Perenungan Kasus Pengeroyokan Siswi SMP di Pontianak dan Arus Media Sosial
"Kalau kita bicara generasi milenial, media yang lekat dengan kehidupan mereka adalah media sosial. Ada peningkatan tindak kekerasan ini di kalangan milenial. Seperti tawuran, siswa lawan guru, bullying, dan lain sebagainya," kata Edi.
Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman, Edi Santoso mengatakan terpaan media sosial bisa memengaruhi sikap atau perilaku sosial seseorang, termasuk perilaku bullying.
"Memang, dari berbagai studi, ada kaitan erat antara budaya dan media pada era modern ini, termasuk juga media sosial," katanya di Purwokerto, Rabu (10/4/2019), dilansir Antara.
-
Bagaimana bullying tersebut terjadi? Dalam video tampak korban, AY (14), tak bisa berbuat apa-apa saat menjadi sasaran teman-teman sekelasnya. Dia dimaki dengan kata-kata kasar menggunakan bahasa setempat oleh para pelaku. Korban juga dipaksa sujud dan mencium kaki pelaku. Kepalanya didorong ke bawah oleh salah satu pelaku, sementara pelaku lain tertawa. Kemudian pelaku lain sengaja mendorong temannya dengan tujuan menimpa badan korban. Saat rambut korban berantakan, pelaku memaksanya berkaca ke layar ponsel.
-
Apa yang dimaksud dengan bullying? Bullying atau perundungan salah satu masalah sosial yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, tempat kerja hingga dunia maya.
-
Apa itu bullying? Bullying adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terus menerus.
-
Apa saja contoh tindakan bullying yang dilakukan anak dan remaja? Mereka mungkin melecehkan atau mengolok orang lain dalam upaya untuk menonjol di antara teman-teman mereka.
-
Siapa saja yang terlibat dalam kasus bullying? Dalam kasus bullying, terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu pelaku, korban, dan saksi, dan masing-masing memiliki peran tersendiri. Pelaku adalah individu yang melakukan tindakan agresif dengan tujuan menyakiti atau mengintimidasi orang lain. Korban adalah orang yang menjadi sasaran dari tindakan bullying tersebut dan sering kali mengalami dampak negatif baik secara fisik maupun psikologis. Saksi adalah orang-orang yang menyaksikan atau mengetahui terjadinya bullying.
Edi Santoso yang merupakan dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman tersebut mengatakan pada era riset komunikasi massa, ditemukan fakta kaitan antara terpaan media dan sikap atau perilaku sosial.
"Kalau kita bicara generasi milenial, media yang lekat dengan kehidupan mereka adalah media sosial. Ada peningkatan tindak kekerasan ini di kalangan milenial. Seperti tawuran, siswa lawan guru, bullying, dan lain sebagainya," katanya.
Masalah perisakan pada anak kembali menjadi sorotan nasional setelah kasus yang menimpa seorang siswi Sekolah Menengah Pertama di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Peristiwa yang menimpa Audrey, korban penganiayaan belasan murid SMA, menyebar luas di dunia maya dan membuat tagar #justiceforAudrey menjadi topik bahasan utama dalam dua hari terakhir.
Dari perspektif psikologi, kata dia, anak-anak usia SMA merupakan transisi menuju fase dewasa, di mana rujukan perilaku mereka adalah teman atau 'peer group' dan bukan lagi orangtua.
"Beragam aksi bullying sangat mungkin menginspirasi atau memunculkan efek imitasi atau peniruan bagi yang lain," katanya.
Kendati demikian, kata dia, ada yang lebih mendasar jika berbicara mengenai media sosial.
"Bukan semata efek imitasi, tapi medsos itu sendiri telah membentuk habitus tersendiri. Teknologi digital misalnya, dianggap telah menciptakan mental atau cara berpikir zig-zag, nonlinier," katanya.
Dia menambahkan, dalam perilaku, mental seperti itu terekspresi dalam keberanian bertindak, dan memikirkan risiko belakangan.
"Digitalisasi juga memunculkan mental serba instan, 'tergesa-gesa'. Itu terekspresikan dalam kecenderungan sikap reaktif, terburu-buru, impulsif," katanya.
Selain itu, kata dia, interaksi secara virtual juga berpotensi mereduksi nilai-nilai sosial.
"Budaya guyub, hangat, tergantikan oleh praktik interaksi yang miskin emosi. Nilai-nilai empati tergerus oleh ilusi eksistensi. Di situlah, kita melihat kasus Audrey terjadi, konflik terbangun dalam interaksi melalui medsos. Sementara kita tahu, banyak pesan yang tereduksi dalam komunikasi via medsos. Aspek-aspek nonverbal, makin menghilang, meskipun ada emoticon," katanya.
Dengan demikian, potensi orang menjadi salah paham lebih besar, ketika aspek nonverbal tidak hadir.
"Misalkan, orang bercanda bisa dianggap serius atau sebaliknya," katanya.
Di juga mengatakan bahwa aksi perundungan hanya salah satu ekspresi perilaku agresi.
"Dan kecenderungan agresi bisa dipicu oleh banyak hal, termasuk juga oleh game online yang banyak berisi konten kekerasan. Intinya, sangat mungkin perilaku seperti itu dipengaruhi oleh media yang mereka pakai sehari-hari," katanya.
Baca juga:
Polisi Pantau Informasi Simpang Siur di Sosmed Terkait Pengeroyokan Siswi SMP
Presiden Jokowi Perintahkan Kapolri Tegas Usut Pengeroyokan Siswi SMP di Pontianak
Polisi Belum Putuskan Tahan Tiga Tersangka Pengeroyok Siswi SMP di Pontianak
Polisi Tetapkan Tiga Tersangka Pengeroyok Siswi SMP di Pontianak
Motif Siswi SMA Keroyok Siswi SMP di Pontianak