Pengamat hukum ini sebut hakim harusnya tak tahan Ahok usai divonis
Pengamat Hukum Institute for Criminal Justice Reform, Anggara Suwahju, mengatakan hakim tak pantas menahan Basuki T Purnama (Ahok). Apalagi melakukan penahanan usai sidang vonis merupakan hal dilarang.
Pengamat Hukum Institute for Criminal Justice Reform, Anggara Suwahju, mengatakan hakim tak pantas menahan Basuki T Purnama (Ahok). Apalagi melakukan penahanan usai sidang vonis merupakan hal dilarang.
"Menahan orang itu menjadi lazim di Indonesia. Padahal itu dilarang, dibolehkan dengan kondisi tertentu," kata Anggara dalam sebuah diskusi bertajuk 'Dramaturgi Ahok' di Jakarta, Sabtu (13/5).
Dia menjelaskan, terkait aturan penahanan jelas tertuang dalam Pasal 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Disebutkan dalam aturan itu bila penahanan bisa dilakukan dengan empat pertimbangan.
Pertama, kemungkinan adanya upaya menghilangkan barang bukti. Kedua, dianggap bisa mengulangi perbuatannya. Ketiga, dikhawatirkan melarikan diri dan terakhir dijerat dengan pasal yang ancamannya di atas lima tahun penjara. "Memang pertimbangan penahanannya subjektif, tapi batasannya itu objektif," ujarnya.
Anggara menilai lazimnya menahan tersangka atau terdakwa akhir-akhir ini berimbas pada penuhnya rumah tahanan (Rutan). Padahal, kata dia, tidak semua proses hukum terhadap kasus harus disertai penahanan.
Sementara, pada kasus Ahok, dinilainya pengadilan tidak seharusnya menahan mantan gubernur tersebut. Alasannya, Ahok tidak pernah menghilangkan barang bukti, bersikap kooperatif dalam sidang, terpenting tidak berniat melarikan diri dan mengulangi perbuatannya.
Di samping itu, Anggara menyebut majelis hakim memimpin sidang perkara penistaan agama itu tidak menjelaskan secara rinci alasan melakukan penahanan terhadap Ahok. Hal itu dianggap sebagai pemicu aksi simpatik massa pendukung Ahok terus digelar beberapa hari terakhir.
"Semestinya, pengadilan menjelaskan tentang keadaan tersebut. Bukan hanya pada kasus Ahok ini, kejadian sama juga selalu terjadi pada setiap kasus pidana lain," terangnya.