Pimpinan DPR Dorong Restorative Justice Kasus Guru Supriyani: Asas Kemanusiaan Harus jadi Perhatian
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti kasus guru honorer, Supriyani yang menjadi tersangka usai dituduh menganiaya siswa anak polisi.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti kasus guru honorer, Supriyani yang menjadi tersangka usai dituduh menganiaya siswa anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Dia mendorong agar kasus guru Supriyani diselesaikan dengan langkah restorative justice atau keadilan restoratif.
"Kita sayangkan adanya perkara hukum yang menimpa salah satu guru honorer, Ibu Supriyani. Seharusnya permasalahan ini sejak awal bisa diselesaikan lewat jalur damai," kata Cucun Ahmad Syamsurijal, Kamis (24/10).
- Sahroni Kasus Guru Supriyani Diselesaikan Pakai Restorative Justice: Tak Perlu ada yang Dipenjara
- Penanganan Kasus Guru Honorer di Konawe Selatan Disarankan dengan Restorative Justice
- Ketua Komisi X DPR Dukung Guru Supriyani: Penegak Hukum Kedepankan Prinsip Keadilan
- Didakwa Lakukan Kekerasan ke Siswa Anak Polisi, Guru Honorer Ajukan Eksepsi
Cucun bersyukur, Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), menangguhkan penahanan Supriyani. Dia mengingatkan perlunya asas kemanusiaan terhadap seseorang di peradilan.
Meski penahanan guru Supriyani ditangguhkan, perkara hukumnya akan tetap dilanjutkan ke persidangan. Sidang perdana kasus Supriyani akan digelar di PN Andoolo hari ini.
"Kita bersyukur dengan keputusan penangguhan penahanan ini. Dalam proses peradilan, asas kemanusiaan juga harus jadi perhatian,” tutur Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Dorong Restoratif Justice
Elite PKB ini juga mendorong perkara guru Supriyani dapat diselesaikan dengan pendekatan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif. Melalui pendekatan keadilan restoratif, penyelesaian perkara dapat dijadikan instrumen pemulihan keadilan.
"Terdapat berbagai pedoman hukum yang memungkinkan kasus Ibu guru Supriyani bisa diselesaikan dengan pendekatan RJ. Kita harapkan hakim bisa arif untuk mempertimbangkan dilakukannya RJ pada kasus ini," ungkap Cucun.
Salah satu beleid yang mengatur penerapan restorative justice oleh hakim atau pengadilan tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Cucun menyebut, penerapan keadilan restoratif dapat tercapai jika korban memaafkan pelaku tindak pidana, serta korban dan pelaku berdamai.
“Tidak semua masalah harus diselesaikan lewat pidana. Upayakan terciptanya perdamaian pada kasus hukum ringan. Aparat penegak hukum juga harus memastikan hadirnya keadilan bagi semua pihak,” sebutnya.
“Sebab keadilan hakiki bukan hanya tentang hitam dan putih. Keadilan yang sesungguhnya adalah bagaimana kita menempatkan segala sesuatu pada porsi yang tepat,” imbuh Cucun.
Pimpinan DPR yang membidangi urusan kesejahteraan rakyat (Kesra) itu pun mendorong pengadilan dapat betul-betul mengungkap kebenaran dari kasus ini. Cucun menyoroti bagaimana guru Supriyani yang bersikeras menyatakan tidak melakukan penganiayaan, ditambah dengan adanya sejumlah saksi yang mendukung pengakuan Supriyani.
“Kita harap pengadilan bisa membuka kebenaran dari kasus ini. Kita tidak ingin ada orang yang tidak bersalah jadi dirugikan karena adanya kesalahpahaman,” tegasnya.
Dukung Supriyani Diangkat jadi PPPK
Selain itu, Cucun menekankan pentingnya semua pemangku kepentingan, termasuk pihak kepolisian dan sistem peradilan, untuk menangani kasus ini dengan transparansi dan keadilan.
“Kita semua setuju bahwa penganiayaan terhadap anak adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi. Tapi kita juga harus memastikan bahwa semua pihak diperlakukan adil dan bahwa tuduhan tidak digunakan sebagai alat untuk menyerang,” paparnya.
Menurut Cucun, guru Supriyani berhak atas proses hukum yang adil di mana bukti dan fakta harus menjadi dasar dari setiap keputusan yang diambil. Dengan begitu tidak akan ada kecurigaan bahwa hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah.
“Dalam hal ini, keadilan bukan hanya tentang menghukum yang bersalah, tetapi juga melindungi yang tidak bersalah dari stigma dan kerugian yang tidak seharusnya mereka alami,” tukas Cucun.
Cucun juga mendukung Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang menyatakan akan mengangkat Supriyani menjadi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui jalur afirmasi. Apalagi guru honorer seperti Supriyani sering kali berada dalam posisi yang rentan.
“Karena saat ini guru tidak hanya harus memenuhi tanggung jawab mengajar, tetapi sering kali juga berhadapan dengan risiko hukum yang dapat mengancam karir dan kehidupan mereka,” ucapnya.
“Maka kita berharap perlindungan terhadap guru semakin ditingkatkan, termasuk kesejahteraan bagi para guru honorer yang masih sama-sama harus kita perjuangkan mengingat penghasilan mereka tidak sebanding dengan tanggung jawab dan risiko yang harus dihadapinya,” pungkas Cucun.
Supriyani Buka Suara
Seperti diketahui, Supriyani ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa oleh Polres Konawe Selatan pada Rabu (3/7) lalu. Supriyani kemudian sempat ditahan usai dilakukan tahap II penyerahan berkas perkara dan tersangka dari polisi ke Kejaksaan.
Namun akhirnya, hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), menangguhkan penahanan Supriyani dengan pertimbangan kondisi tersangka memiliki anak kecil dan statusnya sebagai guru di SD Negeri 4 Baito yang harus menjalankan tugasnya.
Beredar informasi, orang tua korban yang merupakan anggota polisi yang bertugas di Polsek Baito Konawe Selatan diduga meminta sejumlah uang Rp50 juta terkait kasus ini. Permintaan uang ini, disampaikan melalui kepala desa setempat.
Usai bebas, Supriyani mendatangi Kantor LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra. Saat wartawan mewawancarai ibu dua anak ini, dia tetap keukeuh mengatakan tidak pernah mengani bocah SD hingga mengalami luka dan kasusnya menjadi viral.
"Saya tidak pernah lakukan pemukulan, tidak pernah," ujar Supriani.