Pengakuan Kelompok Nelayan Soal Pagar Laut Tangerang, Dibangun Swadaya Buat Cegah Abrasi
Tujuan pembangunan tanggul sepanjang 30,16 kilometer untuk memecah ombak, mencegah abrasi, serta melakukan mitigasi ancaman megathrust dan tsunami.
Kelompok nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengungkapkan bahwa tanggul laut, yang kini viral dengan sebutan pagar laut, yang terletak di pesisir utara Tangerang, dibangun secara mandiri oleh masyarakat setempat.
Mereka menjelaskan bahwa tujuan utama pembangunan tanggul sepanjang 30,16 kilometer ini adalah untuk memecah ombak, mencegah abrasi, serta melakukan mitigasi terhadap ancaman Megathrust dan tsunami.
"Tanggul ini merupakan hasil inisiatif swadaya dari masyarakat setempat," kata Tarsin, perwakilan nelayan, saat berbicara kepada wartawan di Pantai Karang Serang, Sukadiri, Kabupaten Tangerang, pada Jumat (10/1).
Bukan Pemagaran
Tarsin menegaskan bahwa anggapan tentang pembangunan pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang yang saat ini beredar adalah tidak benar.
"Ini bukan pemagaran. Tapi tanggul laut yang fungsinya sangat banyak," tambah Tarsin.
Dia berharap agar pemerintah dapat meluruskan anggapan negatif yang berkembang dan seolah-olah merugikan para nelayan. "Kami nelayan di sini aman-aman dan nyaman-nyaman saja," ujar Tarsin.
Tarsin juga menjelaskan bahwa tanggul laut memiliki fungsi penting, seperti mengurangi dampak gelombang besar yang melindungi kawasan pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur. Selain itu, tanggul laut juga berfungsi untuk mencegah abrasi, yaitu pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman.
"Tanggul juga untuk mitigasi ancaman tsunami. Meskipun tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami, tanggul laut membantu mengurangi energi gelombang sehingga dampaknya lebih kecil di pesisir," jelas Tarsin.
Dengan kondisi tanggul laut yang terjaga dengan baik, area di sekitarnya bisa dimanfaatkan sebagai tambak ikan. Ini memberikan peluang ekonomi baru, meningkatkan produksi perikanan, dan membantu kesejahteraan masyarakat setempat. "Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang," tutupnya.
Membangun secara mandiri
Tarsin menyatakan bahwa pembangunan tanggul-tanggul ini merupakan inisiatif dari masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan, terutama di kawasan pesisir. "Keberadaan tanggul yang berfungsi sebagai pemecah ombak justru memberikan dukungan kepada nelayan lokal dan melindungi komunitas pesisir dari ancaman gempa Megathrust dan Tsunami, sebagaimana dijelaskan dalam riset terbaru Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)," ungkap Tarsin.
Shandy, Koordinator JRP, menambahkan bahwa Indonesia terletak di daerah rawan gempa akibat adanya zona subduksi yang memiliki potensi megathrust, yaitu gempa besar yang dapat memicu tsunami. Peringatan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenai ancaman ledakan Megathrust di Selat Sunda yang dapat menyebabkan Tsunami Raksasa menunjukkan perlunya langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi dampaknya.
"Peran tanggul laut dalam mitigasi tsunami sangat penting karena dapat mengurangi intensitas gelombang tsunami. Tanggul membantu memperlambat dan mengurangi energi tsunami sebelum mencapai daratan, sehingga kerusakan pada permukiman, fasilitas umum, dan area vital lainnya dapat diminimalkan," jelas Shandy. Dengan demikian, keberadaan tanggul laut tidak menghalangi akses ke laut.
Di sisi lain, masalah banyaknya bagan-bagan liar atau ilegal di tengah laut seharusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bagan-bagan tersebut mengganggu jalur nelayan dan menyulitkan akses bagi nelayan kecil yang sangat bergantung pada laut. "Bagan liar juga berpotensi merusak ekosistem karena struktur yang tidak dikelola dengan baik dapat merusak habitat laut," kata Shandy.
Masuk ke dalam area pemanfaatan laut
Sementara itu, Eli Susiyanti selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten mengungkapkan bahwa zona laut yang digunakan untuk lokasi pemagaran termasuk dalam wilayah pemanfaatan laut. "Di dalam zona tersebut, bisa dilakukan aktivitas pelabuhan laut, pariwisata, perikanan tangkap, waduk lepas pantai dan budidaya lain yang sejenis, pemukiman, jalur transportasi dan berbagai kegiatan lainnya," kata Eli. Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi publik yang berlangsung di Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta pada Selasa, 7 Januari 2025. Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, terdapat sekitar 4.000 nelayan yang beroperasi di lokasi tersebut, baik yang terlibat dalam perikanan tangkap maupun budidaya. Eli juga menambahkan bahwa pemanfaatan dan status zona laut di area tersebut diperkuat dengan regulasi yang tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten nomor 1 tahun 2023 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah.