Penyuap panitera PN Jakpus menangis usai dengar dakwaan jaksa
Doddy turut serta memberi atau menjanjikan sesuatu kepada panitera PN Jakarta Pusat.
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menggelar sidang dugaan pemberian suap terhadap Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa Doddy Aryanto Supeno. Dalam sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Kartika 1 itu beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam dakwaannya, terdakwa Doddy telah melakukan atau turut serta dalam beberapa perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution sebesar Rp 150 juta. Uang tersebut diberikan kepada panitera agar pihak pengadilan menunda proses pelaksanaan Aanaming terhadap PT. Metropolitan Tirta Perdana (MTP).
Tak hanya itu, uang tersebut juga digunakan sebagai mahar agar pihak PN Jakarta Pusat menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT. Accros Asia Limited (ALL) meskipun telah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang.
"Atas perbuatan terdakwa sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam pasal ayat (1) huruf a UU RI No. 31 tahun 1999 tentang tinfak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 65 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," kata Penuntut Umum, Fitroh Rochcahyanto dalam persidangan, Rabu (29/6).
Usai pembacaan dakwaan tersebut, terdakwa Doddy lewat kuasa hukumnya mengajukan permohonan eksepsi kepada majelis hakim pasca hari raya idul fitri. Hakim ketua pun mengabulkanya dan menunda sidang hingga tanggal 11 Juli 2016.
Pantauan merdeka.com, usai persidangan terdakwa Doddy tampak menangis. Beberapa keluarga, kerabatnya yang hadir pun langsung memeluk Doddy seraya memberikan dukungan moril atas proses hukum yang tengah dijalaninya.
Sebelumnya, dalam kasus dugaan penyuapan PN Jakarta Pusat, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (20/4) lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp 50 juta dalam bentuk pecahan Rp 100.000 yang ditengarai sebagai uang 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan perkara peninjauan kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.