Perppu Pilkada Langsung dan Pemda dipermasalahkan ke MK
Dua Perppu tersebut berpotensi merusak sistem hukum ketatanegaraan.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota secara langsung dan Perppu Nomor 2 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) tengah dipermasalahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ini karena pembentukan dua Perppu tersebut dinilai memiliki kecacatan hukum.
"Pembentukan Perppu Pilkada tidak didasari adanya kebutuhan yang mendesak atau adanya unsur mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat," ujar salah satu pemohon yang merupakan mantan anggota DPR Didi Supriyanto di Jakarta, Selasa (26/11).
Didi menilai pembentukan dua Perppu tersebut berpotensi merusak sistem hukum ketatanegaraan. Menurut dia, latar belakang munculnya Perppu karena adanya perbedaan sikap politik antara Presiden SBY dengan DPR dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan konstitusi.
"Apalagi zamannya Pak Jokowi ini konflik Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisis Indonesia Hebar (KIH) begitu keras," ungkapnya.
Sementara itu, pemohon uji materi yang lain, Edward Dewaruci mengatakan hal serupa. Menurut dia, keberadaan Perppu ini yang pada awalnya untuk menyelamatkan pelaksanaan pilkada agar tetap berjalan secara langsung tetapi justru hanya menjadi alat pencitraan.
"Seharusnya Perppu tidal boleh menjadi alat politik pencitraan presiden karena itu bertentangan dengan maksud dan tujuan diterbitkannya sebuah Perppu," kata dia.
Terkait ini, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyatakan permohonan dapat diterima. Selanjutnya pihaknya akan menggelar Rapat Permusyaratan Hakim (RPH) untuk memutuskan apakah perkara ini dapat dilanjutkan ke pleno atau tidak, mengingat MK belum memiliki wewenang untuk menguji Perppu.
"Kami akan menyerahkan permohonan-permohonan ini kpda RPH, dan kalau hal ini dilanjutkan ke pleno maka akan mendengarkan keterangan DPR dan presiden, lalu bisa mengajukan saksi atau ahli," ungkap Maria.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh beberapa pemohon yang terbagi menjadi tujuh perkara. Mereka adalah Victor Santoso Tandiasa, Denny Rudini, Bayu Segara, Kurniawan dengan nomor perkara 118/PUU-XII/2014, Yanda Zaihifni Ishak, Heriyanto, Ramdansyah dengan nomor perkara 119/PUU-XII/2014, Edward Dewaruci dan Doni Istyanto Hari Mahdi dengan nomor perkara 125/PUU-XII/2014 dan 126/PUU-XII/2014, Didi Supriyanto dan Abdul Khaliq Ahmad dengan nomor perkara 127/PUU-XII/2014, Arif Fathurohman dengan nomor perkara 128/PUU-XII/2014, Moch Syaiful dengan nomor perkara 129/PUU-XII/2014.
Baca juga:
JK: Kita tidak boleh obral Perppu
Mendagri desak DPR segera setujui Perppu Pilkada
Tjahjo desak DPR segera sahkan Perppu Pilkada jadi UU
Ini komentar JK soal MK tolak gugatan UU Pilkada
Perkara tidak diterima MK, NasDem ngotot gugat UU Pilkada
Perppu SBY jadi pertimbangan MK tolak 5 gugatan UU Pilkada
-
Kapan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.
-
Apa yang dimaksud dengan Pilkada? Pilkada adalah proses demokratis di Indonesia yang memungkinkan warga untuk memilih pemimpin lokal mereka, yaitu gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi mengenai gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.