'Otak di balik insiden Tolikara juga harus ditangkap dan diadili'
"Jangan yang diproses hukum hanya mereka-mereka yang terlibat langsung saat penyerangan," kata Fahira Idris.
Insiden penyerangan jamaah dan pembakaran Masjid serta kios-kios di Tolikara saat Idul Fitri sudah meretakkan kerukunan umat beragama di Papua. Padahal masyarakat Papua terkenal sangat toleran, terlebih dalam beragama. Peristiwa ini harusnya menjadi sinyal bagi pemerintah bahwa saat ini berbagai cara tengah dilakukan pihak-pihak tidak bertanggungjawab untuk membuat Papua terus bergolak.
"Jangan yang diproses hukum hanya mereka-mereka yang terlibat langsung saat penyerangan. Otak di balik insiden ini juga harus ditangkap dan diadili serta diungkap apa motifnya. Pemerintah harus bergerak cepat dan fokus agar insiden ini tidak merembet kemana-mana. Jangan malah mengeluarkan penyataan-pernyataan yang kontraproduktif," ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/7).
Fahira mengatakan, pendekatan keamanan di Papua saat ini belum diimbangi dengan keamanan manusia (human security). Akibatnya, apapun persoalan di Papua selalu dianggap bersifat keamanan.
Insiden di Tolikora menjadi tanda bahwa pemerintah kurang mengantisipasi bahwa isu agama di Papua yang selama ini dianggap baik-baik saja ternyata juga bisa menjadi potensi konflik luar biasa destruktif melebihi gerakan separatis. Padahal, kata Fahria, untuk insiden Tolikora benih-benihnya sudah terpampang nyata dengan beredarnya surat dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang berisi larangan bagi umat Islam untuk merayakan Idul Fitri di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua.
"Peristiwa intoleransi ini diharapkan mengubah mindset semua stakeholder yang ada di Papua baik dari unsur pemerintah pusat, aparat keamanan, pemerintah daerah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat bahwa saat ini isu agama sedang 'dimainkan' untuk mengobok-obok Papua. Sekecil apapun benihnya harus segera dikomunikasikan solusinya," tutur Fahira.
Fahira yang juga pengurus MUI Bidang Pendidikan dan Pengkaderan ini mendesak pemerintah untuk terus mengomunikasikan perkembangan penanganan peristiwa Tolikara kepada masyarakat Indonesia.
"Imbauan agar masyarakat terutama umat muslim menahan diri idealnya disertai dengan kerja cepat dan tepat pemerintah dalam menguak kasus ini. Paling penting adalah rasa keadilan dan kemanusian publik yang terusik dengan peristiwa ini harus segera dipulihkan," tegas Fahira.
Baca juga:
5 Pesan tokoh Muslim redam insiden Tolikara melebar
Jokowi: Saya mengutuk keras pembakaran dan kekerasan di Tolikara
Analisa akademisi UGM soal tragedi Tolikara
Pejabat yang tidak paham insiden Tolikara lebih baik diam
Ketua PBNU berharap insiden Tolikara jadi yang terakhir
Jimly Asshiddiqie yakin insiden di Tolikara bukan konflik Agama
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Kapan Masjid Cheng Ho di Palembang diresmikan? Masjid ini berdiri di atas tanah hibah dari Pemerintah Daerah dan baru diresmikan pada tahun 2006 silam.
-
Kapan Masjid Baitul Makmur diresmikan? Bentuk dari kepala kubah masjid yang diresmikan tahun 1999 ini memiliki bentuk yang sama persis, sehingga menimbulkan kesan gaya arsitektur Timur Tengah yang begitu kental.
-
Kapan Masjid Cipto Mulyo dibangun? Masjid itu dibangun oleh Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono X, sekitar tahun 1905 Masehi.
-
Kapan Masjid Jami' Jayapura dibangun? Jika Masjid Baiturrahman berdiri pada tahun 1974, Masjid Jami’ sudah berdiri pada tahun 1943.
-
Kapan Masjid Quwwatul Islam diresmikan? Pada Selasa (10/10), Gubernur DIY Sri Sultan HB X meresmikan berdirinya Masjid Quwwatul Islam di Jalan Mataram No. 1, Suryatmajan, Danurejan, Kota Yogyakarta.