Pakar: UU Pers Perlu Direvisi, Agar Pemilik Media Tak Bisa Intervensi
Mantan Anggota Tim Panitia Kerja Perumusan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Bambang Sadono menganggap UU Pers perlu direvisi. Menurut Bambang, jika mengikuti tren perkembangan zaman, UU Pers saat ini banyak memiliki kekurangan.
Mantan Anggota Tim Panitia Kerja Perumusan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Bambang Sadono menganggap UU Pers perlu direvisi. Menurut Bambang, jika mengikuti tren perkembangan zaman, UU Pers saat ini banyak memiliki kekurangan.
Menurutnya, UU Pers saat ini kurang melindungi profesi kewartawanan. Di mana masih kerap ditemui kejadian pemilik media mendikte tim editorial. Sehingga pemberitaan media justru cenderung disetir oleh pemiliknya.
-
Bagaimana Pakta Warsawa dibentuk? Pakta Warsawa, atau Pakta Pertahanan Bersama Warsawa, dibentuk pada 14 Mei 1955 di Warsawa, Polandia.
-
Siapa Pak Warnoto? Saat ditemui, Pak Warnoto baru pulang dari ladangnya.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan pengepungan Warsawa berakhir? Setelah penembakan dan pemboman besar-besaran, Warsawa secara resmi menyerah kepada Jerman pada 28 September 1939.
-
Apa keunikan dari Pantai Wartawan? Selain namanya yang unik, Pantai Wartawan menyajikan pemandangan pantai yang begitu indah, dipadukan dengan warna biru air laut menjadi kombinasi yang pas untuk menghabiskan akhir pekan.
-
Apa penyebab kematian Dono Warkop DKI? Almarhum meninggal dunia akibar penyakit tumor di bagian bokong dan sudah menjalar menjadi kanker paru-paru stadium akhir, dan menyerang lever.
Padahal, menurut Bambang, hal itu mestinya dilarang. Dan pengaturan akan hal itu harus dimasukan pada revisi UU Pers yang baru.
"Sehingga ada batas-batas pemilik media seberapa kuat pun dia, dia tidak boleh mendikte kebebasan para awak media," katanya dalam sebuah diskusi daring, Kami (30/9).
UU Pers saat ini, lanjut Bambang, juga kurang memperhatikan kesejahteraan awak media. Bambang mengungkap saat penyusunan UU itu, pihaknya terpaksa tak mendalami pembahasan tentang kesejahteraan awak media lantaran telah mencapai tujuan utama penyusunan UU Pers, yakni memberikan iklim kebebasan pers yang disebutnya telah tercapai.
"Sehingga yang detail-detail seperti ini tidak sempat kita bahas," ujar dia.
Menurut Bambang, UU Pers juga kurang tajam dalam merumuskan pengaturan media siber. Lantaran waktu penyusunan, kata Bambang media siber belum setenar saat ini.
UU Pers saat ini juga dianggap kurang tegas mengatur Dewan Pers. Hal ini patut dimaklumi, menurut Bambang saat penyusunan UU tersebut, pihaknya kali pertama menyusun badan mandiri yang mengatur pers setelah sebelumnya kewenangan yang sama diatur oleh Kementerian Penerangan.
Dalam merevisi UU Pers, Bambang berharap, insan media turut memberikan sumbangsih pemikirannya. Jangan sampai baru bereaksi setelah UU itu memberatkan awak media.
"Ini kritik saya, para insan pers itu tidak peduli pada saat pembuatan UU, tetapi pada saat UU itu merugikan mereka, baru mereka ribut, tapi ya sudah terlambat, ini biasanya terjadi di mana-mana,” pungkasnya.
Peringkat Media
Sementara itu, Jurnalis Senior Bambang Harymurti mendesak Dewan Pers agar mengembangkan pemeringkatan media berbasis data ketataan media terhadap kode etik jurnalistik. Polanya seperti yang diterapkan oleh NewsGuard di Amerika Serikat.
Di mana NewsGuard mengidentifikasi portal berita mana saja yang tingkat kepatuhan terhadap kode etik di atas ambang batas minimum. Kata Bambang, jika media itu taat, maka diberi warna hijau pada pencarian di mesin penelusuran Google. Sementara jika media yang kurang taat jadi warna merah.
"Saya kira ini memberikan ide, kalau NewsGuard bisa melakukan itu saya kira Indonesia mestinya bisa melakukan itu," ujar Bambang.
Audit itu bisa dilakukan menggunakan algoritma tertentu agar tak menyita banyak waktu dan tenaga. Pasalnya jika audit manual, menurut Bambang akan sangat sulit dilakukan untuk mengaudit lebih dari 40 ribu media.
"Mumpung Ketua Dewan Pers-nya itu M Nuh seorang yang ahli di bidang elektro bahkan pernah menjadi Rektor ITS. Ditambah beliau mantan Menteri Kominfo, saya kira ini kombinasi yang pas untuk beliau legacy-nya nantinya meninggalkan algoritma kode etik jurnalistik," ujar Bambang.
Jika ada media yang tak sepakat dengan hasil pemeringkatan algoritma media tersebut, menurut Bambang media bersangkutan berhak untuk mengajukan banding ke Dewan Pers. Sehingga peran lembaga tersebut layaknya Mahkamah Agung bagi media.
Basis Tentukan Tarif Iklan
Pemeringkatan ini, menurut Bambang, nantinya bisa juga diatur untuk menentukan skema pentarifan iklan pada media. "Jadi kayak e-catalog, jadi nantinya pemerintah hanya boleh masang iklan di media-media yang taat kode etik, minimum skornya berapa lalu juga tarifnya pun diberikan," jelas dia.
"Jadi kalau dia bintang 5 tarifnya minimum berapa maksimum berapa. Kalau dia bintang 3 kelas melati itu tarifnya tentu berbeda," sambungnya.
Skema seperti ini, menurut Bambang, bakal menumbangkan media-media abal-abal yang hanya memberitakan kebencian. Lantaran profit mereka tidak terdongkrak dengan cap pemeringkatan dari Dewan Pers yang berada di ambang bawah.
"Termasuk juga (media) penipuan seperti negative click bait. Dengan begitu Dewan Pers telah menjalankan amanatnya sebagai lembaga yang menjaga kemerdekaan pers," pungkasnya.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
11 Media Siber Deklarasi AMSI Wilayah Kepri
Bukan Cuma Bebas PHK, Begini Enaknya Kerja di TV
Institut Reuters: Pandemi Picu Khalayak Inginkan Berita Terpercaya
Berikut Fungsi Instagram yang Paling Utama, Bisa untuk Kembangkan Bisnis
Bayar Utang, VIVA Jual 39 Persen Saham Induk Stasiun Televisi ANTV Senilai Rp2,43 T
Anies Sebut Media Berpengaruh Besar dalam Penanganan Covid-19