Pemilik Warteg Protes Aturan Makan 20 Menit: Biasanya Milih Dulu, Sudah Berapa Menit
"Saya aja baru selesai makan 30 menit dan masih kenyang ini, butuh waktu dulu biar makanan turun makanannya," tuturnya.
Gofar pemilik usaha Warung Makan Khas Tegal (Warteg) di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, hanya bisa mengelus dada ketika pemerintah resmi memperpanjang pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 hingga 2 Agustus 2021.
Apalagi menyikapi aturan makan di tempat yang dibatasi maksimal 20 menit yang tertuang dalam Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 24 Tahun 2021. Sebelum menyantap makanan, biasanya pengunjung warteg memilih menu terlebih dahulu. Itu saja sudah menghabiskan beberapa menit.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Apa yang diharapkan dari Dana Desa di Purwakarta? “Alhamdulillah, dana desa sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Purwakarta, khususnya yang berada di desa. Ini terlihat dari jumlah Desa Mandiri di Purwakarta yang meningkat menjadi 60 desa, dari yang sebelumnya 25 desa. Capaian ini merupakan lompatan yang luar biasa bagi Purwakarta,” ucap Anne.
-
Kapan warga Kampung Adat Lebak Bitung menumbuk padi? Menariknya, padi yang ditumbuk adalah yang disimpan di leuit berusia empat sampai enam tahun dan masih sangat baik untuk dikonsumsi.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Apa saja keluhan warga Kampung Cinungku? Warga Cinungku menginginkan listrik untuk menunjang pekerjaan mereka. “Keluhannya listrik, pak, belum ada di sini mah. Jadi listrik maksudnya, itu kwh-nya pada jauh. Jadi saya kerja juga nggak kuat sama mesinnya. Apalagi sama sanyo, sama mesin saya,” Padahal, berkali-kali masyarakat sudah meminta kepada pemerintah untuk dibangunkan tiang listrik di kampung tersebut. Namun, sampai sekarang permintaan tersebut belum direspons.
-
Dimana lokasi Kampung Warna-Warni Jodipan? Kampung Warna-warni Jodipan terletak di Jalan Ismoyo, Kelurahan Ngemplak, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.
"Baru denger, tapi lah gimana kalau cuman 20 menit mana keburu buat makan. Orang aja biasanya milih dulu kalau makan udah berapa menit itu, belum makannya, sama minum. Kaga bisa," kata Gofar salah satu pengusaha warteg saat ditemui merdeka.com, Selasa (27/7).
Kemudian, saat waktu 20 menit sudah habis, namun makanan yang disantap belum selesai. Ia merasa tidak mungkin sekonyong-konyong mengusir pengunjung.
"Ngelarang makan kaga boleh di tempat aja sudah susah, apalagi ini boleh makan tapi dibatasin itu makin susah. Karena saya ini penjual, nah pembeli adalah raja masa kita ngusir raja kan susah," tuturnya.
Hemat Gofar, seharusnya pemerintah fokus terhadap pemberlakukan aturan pembatasan kapasitas pelanggan untuk mencegah kerumunan, ketimbang membuat aturan yang sudah jelas sulit diterapkan.
"Mendingan dilarang atau dibolehkan gitu aja. Kalau gini, kita kan sudah rugi ditambah rasa was-was takut disamperin Satpol PP. Kadang saya itu suka ngeliat ke depan jalan ada razia enggak, saking was-wasannya saya," ucapnya.
"Sudahlah saya ini udah rugi, sewa tempat Rp25 juta buat empat bulan kaga ketutup. Sekarang ada aturan ini lagi. Ini makin bikin pusing kita penjual. Kalau memang tujuannya enggak ada kerumunan cukup dibatasin saja saya rasa," tambahnya.
Lebih Baik Pemerintah Fokus Bansos
Senada dengan Gofar, Oom penjual Rumah Makan Masakan Padang pada kawasan yang sama juga merasa aturan 20 menit tidak bisa diterapkan. Dia pun menyarankan waktu yang tepat maksimal 1 jam.
"Dari pada 20 menit lebih baik 1 jam selesai sudah. Soalnya kalau 20 menit, pelanggan pilih lauk berapa menit, makan berapa menit, belum lagi kalau abis makan kan enggak bisa langsung pergi," tuturnya.
Karena aturan yang dirasa tidak sesuai dengan realita di lapangan, Oom pun meminta lebih baik pemerintah fokus salurkan bantuan untuk para UMKM yang dijanjikan sebelumnya. Lantaran, selama pemberlakukan PPKM Darurat, dirinya belum sama sekali mendapatkan bantuan tersebut.
"Jujur, saya dari PPKM belum dapet bantuan. Katanya kan ada bantuan-bantuan mana, padahal udah didata sama RT kagak cair-cair. Aturan PPKM udah banyak, bikin pusing kita pedagang yang ngejalaninya," ucapnya.
Apalagi selama Pandemi Covid-19, Oom mengungkap sudah berupaya untuk menaati semua peraturan pemerintah. Upaya tersebut, kata dia, di antaranya dengan mengurangi kapasitas pengunjung dan menyarankan agar makanan dibungkus.
Sementara itu, Rizal seorang pelanggan warteg yang ditemui di rumah makan, mengaku baru mendengar aturan tersebut. Dia pun merasa aturan tersebut tidak bisa dijalanlan, karena waktu 20 menit untuk makan terlalu cepat.
"Saya aja baru selesai makan 30 menit dan masih kenyang ini, butuh waktu dulu biar makanan turun makanannya," tuturnya.
Adapun, lanjut Rizal, bila aturan tersebut tetap diberlakukan dirinya memilih makan untuk dibungkus, ketimbang harus makam secara terburu-buru. "Dari pada gitu, lebih baik kaga boleh aja. Jadi kita bisa bungkus kan," singkatnya.
Komunitas Warteg Protes
Aturan ini juga mendapat protes keras dari Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara). Ketua Kowantara Mukroni mempertanyakan apa alasan pemerintah membatasi pengunjung makan maksimal 20 menit.
"Pemerintah ini enggak ngerti tentang perwategan atau warung makan jadi kebijakannya itu absurd, ngawur ini," kata Mukroni saat dihubungi Liputan6.com, Senin (26/7).
Dia juga mengatakan pihaknya menolak dengan adanya kebijakan tersebut. Sebab untuk pengawasan dan pengontrolannya pun tidak jelas dan mempersulit pemilik warung.
Menurut Mukroni waktu makan setiap pelanggan itu tidak dapat disamakan. Misalnya anak muda dengan para orang tua ataupun lansia.
"Kan banyak tukang sapu yang udah sepuh, pensiun suruh makan 20 menit. Kalau kesedak meninggal dunia siapa yang mau tanggungjawab. Gimana?" ucapnya.
Selain itu, Mukroni menyebut warteg memiliki klasifikasi menurut pendapatan dan kondisi warungnya. Ada kelas kecil, menengah dan atas.
"Pembatasan orang kan tergantung warung misalnya warungnya kecil enggak apa-apa (tiga orang). Kalau warungnya besar masa tiga orang kan susah juga. Warteg ini ada kelasnya ada omzet di bawah 1 juta ada di bawah 3 juta sampai ke atas kelasnya," jelas dia.
Alasan Aturan Batas Makan 20 menit
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berharap kebijakan dalam penerapan PPKM Darurat level 4 bisa diterapkan dengan baik oleh masyarakat. Salah satunya mengenai kebijakan pemerintah terkait pembatasan waktu makan pengunjung saat PPKM Level 4.
Dalam Inmendagri ditandatangani Tito disebutkan operasional dan pengunjung rumah makan dibatasi dan waktu makan di tempat maksimal 20 menit.
Tito meminta agar eksekusinya dalam penegakan aturan dilakukan mulai dari pemerintah daerah, Satpol PP, TNI-Polri, serta pelaku usahanya sendiri dan juga sekaligus kepada masyarakat.
"Jadi memang ada tiga pihak yang penting untuk bisa efektifnya berlaku aturan ini. Yang pertama dari masyarakat sendiri, dan melalui forum ini saya kira tolong masyarakat juga bisa memahami kenapa perlu ada batas waktu tersebut. Prinsipnya saya kira 20 menit cukup bagi kita untuk makan di suatu tempat," kata Tito saat konferensi pers dalam chanel Youtube Sekretariat Presiden, Senin (26/7).
Oleh sebab itu, saat makan Tito berharap tidak membuat aksi atau kegiatan yang membuat terjadinya droplet hingga berbicara saat makan. Aturan tersebut kata Tito pun sudah diterapkan di beberapa negara.
"Mungkin kedengaran lucu, tapi di luar negeri, di beberapa negara lain sudah lama diberlakukan itu. Jadi makan tanpa banyak bicara dan kemudian 20 menit cukup, setelah itu memberikan giliran kepada anggota masyarakat yang lain," bebernya.
Kemudian untuk para pelaku usaha untuk bisa memahami hal tersebut. Dia menjelaskan alasan mengapa memberikan waktu sempit untuk makan di tempat agar tidak terjadi kerumunan dalam tempat makan atau rumah makan.
"Kenapa waktunya pendek untuk memberikan waktu yang lain supaya tidak terjadi pengumpulan di rumah makan itu. Kalau banyak ngobrol, tertawa, kemudian sambil berbincang-bincang itu rawan penularan," ujar dia.
Selanjutnya bukan hanya masyarakat, pelaku usaha yang memiliki lapak warung. Tito juga berharap adanya pengawasan dari Satpol PP dan bantuan TNI-Polri.
"Memastikan bahwa aturan ini bisa tegak. Mulai dari persuasif, pencegahan, sosialisasi, sampai ke langkah-langkah koersif tentunya dengan cara-cara yang santun dan tidak menggunakan kekuatan yang berlebihan, excessive use of force yang kontraproduktif," katanya.
Baca juga:
DPRD Jabar Minta Pemprov Antisipasi Gelombang PHK Dampak PPKM
Korlantas Polri Bagikan Sembako Ke Pemulung Terdampak PPKM Level 4 di Bantul
Aparat Diharapkan Tak Represif Menegakkan Aturan Makan di Tempat 20 Menit Selama PPKM
Puan Minta Pemerintah Harus Jelaskan Aturan Batas Makan Agar Tak Jadi Lelucon
Gibran Sebut BST Mulai Dibagikan kepada Warga Terdampak Covid-19
Honor Pengamanan PPKM Darurat di Garut Diduga Disunat
TNI-Polri Diturunkan Awasi PPKM, Komisi III Ingatkan Jangan Sampai Terjadi Gesekan