Penjelasan Misbakhun Soal Kritik Dana Cadangan PEN Digunakan untuk BUMN
Misbakhun mempermasalahkan adanya penggunaan istilah Cadangan PEN dan SAL pada APBN 2021. Sebab istilah tersebut tidak dikenal dalam nomenklatur APBN.
Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun memperjelas kritiknya terhadap rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang hendak melakukan Penanaman Modal Negara (PMN) ke sejumlah BUMN dengan mekanisme 'cadangan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Saldo Anggaran Lebih (SAL)'.
Misbakhun mempermasalahkan adanya penggunaan istilah Cadangan PEN dan SAL pada APBN 2021. Sebab istilah tersebut tidak dikenal dalam nomenklatur APBN, yang merupakan bagian dari manajemen keuangan negara yang diatur oleh undang-undang.
-
Apa itu ANBK? ANBK adalah Asesmen Nasional Berbasis Komputer, program yang dirancang untuk menilai mutu tiap satuan pendidikan seperti Sekolah, Madrasah atau kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah.
-
Bagaimana ANBK dilakukan? Pelaksanaan AN menggunakan sistem berbasis komputer, sehingga disingkat dengan ANBK yang menggunakan moda tes dengan pilihan moda daring (online) ataupun semi daring (semi online) sesuai dengan ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah atau daerah masing-masing.
-
Apa yang menjadi tujuan utama dari penerapan APBN? Sebagai salah satu unsur penting dalam perekonomian negara, tentu APBN diadakan dengan fungsi dan tujuan yang jelas.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan APBN? Di mana pemerintah harus bertanggung jawab atas semua pendapatan dan pengeluaran kepada rakyat, di mana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
-
Kenapa ANBK dilakukan? Pemerintah Indonesia melakukan perbaikan dan evaluasi pendidikan dengan cara pemetaan mutu melalui program asesmen nasional (AN).
-
Kapan BBNKB dikenakan? BBNKB berlaku bila seseorang melakukan transaksi jual beli mobil bekas dan akan dikenakan biaya balik nama sehingga kendaraan tersebut memiliki nama sesuai dengan pemilik atau pembelinya.
Agar masyarakat memahami, dijelaskan Politikus Golkar itu, Program PEN adalah program yang ada di dalam struktur belanja APBN. Meliputi Bidang Kesehatan, Perlindungan Sosial, Sektoral K/L Dan Pemda, UMKM, Pembiayaan Korporasi (BUMN), dan Insentif Perpajakan Dunia Usaha
Karena itu, apabila tidak digunakan atau dibelanjakan pada tahun berjalan, maka mata anggaran di program PEN akan menjadi bagian SAL tahun tersebut yang sudah habis periodisasi anggarannya pada cut off per 31 Desember. Artinya, ia hanya baru bisa menjadi cadangan pada 31 Desember 2021.
"Nah, menurut UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, tidak boleh APBN direncanakan dengan asumsi di awal akan ada SAL. Karena APBN disusun dengan asumsi awal penerimaan tercapai 100% dan belanja terserap 100%," kata Misbakhun di Jakarta, Rabu (10/11).
Sehingga, jika saat ini per November 2021, Menteri SMI sudah mengatakan ada SAL untuk PMN ke BUMN, maka kebijakannya aneh.
Memang selama ini, penyerapan anggaran 100 persen adalah mustahil, alias tidak mungkin tercapai. Untuk itu, biasanya memang ada SAL. Namun, SAL itu baru bisa digunakan di tahun berikutnya. Bukan di tahun yang sama.
Harus diingat juga, bahwa PMN yang selama ini disetujui oleh DPR adalah PMN dengan mekanisme pada saat pembahasan APBN.
"Tidak pernah dibicarakan digunakan SAL untuk PMN kepada BUMN," imbuh Misbakhun.
Dia mengatakan, UU No.9/2020 tentang APBN 2021 memang memberi kewenangan kepada Menkeu sebagai bendahara umum negara, untuk menggunakan SAL. Tetapi mekanisme penggunaannya untuk PMN belum pernah dibicarakan sebelumnya dengan DPR.
Apalagi belum ada aturan mekanisme bagaimana penggunaan SAL APBN 2021 untuk PMN ke BUMN.
"APBN 2021 sendiri masih berjalan, sampai 31 Desember 2021 baru tutup buku. Bagaimana nantinya apabila belanja di APBN 2021 terserap pada titik optimal dan jumlah SAL tidak mencukupi untuk PMN ke BUMN seperti yang direncanakan? Atau apabila kemudian ada keputusan politik yang drastis bahwa untuk memperkecil defisit maka digunakan mekanisme zero SAL alias SAL tak boleh ada?" urai Misbakhun.
Bagi Misbakhun, bila kondisi yang disebutnya terjadi, maka Pemerintah akan kelimpungan sendiri. Bisa-bisa harus kembali menerbitkan surat utang yang beban pembayaran bunganya lagi-lagi ditanggung oleh rakyat.
"Jadi setiap resiko yang ada harus dimitigasi. Tak Boleh asal-asalan. Makanya saya kritik manajemen keuangan negara kayak begini," pungkas Misbakhun.
Diketahui, Menteri Sri Mulyani mengakui akan menggunakan dana cadangan pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan Sisa Anggaran Lebih (SAL) tahun anggaran 2021 dengan total mencapai Rp 53,1 triliun untuk menambah modal anggaran BUMN dan Lembaga.
Dari cadangan PEN, Sri Mulyani menggunakan dana sebesar Rp33 triliun dan pemanfaatan SAL sebesar Rp 20,1 triliun. Di antara penerimanya adalah Hutama Karya (HK) sebesar Rp25,2 triliun dan Waskita Karya sebesar Rp7,9 triliun.
(mdk/bal)