Pentingnya Peran Ayah dalam Keluarga Agar Anak Tak Terjebak Toxic Relationship dari Kacamata Psikolog
Indonesia jadi negara paling banyak Fatherless dalam keluarga
Indonesia jadi negara paling banyak Fatherless dalam keluarga
- Tidak Dipenjara, Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Cilandak akan Dititip di Rumah Aman Kemensos
- Psikolog Jelaskan Bahwa Keluarga Punya Peran Penting untuk Cegah Pernikahan Dini
- Ayah Pembunuh Balitanya di Tulungagung akan Diuji Kesehatan Mentalnya
- Anak Korban Bunuh Diri Satu keluarga di Malang dapat Pendampingan Psikologis
Pentingnya Peran Ayah dalam Keluarga Agar Anak Tak Terjebak Toxic Relationship dari Kacamata Psikolog
Keberadaan sosok ayah sangat penting untuk pertumbuhan anak. Kebijakan pemerintah memberikan hak cuti untuk mendampingi istri pascapersalinan pun disambut baik banyak kalangan.
Karena sangat penting peran ayah pada tumbuh kembang anak terutama pada fase awal kehidupan anak.
Psikolog dan staf pengajar di Laboratorium Life-span Development, Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Indonesia (UI), Ike Anggraika menekankan bahwa negara perlu membuat kebijakan yang mendukung keluarga. Kebijakan yang mendukung keluarga dapat membantu menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan keluarga.
"Ini termasuk dukungan untuk cuti bagi ayah dan fleksibilitas jam kerja. Negara juga dapat memperkuat program pendidikan yang menyoroti pentingnya peran ayah dalam kehidupan anak-anak. Ini dapat mencakup kampanye kesadaran, seminar, dan program pendidikan yang ditujukan untuk ayah tentang pentingnya keterlibatan aktif dalam pendidikan dan pengasuhan anak-anak mereka," kata Ike, Selasa (19/3).
Menurutnya, Indonesia sangat mungkin termasuk dalam deretan negara dengan tingkat fatherless tinggi. Anak-anak fatherless mungkin memiliki ayah, tetapi karena beberapa jenis pekerjaan membuat para ayah harus meninggalkan rumah dalam jangka waktu lama.
Beberapa jenis pekerjaan yang mengharuskan ayah bekerja jauh dari rumah. Di antaranya pekerja migran, pekerja sektor transportasi/pelayaran, pekerja kontrak/proyek yang harus tinggal di lokasi proyek untuk periode tertentu, dan pekerja sektor informal, seperti buruh bangunan, tukang becak, dan lain-lain.
"Fatherless lebih banyak berkaitan dengan pekerjaan ayah yang jauh dari rumah sehingga hal utama yang perlu dilakukan oleh negara adalah membuka lebih banyak peluang untuk pekerjaan yang stabil dan layak bagi ayah, termasuk menggalakkan pelatihan dan pengembangan keterampilan serta akses yang lebih baik ke pekerjaan formal," ujar Ike.
Selain karena jenis pekerjaan ayah yang harus meninggalkan keluarga cukup lama, anak juga bisa tidak memiliki ayah karena ayahnya meninggal dunia, ayah tidak hadir secara fisik atau emosional dalam mengasuh dan membesarkan anak, atau ayah tidak pernah ada dalam kehidupan anak sama sekali. Dalam beberapa kasus, terdapat ayah biologis yang meninggalkan, menelantarkan, atau tidak mengakui anaknya.
Padahal, kehadiran ayah dalam keluarga berpengaruh secara positif terdahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Keberadaan ayah secara stabil dalam kehidupan anak penting bagi perkembangan emosional anak karena dapat memberikan stabilitas, perlindungan, dan rasa aman.
Sebagai tulang punggung keluarga, ayah menyediakan dukungan finansial yang stabil untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak-anak.
Terlibatnya ayah dalam tanggung jawab rumah tangga dan perawatan anak juga membantu meringankan beban istri, memberikan dukungan mental dan emosional yang kuat, serta memungkinkan istri memiliki waktu lebih banyak untuk fokus pada karier atau minat pribadi.
Dalam aspek perkembangan anak, kehadiran ayah dapat memberikan stimulus kognitif yang berbeda dari yang diberikan ibu, di antaranya pemecahan masalah, eksplorasi, pemikiran abstrak, pemahaman logika, dan penalaran matematika. \
Ayah juga berperan mengajarkan kepercayaan diri, pengelolaan emosi, dan norma sosial. Di lain sisi, anak yang tumbuh dalam keluarga fatherless akan menanggung beberapa dampak psikologis.
"Kehilangan atau kurangnya figur ayah sebagai sumber dukungan emosional dan model peran yang kuat dapat memengaruhi kesehatan mental anak secara negatif. Anak-anak yang tumbuh tanpa ayah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami ketidakstabilan emosi, kesulitan mengelola emosi, hingga mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku. Anak-anak mungkin mengalami perasaan kurangnya dukungan baik finansial maupun psikologis dengan tidak hadirnya ayah di tengah keluarga," tutur Ike.
Kehilangan ayah dapat memengaruhi perkembangan kognitif anak sehingga anak menghadapi kesulitan dalam pemecahan masalah dan keterampilan akademis.
Kurangnya dukungan emosional dan contoh model peran yang sehat dari seorang ayah juga dapat menghambat perkembangan kecerdasan sosial anak.
Anak-anak mungkin mengalami kepercayaan diri rendah, kesulitan dalam memahami norma sosial dan berinteraksi dengan orang lain, hingga kesulitan membangun hubungan interpersonal yang sehat dengan orang lain.
Oleh karena itu, anak yang tumbuh dalam lingkungan fatherless lebih rentan terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship.
Masalah emosional, psikologis, dan sosial yang dirasakan anak akibat hubungan yang buruk dengan ayah juga dikenal dengan istilah daddy issues.
Ketika tumbuh dewasa, perempuan yang memiliki daddy issues mengalami kesulitan dalam membangun hubungan intim yang sehat dan stabil dengan laki-laki, serta muncul ketidakpercayaan pada pria dalam kehidupan mereka.
Sementara itu, laki-laki yang mengalami daddy issues akan kesulitan membentuk identitas laki-laki dan ragu akan peran laki-laki. Ketiadaan figur ayah bagi anak laki-laki sebagai contoh menjadi suami yang bertanggung jawab, pengasuh yang baik, dan mitra yang setia membuat mereka kesulitan memahami dinamika hubungan pernikahan.