Mencuat Demurrage Rp294,5 M, Kebijakan Pemerintah dalam Mengimpor Beras Dikritik
"Kami selama ini getol menolak impor beras yang bisa merugikan rakyat."
Skandal demurrage beras impor sebesar Rp294,5 miliar yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi merupakan persoalan hajat rakyat menyengat elite negeri.
Pasca mencuatnya skandal demurrage Rp294,5 miliar sejumlah pihak memberanikan diri buka-bukaan memberikan kritik kepada kebijakan impor beras ugal-ugalan pemerintah.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto misalnya menyoroti dugaan data manipulatif kebijakan impor beras dari pemerintah di tengah mencuatnya skandal demurrage Rp 294,5 miliar.
"Kami selama ini getol menolak impor beras sekarang terbukti bahwa data-data yang sebelumnya disampaikan ternyata manipulatif," ujar Hasto dalam keterangannya, Senin (5/8).
Hasto menekankan, berbagai kebijakan termasuk impor beras harus dapat dipertanggungjawabkan terlebih dahulu kepada rakyat Indonesia.
"Kebijakan-kebijakan itulah yang harus dipertanggungjawabkan terlebih dahulu kepada rakyat, dan itu harus dikedepankan, bukan permintaan maafnya dulu," kata Hasto.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas di dalam skandal demurrage sebesar Rp294,5 miliar.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto saat memberikan update terkait perkembangan laporanya ke KPK soal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
"Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan," kata Hari, Minggu (4/8).