasakan sebagai warga Negara yang beradab dan saya bangga seutuhnya menjadi warga NKRI" tutup Da Costa
Indonesia Mencintai saya dan BUMN Hadir untuk Veteran
"Perasaan saya sangat bangga terhadap Merah Putih , saya yakin dengan keikhlasan bantuan dari PLN dan jujur adalah bukti komit mencintai Bangsa Negara Indonesia," ungkap Simpliso Da Costa saat diwawancarai langsung (9/11)
Salah satu bentuk Penghormatan kepada para pejuang Veteran Timor Timur, PLN Wilayah NTT bekerja sama dengan Korem 161 Wira Sakti berhasil menyelesaikan program BUMN Hadir untuk Negeri yaitu 'Program Bedah Rumah Veteran Provinsi NTT'.
"Saya sudah menempati rumah yang baru, dulunya rumah kami tidak layak huni, saya memelihara anak , mendidik anak dan kenyataannya di lapangan bantuan dari PLN memberi rumah yang permanen beserta perabotannya dan saya merasa nyaman," ujarnya.
Di sekitar Desa Oebelo Kabupaten Kupang, (NTT), banyak pengungsi dari Timor Timur dan dia kaget kenapa rumahnya yang terpilih dan dibangun. Di sini Da Costa merasa lebih bangga menjadi veteran mantan pejuang pro-integrasi Timor-Timur.
Pihaknya merasakan mendapat kehidupan baru dan betul-betul merasa menjadi bagian dari warga negara Indonesia (WNI) seutuhnya.
"Sejak datang di Kupang keluarga tinggal apa adanya dengan kondisi rumah yang sederhana, Terima kasih atas perhatian bapak/ibu BUMN dalam hal ini PLN dan Korem yang memperhatikan nasib para pejuang pro-integrasi dengan menyediakan rumah yang layak dihuni dan tentunya bisa membuat kami membangun kehidupan bersama NKRI," ungkap Da Costa dengan nada terbata-bata
Terlebih kaget bahkan tidak percaya sewaktu diminta ke Jakarta, "Di sini saya merasa Tuhan yang sudah atur semuanya, katanya saat perjalanan di pesawat menuju Jakarta sambil memegang Alkitab kecilnya.
"Terakhir naik pesawat sudah puluhan tahun lalu, rasanya saya senang sekali dan terharu melihat dari atas pesawat benda-benda di bawah seperti semut," ungkapnya sambil tertawa dan memandangi kaca jendela pesawat luar.
Dia berharap, bantuan serupa juga menyentuh para keluarga veteran lainnya yang menyebar di berbagai daerah yang selama ini masih kesulitan menikmati tempat tinggal yang layak.
Dalam Program Bedah Rumah Veteran bukan dibedah saja melainkan dibangun kembali rumah yang bertipe 36 itu dilengkapi lemari, tempat tidur dan sofa yang diserahkan dalam rangka momen Hari Listrik Nasional 27 Oktober 2017 oleh General Manager PT PLN (Persero) Wilayah NTT Christyono bersama mitra dari perwakilan Komando Resor Militer (Korem) 161/Wira Sakti Kupang
"Program bantuan rumah untuk keluarga veteran ini sebagai penghargaan tinggi kami kepada veteran terwujud berkat kerja sama dengan Korem 161/Wira Sakti Kupang yang melakukan pendataan terhadap keluarga veteran penerima manfaat," kata Christyono di Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT.
Sementara itu Dandenzibang Kupang Letkol Czi Imam Muji Wantoro mengucapkan terima ksih atas perhatian PLN Wilayah NTT kepada nasib para veteran perang di NTT.
"Selama ini masih banyak veteran yang hidup kekurangan, setidaknya dengan program bedah rumah bagi veteran di Provinsi NTT dapat mengurangi beban hidup dan keluarganya yang masih hidup dalam kekurangan," terang Dandenzibang Kupang Letkol Czi Imam Muji Wantoro.
Di NTT mendapat alokasi 17 rumah yang telah di bedah, 14 rumah berada di Kabupaten Atambua antara lain di Desa Malenten, Desa Faturika dan Desa Naitimu sedangkan 3 rumah lainnya di Desa Oebelo dan Desa Tuapukan Kabupaten Kupang.