'Pengeboman & Segala Aksi Terorisme Itu Bukan Islam'
Radikalisme berbuntut aksi terorisme menjadi wabah menakutkan. Ironisnya aksi para teroris selalu menjadikan agama sebagai pembenaran. Padahal tak ada satu pun agama mengajarkan kekerasan, apalagi sampai melakukan pembunuhan.
Radikalisme berbuntut aksi terorisme menjadi wabah menakutkan. Ironisnya aksi para teroris selalu menjadikan agama sebagai pembenaran. Padahal tak ada satu pun agama mengajarkan kekerasan, apalagi sampai melakukan pembunuhan.
"Jadi pengeboman dan segala aksi terorisme itu bukan Islam. Mereka selama ini 'membajak' Islam untuk pembenaran aksinya," ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Syaiful Bakhri dalam keterangannya, Kamis (24/10).
-
Dimana serangan teroris terjadi? Serangan tersebut terjadi di gedung teater Crocus City Hall yang berlokasi di Krasnogorsk, sebuah kota yang terletak di barat ibu kota Rusia, Moskow.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan terjadi kemacetan yang paling parah di Jakarta? Kondisi kemacetan lalu lintas kendaraan pada jam pulang kerja di Jalan Gatot Subroto, Jakarta
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
Di Indonesia, lanjut Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah 2010-2015 ini, seluruh masyarakat dan negara terus memerangi radikalisme sebagai musuh ideologi. Tidak hanya umat Islam, seluruh penganut agama yang ada di Indonesia juga melakukan hal serupa.
"Itu bukan ajaran Islam, tapi ajaran pemeluk yang tidak paham Islam dan tersesat," tukas Syaiful.
Ia mengungkapkan, teror yang selama ini terjadi lebih pada ketidakadilan, apakah itu hukum, politik, kemanusiaan, ekonomi, sosial budaya. Itulah yang dinilai bisa membangkitkan setiap orang melakukan tindakan teror.
"Ini amat sulit dideteksi, paling mungkin pemerintah memperbaiki berbagai ketidakadilan yang ada. Saya yakin kalau keadilan sosial itu sudah terwujud, otomatis radikalisme dan terorisme akan sangat berkurang," ungkapnya.
Syaiful menegaskan, semakin dimusuhi, mereka (teroris) akan semakin kuat. Cara ideal untuk menangani mereka dengan mengurai akar masalahnya.
"Misalnya, tersangka penusukan enggak bisa dituntut hukum semata, tapi harus dicari akarnya kenapa ia melakukan itu. Dalam otak mereka Pak Wiranto atau negara itu musuh mereka. Itulah yang terjadi sehingga kalau hanya penegakkan hukum, masalah itu tidak selesai dan tidak ada yang menang atau kalah," ungkapnya.
Intinya, kata Syaiful, melawan radikalisme dan terorisme tidak hanya dengan kerasnya penegakkan hukum, tetapi bisa berhasil bila dilawan dengan kemuliaan dan kehebatan Pancasila sebagai ideologi tunggal Bangsa Indonesia.
"Bagaimana memberikan pemahaman Pancasila. Jangan sekadar mengatakan aku Pancasila, aku NKRI. Bohong kalau hanya perkataan, tetapi harus dengan pemahaman. Sama dengan agama, mengajak orang beriman tidak mudah dan butuh waktu yang lama dan terus menerus," pungkasnya.
Baca juga:
ISIS Dilaporkan Gunakan TikTok Untuk Rekrut Teroris
Densus Tangkap Terduga Teroris yang Pernah Sembunyikan Abu Rara, Penyerang Wiranto
Densus 88 Antiteror Geledah Area Gardu Induk PLN Tasikmalaya
Geledah 2 Rumah di Bandar Lampung, Densus 88 Sita Bubuk Kuning hingga Kabel
Mengajak Masyarakat Ikut Aktif Cegah Berkembangnya Bibit Terorisme
1 Orang di Bekasi Diduga Ditangkap Densus 88