PDIP nilai Setnov ingin kaburkan fokus hakim seret nama Puan di e-KTP
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan, pernyataan terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto terlalu gegabah. Bahkan, dia menuding kesaksian Mantan Ketua DPR itu adalah strategi untuk mengaburkan fokus Majelis Hakim dalam membuktikan kesalahan Setnov.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan, pernyataan terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto terlalu gegabah. Bahkan, dia menuding kesaksian Mantan Ketua DPR itu adalah strategi untuk mengaburkan fokus Majelis Hakim dalam membuktikan kesalahan Novanto.
"Bahwa ada aliran dana proyek e- KTP kepada Puan Maharani USD 500 ribu dan Pramono USD 500 ribu merupakan pernyataan yang secara hukum gegabah dan strategi untuk menjadikan majelis hakim dan penuntut umum tidak fokus untuk membuktikkan kesalahan terdakwa (Setya Novanto) " kata Basarah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/3).
-
Siapa istri Epy Kusnandar? Epy Kusnandar adalah seorang aktor senior yang telah berperan dalam berbagai film dan sinetron yang dikenal oleh masyarakat. Dia memiliki seorang istri yang cantik bernama Karina Ranau.
-
Kapan Kurniawan Dwi Yulianto lahir? Kelahiran Kurniawan Dwi Yulianto 13 Juli 1976
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kenapa Siti Purwanti meninggal? Diketahui bahwa mendiang Siti Purwanti telah lama menderita penyakit jantung dan gagal ginjal.
-
Kapan Pegi Setiawan ditangkap? Pegi Setiawan ditangkap petugas Polda Jabar di Bandung pada Selasa (21/5/2024) malam.
Basarah menuturkan, Novanto bukanlah orang yang melihat, mendengar, mengalami sendiri peristiwa pemberiaan uang, melainkan didasarkan pada pernyataan tersangka dalam kasus e-KTP. Karena itu, ia menganggap kesaksian Novanto tidak bisa dijadikan barang bukti dalam persidangan.
"Dengan demikian pernyataan Setya Novanto tidak dapat dikualifikasikan sebagai saksi sebagai salah satu alat bukti dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sepanjang tidak dilengkapi dan didukung dengan alat bukti lainnya," ungkapnya.
"Artinya penuntut umum dan persidangan tetap mempunyai kewajiban membuktikan kesalahan terdakwa (Novanto) dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian keterangan terdakwa tidak dapat dianggap sebagai kebenaran materiil tanpa dikuatkan dengan alat bukti yang lain," lanjutnya.
Calon Wakil Ketua MPR juga menegaskan, yang dikatakan Novanto bisa dianggap tidak kredibel mengingat selama ini Novanto cenderung tidak kooperatif dalam proses hukum yang ada. Mulai dari kisah melarikan diri kejaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga skenario kecelakaan.
"Kredibilitas terdakwa yang demikian tentu akan menyebabkan keterangan yang diberikannya di persidangan termasuk tiba-tiba menyebut pihak lain menerima aliran dana hanyalah bagian strategi untuk lolos dari jerat hukum dan mengaburkan perkara yang menjeratnya," tandasnya.
Diketahui, dalam sidang perkara e-KTP hari ini (23/3), telah terdakwa yang juga merupakan Mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar Setya Novanto menyebut beberapa nama tokoh penting yang diduga menerima aliran dana e-KTP. Diantaranya Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
"Untuk Komisi II, Pak Chairuman sejumlah USD 500 ribu dan untuk Ganjar sudah dipotong oleh Chairuman dan untuk kepentingan pimpinan Banggar sudah sampaikan juga ke Melchias Mekeng USD 500 ribu, Tamsil Linrung USD 500 ribu, Olly Dondokambey USD 500 ribu, di antaranya melalui Irvanto," ujar Novanto, Kamis (22/3).
(mdk/rnd)