Daeng melanjutkan, aparat penegak hukum harus dapat mengusut tuntas skandal demurrage ini lantaran impor beras saat masa panen petani merupakan kejahatan.
Sejumlah pekerja tengah memindahkan persediaan beras di Gudang Beras Bulog Garut di Jalan Tarogong, Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin) © 2024 maverick
Pengamat kebijakan publik Salamuddin Daeng meminta agar skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar dapat diusut tuntas sampai ke akar-akarnya.
Rekomendasi Berita untuk kamu
Dia menekankan, aparat penegak hukum dapat mempunyai perspektif menyelamatkan petani dengan mengusut tuntas skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar ini. Demikian disampaikan Salamuddin Daeng menanggapi skandal demurrage Rp 294,5 miliar yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
Demurrage sebesar Rp294,5 miliar ini diperkuat dengan keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, dan Tanjung Perak. âAparat penegak hukum harus punya perspektif menyelamatkan petani , jadi serius menangani masalah skandal demurrage Rp294,5 miliar ini,â tegas dia, Rabu (14/8). Salamuddin Daeng melanjutkan, aparat penegak hukum harus dapat mengusut tuntas skandal demurrage ini lantaran impor beras disaat masa panen petani merupakan kejahatan. Apalagi, kata dia, terdapat denda hingga Rp294,5 miliar dengan adanya keberadaan 1.600 kontainer beras ilegal.
"Harus diusut tuntas, (beras impor) legal saja kejahatan kalau sekarang di saat panen, apalagi ilegal,â ungkap dia. Salamuddin Daeng menegaskan, pemerintah seharusnya dapat fokus untuk membantu petani dengan tidak melakukan impor beras di masa panen. Dia sekali lagi mengingatkan, impor beras disaat musim panen merupakan kejahatan kepada petani. âSementara sekarang harga gabah petani anjlok, jauh dibawah harga gabah tahun lalu. Seharusnya pemerintah membantu petani dengan tidak impor beras di masa panen,â tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sendiri telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas di dalam skandal demurrage tersebut. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto saat memberikan update terkait perkembangan laporanya ke KPK soal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
âPihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,â kata Hari, Minggu,(4/8). Dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor hingga menyebabkan biaya demurrage atau denda sebesar Rp294,5 miliar. Dalam penjelasannya Tim Riviu menyebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.