Pimpinan KPK harus berani ungkap rekaman intimidasi ke penyidik
Kesaksian Novel tersebut menjadi bukti penting untuk menguatkan KPK kembali.
Plt Pimpinan KPK, Taufiqurrachman Ruki harus berani ungkap rekaman intimidasi ke penyidik, bukan malah pura-pura tidak tahu atas kesaksian Novel Baswedan. Pasalnya kesaksian Novel tersebut menjadi bukti penting untuk menguatkan KPK kembali.
"Itu penting yang menjadi dasar hukum untuk MK. KPK juga kalau ingin lembaga lebih terjaga harus bisa buka, bukan menyatakan tidak tahu," kata Direktur Direktorat Advokasi dan Kampanye YLBHI, Bahrain dalam keterangannya saat dihubungi merdeka.com, Senin (8/6).
Bahrain juga berharap pimpinan KPK segera memberikan respon terkait kesaksian Novel. Sebab Novel merupakan staf KPK yang tidak punya kewenangan untuk membeberkan barang bukti di internal KPK tanpa keputusan pimpinan.
"Artinya harusnya segala kebijakan ada di pimpinan. Kita lihat gimana keseriusan mereka menjaga lembaga KPK. Tujuannya kan agar KPK bisa kuat," tandasnya.
Sejauh ini Bahrain merasa kecewa bahwa tak ada keseriusan di internal KPK. Selain itu dengan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi juga berhak meminta KPK untuk membeberkan bukti temuannya pada publik. Bagi Bahrain, MK mempunyai kewenangan kalau itu dibutuhkan sebagai alasan mereka mengambil keputusan.
"Kalau novel saja tidak dipanggil, berarti gak ada keinginan. Kita juga meminta MK memerintahkan KPK. perintah pengadilan. Kalau kondisinya MK juga gak respon juga sama saja," keluhnya.
YLBHI tetap bersikukuh agar kesaksian Novel ditindaklanjuti karena hasil pembacaan mereka, KPK sedang dalam keadaan sangat lemah. Namun Plt Pimpinan KPK, Taufiqurrachman Ruki justru tidak bisa peka dengan permasalahan yang menghantam internalnya tersebut.
Sebelumnya dalam kesaksiannya di persidangan uji materi UU KPK (25/5), Novel Baswedan menyebutkan ada rekaman yang berisi antara lain pembicaraan tentang upaya pelemahan KPK. Rekaman tersebut menunjukkan adanya upaya kriminalisasi, intimidasi, dan ancaman terhadap KPK.
Di sisi lain berdasarkan keterangan Novel Baswedan, ada berbagai ancaman dan intimidasi terhadap pegawai-pegawai KPK yang menangani perkara Komjen Pol Budi Gunawan, salah satunya pada Plt struktural di bidang penindakan.
Dalam rekaman tersebut disebutkan adanya rencana menersangkakan bukan saja komisioner KPK, tapi juga penyidik perkara korupsi yang diduga melibatkan Komjen Pol Budi Gunawan.
Upaya kriminalisasi, intimidasi, dan ancaman terhadap para pegiat anti korupsi ini, dapat dipandang sebagai upaya menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice). Hal ini pula yang menjadi kunci terkait adanya konflik kepentingan dalam kriminalisasi terhadap para komisioner KPK non-aktif, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, penyidik KPK, dan Novel Baswedan.