Penjelasan Lengkap Kemenag Soal Nama Produk Tuak, Bir dan Wine Dapat Sertifikat Halal
Regulasi penamaan produk halal sebetulnya sudah diatur melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama buka suara terkait beredar video berisi adanya produk dengan nama 'tuyul', 'tuak', 'beer', dan 'wine' mendapat sertifikat halal. Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat Salamet Burhanudin menjelaskan bahwa video yang beredar itu terkait penamaan produk bukan terkait kehalalan produk tersebut.
"Pertama harus kami jelaskan bahwa persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk, dan bukan soal kehalalan produknya. Artinya masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku," kata Mamat seperti dikutip dari situs BPJPH Kemenang di Jakarta, Rabu (2/10).
- Info Terbaru: Aturan Wajib Sertifikasi Halal Berlaku Hari Ini, Produk Bisa Ditarik
- Alasan Kenapa Bir Pletok Bisa Mendapat Serifikasi Halal, sedangkan Penggunaan Kata Beer, Wine, dan Tuyul Dilarang
- Polemik Sertifikasi Halal untuk Wine: Penjelasan dan Klarifikasi MUI
- Klarifikasi MUI soal Wine Bersertifikat Halal: Itu Produk Kosmetik
Aturan Sertifikat Halal
Mamat mengatakan, regulasi penamaan produk halal sebetulnya sudah diatur melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal. Serta Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal terhadap produk dengan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam atau bertentangan dengan etika dan kepatutan yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
"Namun pada kenyataannya masih ada nama-nama produk tersebut mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapan halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal. Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal," ujar Mamat.
Ada 61 Produk Pakai Kata Wine
Mamat mencontohkan produk dengan nama menggunakan kata 'wine' yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk dan 53 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.
Contoh lain menurut Mamat, produk dengan nama menggunakan kata 'beer' yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 8 produk. 14 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.
"Perlu kami sampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kedua kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH, dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain," ujar Mamat.
Mamat melanjutkan, data tersebut mencerminkan fakta adanya perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. Perbedaan itupun sebatas soal diperbolehkan atau tidaknya penggunaan nama-nama itu saja, tetapi tidak terkait dengan aspek kehalalan zat dan prosesnya yang memang telah dipastikan halal.
Kondisi ini, menurut Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, Dzikro, masih dalam ruang lingkup proses penyelenggaraan layanan sertifikasi halal yang berdasarkan perintah Undang-undang pelaksanaannya dilakukan oleh ekosistem layanan yang luas dan melibatkan banyak aktor.
"Untuk itu, BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi dan menyamakan persepsi, agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk. Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya," kata Dzikro.
BPJPH juga mengimbau dan mengingatkan kembali seluruh pihak tentang kewajiban sertifikasi halal tahap pertama yang akan berlaku setelah 17 Oktober 2024, khususnya untuk produk makanan dan minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.
"Alangkah baiknya, saat ini energi seluruh stakeholder Jaminan Produk Halal bersama masyarakat dan pelaku usaha digunakan untuk menyukseskan kewajiban sertifikat halal yang sudah semakin dekat," pungkas Dzikro.