Rawan Terjadi Gempa Megathrust dan Tsunami Besar, Ini Fakta Sejarah Gempa Bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta
Potensi terjadinya gempa besar dan tsunami ini sejatinya hampir merata di sepanjang pesisir selatan pulau Sumatera, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara.
Belakangan ini, isu terkait Gempa Megathrust kembali mencuat. Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut bahwa peristiwa itu tinggal menunggu waktu. Hal ini menjadi pembahasan hangat yang banyak mengundang perhatian masyarakat.
Sebenarnya, topik soal Gempa Megathrust ini bukanlah hal baru. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebut bahwa kondisi ini sudah dibahas sejak lama, bahkan sebelum terjadi tsunami Aceh 2004.
-
Apa itu gempa megathrust? Gempa megathrust adalah jenis gempa bumi yang terjadi di zona subduksi, yaitu wilayah di mana satu lempeng tektonik bergerak menukik ke bawah lempeng lain. Istilah 'megathrust' berasal dari kata 'mega' yang berarti besar dan 'thrust' yang berarti dorongan atau tekanan.
-
Mengapa gempa megathrust berbahaya? Karena energinya sangat besar, gempa ini seringkali disertai dengan tsunami. Contoh gempa megathrust yang terkenal adalah gempa dan tsunami di Aceh pada tahun 2004, yang terjadi akibat subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia.
-
Dimana gempa megathrust terjadi? Gempa megathrust terjadi di zona subduksi, di mana satu lempeng tektonik, biasanya lempeng samudra yang lebih berat, menyusup ke bawah lempeng benua yang lebih ringan. Proses ini menciptakan medan tegangan yang sangat besar di sepanjang batas lempeng.
-
Bagaimana gempa megathrust terjadi? Proses terjadinya gempa megathrust melibatkan interaksi kompleks antara lempeng tektonik di zona subduksi. Berikut penjelasan mengenai mekanisme dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya gempa ini: 1. Interaksi Lempeng Tektonik Gempa megathrust terjadi di zona subduksi, di mana satu lempeng tektonik, biasanya lempeng samudra yang lebih berat, menyusup ke bawah lempeng benua yang lebih ringan. Proses ini menciptakan medan tegangan yang sangat besar di sepanjang batas lempeng.
-
Kenapa Indonesia rawan gempa? Indonesia berada dalam batas 3 lempeng tektonik besar, yaitu: lempeng India-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
-
Kapan gempa Jogja terjadi? Delapan belas tahun yang lalu, Jogja luluh lantak akibat gempa berkekuatan 5,9 skala richter yang berlangsung selama 57 detik.
“Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di Zona Megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini atau warning yang seolah-olah akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian,” kata Daryono dikutip dari Liputan6.com.
Potensi terjadinya gempa besar dan tsunami ini sejatinya hampir merata di sepanjang pesisir selatan pulau Sumatra, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara karena sama-sama berada di Zona Megathrust. Potensi yang sama juga terjadi di wilayah pesisir selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lantas seperti apa sejarahnya?
Rawan Terjadi Gempa Bumi
Wilayah pesisir selatan Jawa tak terkecuali wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta memang rawan terjadi gempa bumi. Berdasarkan catatan sejarah kegempaan di Jawa antara tahun 1840 hingga 2006, zona selatan Jawa Tengah dan Yogyakarta sudah beberapa kali mengalami gempa bumi yang merusak.
Terakhir adalah gempa bumi pada 27 Mei 2006. Meskipun kekuatan gempanya tidak terhitung sangat besar yaitu Magnitudo 6,4, namun korban meninggalnya lebih dari 5.000 orang.
Dalam sejarahnya, wilayah Yogyakarta merupakan kawasan yang selalu mengalami kerusakan saat terjadi gempa bumi yang kuat. Pada 10 Juni 1867, gempa bumi yang terjadi di Bantul menyebabkan ribuan rumah rusak dan 500 orang meninggal. Sedangkan gempa bumi pada 23 Juni 2023 menyebabkan 15.275 rumah rusak dan lebih dari 213 orang meninggal.
Rawan Tsunami
Selain rawan terjadi gempa bumi yang merusak, kawasan pesisir pantai Jawa juga rawan terjadi tsunami. Dikutip dari Bmkg.go.id, kawasan pesisir selatan Jawa sudah berkali-kali dilanda tsunami dengan ketinggian yang bervariasi pada tahun 1840, 1859, 1921, 1930, 1957, 1994, dan 2006.
Sementara itu hasil simulasi tsunami di zona subduksi selatan Jawa menggunakan Software TOAST BMKG ternyata menghasilkan potensi tsunami yang sangat signifikan. Dengan model pembangkit gempa bumi magnitude 8,2 dengan kedalaman 20 km di Zona Megathrust, ketinggian tsunami di pantai selatan Yogyakarta berpotensi mencapai 9 meter. Tsunami itu diperkirakan tiba di pantai pesisir selatan Jawa 30 menit setelah terjadinya gempa.
Alat Pendeteksi Gempa dan Tsunami
Tingginya tingkat aktivitas gempa bumi dan tsunami di Yogyakarta mendorong BMKG meningkatkan perannya dalam bidang mitigasi gempa dan tsunami. Sejak tahun 2014 BMKG telah mengoperasikan sistem monitoring prekursor gempa bumi di Yogyakarta.
Keberadaan peralatan precursor ini merupakan bagian dari studi mengenai prediksi gempa bumi dengan memperhatikan gejala-gejala alam dan parameter fisis sebelum gempa terjadi. Lokasi stasiun prekursor gempa ini terletak di Pundong dan Piyungan. Unsur yang diamati adalah suhu bawah permukaan, muka air tanah, dan gas randon. Target yang diamati adalah aktivitas sesar aktif.
Selain itu, BMKG juga sudah membangun 2 sirine tsunami. Sirine dengan tipe monopole ditempatkan di Pantai Parangtritis. Nantinya sirene ini menjadi sarana penting perintah evakuasi bagi warga masyarakat setempat.