Pelajar di Medan Tewas Diduga Dianiaya Anggota TNI
Sempat melapor ke polisi, namun keluarga korban diarahkan ke Denpom I/Bukit Barisan.
Seorang pelajar inisial MHS (15) meregang nyawa setelah mengalami sakit akibat penganiayaan yang diduga dilakukan oleh prajurit TNI. Kejadian penganiayaan itu terjadi di wilayah Medan, Sumatera Utara, Jumat (24/7) lalu.
Orang tua korban MHS, Lenny Damanik menuntut keadilan dengan meminta bantuan hukum dengan mendatangi Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Jumat (2/8).
- Pelajar SMP di Padang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, 30 Anggota Sabhara Polda Sumbar Diperiksa
- Pelajar SMP di Padang Tewas dengan 6 Tulang Rusuk Patah, LBH: Diduga Disiksa Polisi
- Mahasiswa di Medan Dirampok dan Dianiaya, Pelaku Mengaku Anggota Polisi
- Geram Ibunya Sering Dianiaya, Pelajar di Garut Gelap Mata Bacok Ayah Tirinya Bertubi-tubi
“Kasus ini berawal dari adanya tawuran yang terjadi di Benteng Hulu, di bantaran kereta api. Kemudian ketika mau membeli makan, dia sempat melihat adanya aksi tawuran,” kata Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Richard saat audensi.
“Setelah beberapa menit di situ, ternyata ada penertiban yang dilakukan Satpol PP, Babinsa, dan Kamtibmas. Kemudian tiga pilar tersebut mengejar para aksi atau orang yang sedang melakukan tawuran,” tambahnya.
Kemudian MHS yang melihat banyak petugas yang datang, reflek panik dan ikut kabur. Namun naas, dia malah dikira pelaku tawuran sampai anggota TNI diduga Babinsa Kelurahan setempat memukul bagian leher hingga jatuh ke bantaran bawah kereta api sedalam dua meter.
“Korban mengalami kepalanya pecah di sini, atau mengalami luka di sini. Kemudian korban mencoba untuk naik lagi ke atas. Ketika naik lagi ke atas, korban sempat tidak sadarkan diri dan ditinggalkan begitu saja,” ujarnya.
Setelahnya MHS dibawa ke rumah sakit oleh rekan-rekannya. Disana dokter sempat memberikan pertolongan pertama dengan memberikan perban dan memeriksa kondisi korban untuk selanjutnya dipersilahkan kembali ke rumah.
“Namun, ketika pulang ke rumah, ternyata MHS merasakan sakit yg sangat luar biasa. Bagian dadanya ini merasakan sakit semua, bahkan dari keterangan saksi, tukang urut juga, dia tidak bisa didudukkan,” ungkap Richard.
Singkatnya, MHS yang sudah mengeluh sakit dan tengah mendapat perawatan di Rumah Sakit Madani dan sekitar jam 20.30 WIB, diambil tindakan. Setelahnya sekitar pukul 04.00 WIB, korban MHS menghembuskan napas terakhirnya.
Tidak terima atas kematian anaknya, kata Richard, Lenny Damanik membuat laporan ke polsek setempat. Namun disebutkan, kalau dugaan pemukulan yang dialami MHS diduga dilakukan oleh prajurit TNI, maka diarahkan ke Denpom I/Bukit Barisan.
“Terakhir pihak Polsek Tembung mengatakan kepada ibu Leni, ‘Bu, ini ada keterlibatan anggota TNI, jadi ibu melapornya ke Denpom’,” ungkap dia.
Laporan kala itu sempat ditindaklanjuti, dengan proses olah tempat kejadian perkara (TKP). Di sana sudah diketahui
terduga pelaku penganiayaan, namun hingga saat ini kasus tidak kunjung ada kejelasan.
“Ketika sudah mengetahui itu mereka (petugas) balik ke Denpom, sampai disana karena sudah berkoordinasi, sudah tau orangnya tinggal dijemput saja. Alhasil setelah membuat laporan ternyata fakta dilapangan kasus ini mandek. Ini sudah masuk bulan ketiga dari bulan Mei 2024,” sebutnya.
Pada kesempatan yang sama, Lenny Damanik mengaku sangat merasa kehilangan atas meninggalnya putra kesayangannya. Dia pun mendesak agar kasus ini bisa diusut dengan seadil- adilnya dan pelakunya bisa dihukum seberat-beratnya.
“Garapan saya kepada pihak yang berwajib supaya mengusut kasus ini yang seadil-adilnya. Karena harapan saya sudah hilang karena hari itu harapan saya sama anak saya ini tapi sudah hilang, saya mohon supaya kasus ini diusut seadil-adilnya,” imbuh Lenny.
KPAI Kawal Kasus Tewasnya MHS
Pada kesempatan itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menegaskan pihaknya akan mengawal kasus tewasnya MHS sampai tuntas. Dengan mendorong semua pihak untuk serius dalam proses penanganan kasus.
“Di kami ada istilah adanya hambatan keadilan berdasarkan tadi penjelasan dan update kasus. Kasus ini ternyata sudah lama dan sudah 2 bulan 7 hari kasus ini berjalan sejak anak meninggal dan sampai detik ini belum juga ditentukan siapa yang harus bertanggung jawab,” kata Dian.
Menurutnya, ketika penyidik kesulitan mengungkap kasus jangan menjadi beban bagi pihak korban. Melainkan tanggung jawab penyidik untuk segera memproses dan mengungkap secara terang benderang.
“Penyidik harus segera mencari saksi itu jangan kemudian menghadirkan alasan-alasan lain sehingga kasus ini lama prosesnya. Kemudian kami juga berharap pemerintah daerah tidak abai dengan kasus ini,” tuturnya.
“Pemda harus hadir memberikan dukungan perlindungan dan pemulihan kepada ibu, keluarga, anak-anak lainnya yang menjadi saksi dari kejadian tersebut. Ini masalah bersama tidak bisa hanya menunggu sampai kasus ini selesai baru pemerintah daerah bergerak,” sambung dia.
Sementara terkait dengan kasus ini, merdeka.com telah mencoba untuk meminta penjelasan dari Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) I Bukit Barisan, Kolonel Inf Rico Siagian namun belum mendapat respon.