Palsukan surat, 2 anggota Peradi Jawa Timur divonis 3,5 tahun
Majelis hakim berpandangan, kedua terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga. Dengan alasan tersebut, hukuman terdakwa diperingan.
Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis hukuman 3,5 tahun penjara terhadap dua pengacara yang ikut bergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jawa Timur. Keduanya adalah Sutarjo dan Sudarmono, terdakwa yang terbukti secara sah bersalah melakukan pemalsuan surat dan pengaduan palsu oleh majelis hakim.
"Dengan ini memutuskan sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUH Pidana. Terdakwa bersalah harus dihukum 3,5 tahun penjara dengan perintah segera ditahan," kata hakim yang memimpin persidangan, Jihad Arkanuddin, Kamis (3/11).
Maksud ditahan, kata Jihad, karena selama persidangan kedua terdakwa tidak pernah menjalani hukuman di dalam tahanan. Meski begitu, putusan vonis yang diberikan hakim ini tergolong ringan.
Dalam sidang dengan agenda tuntutan, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Hari Basuki Jaksa mengajukan ke Ketua Majelis Hakim, 5 tahun penjara bagi terdakwa. Namun, hakim mempunyai pertimbangan lain.
Majelis hakim berpandangan, kedua terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga. Dengan alasan tersebut, hukuman terdakwa diperingan.
Meski sudah dapat keringanan dari hakim, kedua terdakwa langsung melakukan banding.
"Karena terdakwa mengajukan banding, maka pelaksanaan putusan menunggu putusan hukum tetap atau incraht," ucap Jihad.
Secara terpisah salah satu anggota tim penasehat hukum terdakwa, Anandyo Susetyo menilai, kliennya langsung mengajukan banding itu hal yang wajar. Sebab, dalam fakta persidangan, sudah jelas terungkap bahwa kedua terdakwa sebagai advokat sudah menjalankan sesuai dengan aturan main.
"Berdasarkan profesinya yang mendapat kuasa dari kliennya tidak mendapat perlindungan hukum sesuai amanat UU No 18 tahun 2003 tentang advokat dan putusan Mahkamah Konstitusi No 26/PUU-XI/2013'" kata Anandyo Susetyo.
Perlu diketahui, perkara ini bermula dari surat pengaduan ke MPD Gresik atas Akte No 3 Notaris Mashudi, SH MKn tanggal 18 Mei 2009 oleh kedua terdakwa Sutarjo dan Sudarmono SH.
Terdakwa mendapat kuasa dari Khoyana untuk membuat dan mengirim surat pengaduan atas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akte. Dugaan pelanggaran etik itu adalah pada waktu pembuatan Akte tidak dibacakan para pihak tidak menghadap dan tidak ada bukti pembayaran lunas oleh pembeli.
Notaris tidak terima atas pengaduan tersebut dan lalu melaporkan Terdakwa di Polda Jatim hingga berlanjut dipersidangan ini.