NTB ngotot menolak pasirnya dikeruk buat proyek Teluk Benoa
Mereka menentang sikap Kabupaten Lombok Timur mempersilakan pasirnya dikeruk buat Teluk Benoa.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berkeras tidak bakal mengizinkan PT Tirta Wahana Bali Indonesia mengeruk pasir di daerah itu buat keperluan revitalisasi Teluk Benoa, Bali.
"Kita tetap pada pendirian untuk tidak mengeluarkan izin pertambangan, karena izin pertambangan di laut tidak ada," kata Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral NTB, Husni di Mataram, seperti dilansir dari Antara, Kamis (28/5).
Menurut Husni, aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tidak membenarkan adanya pertambangan di laut. Pemerintah hanya mengizinkan aktivitas pertambangan dilakukan di daratan.
"Kalau diperbolehkan harus diubah dulu peraturan Menteri ESDM. Tetapi itu tidak akan mungkin terjadi, karena SK yang boleh adalah kegiatan pertambangan di daratan," ujar Husni.
Husni berjanji, bila perusahaan itu nekat menambang pasir di NTB buat keperluan reklamasi Teluk Benoa, maka akan membawanya ke ranah pidana. "Jadi barang siapa yang mengeluarkan izin tidak sesuai ketentuan akan berhadapan dengan hukum," ucap Husni.
Husni mengatakan menentang sikap Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang malah memberikan izin pengerukan pasir itu. Sementara itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) NTB, Hery Erpan Rayes, menyayangkan sikap Bupati Lombok Timur, Ali Bin Dahlan, malah mengizinkan PT Tirta Wahana Bali Indonesia mengeruk pasir buat revitalisasi Teluk Benoa. Padahal menurut Hery, rencana pengerukan pasir tidak mengantongi izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan izin prinsip perusahaannya tidak sah, karena izin kewenangannya ada di provinsi bukan kabupaten/kota.
"Jika pasir di kawasan itu tetap dikeruk apa jadinya nanti? Mestinya Pemkab Lombok Timur tidak mengeluarkan izin, karena memang izinnya merupakan kewenangan provinsi," kata Hery.
Hery menambahkan, izin Amdal dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten tidak layak dari hasil kajian. Mengingat kebijakan itu merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
"Meski bupati memberikan izin, tetapi nanti provinsi akan menolaknya. Karena dari sisi regulasi tidak memenuhi syarat. Apa lagi izin prinsip yang dikeluarkan itu tidak sah karena tidak ada kewenangan bupati mengeluarkan izin seperti itu," ujar Hery.
Menurut Hery, belum ada kajian jelas soal pengerukan pasir tersebut. Apakah betul tidak merusak ekosistem yang ada di tempat itu ataukah sebaliknya. Sebab, lanjut dia, hasil kajian dan penelitian salah seorang pakar peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), DR. Budi Sulistio, menyatakan kalau saja dilakukan pengerukan dengan kedalaman sudah ditentukan nantinya, racun-racun yang ada di dalam laut akan terangkat.
"Sehingga nantinya akan berdampak pada matinya ikan dan ekosistem yang ada di tempat itu," tutup Hery.